The Silence of the Lambs

The Silence of the Lambs

Judul terjemahan: Domba-domba telah Membisu
Penulis: Thomas Harris
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 480 halaman
Stew score: 5 of 5 bowls

Icip-icip the Silence of the Lambs

Terjadi kasus pembunuhan berantai. Acak. Tidak memiliki pola. Dimana korbannya adalah wanita-wanita yang diambil kulitnya.

Clarice Starling, seorang murid Akademi FBI (sekolah dimana seseorang dilatih menjadi agen FBI yang terampil), menjadi satu-satunya orang yang mana Dr. Hannibal Lecter, seorang dokter jiwa yang (juga pembunuh) mengidap penyakit jiwa–tapi berotak brilian, mau bicara dan membocorkan beberapa petunjuk mengenai pembunuh berantai tersebut.

Petunjuk demi petunjuk ditemukan Clarice. Ternyata pembunuhan yang awalnya dikira acak memiliki pola tertentu: pembunuh mengincar wanita berbadan gemuk. Kenapa pembunuh itu memilih wanita yang gemuk? Kenapa bukan wanita cantik bertubuh langsing dan proporsional?

Pembunuhan berantai ini menjadi sorotan publik dan diberitakan secara besar-besaran ketika pembunuh secara tidak sengaja menculik putri seorang senator. Namun, tepat ketika hal itu terjadi ada hal yang membuat Clarice harus kembali ke bangku sekolah dan melanjutkan pendidikannya. Padahal tinggal sedikit langkah lagi, tinggal cari info di sana dan di sini sebelum menciduk si pembunuh.

Apa yang akan terjadi selanjutnya? Apakah putri senator itu akan selamat–atau masuk dalam korban wanita yang kulitnya dikuliti oleh si pembunuh?

Apa yang akan dilakukan Clarice? Akankah dia akan kembali ke Akademi dan membiarkan petugas lain menangkap si pembunuh? Atau dia memilih jalan terus dan mengungkap identitas si pembunuh berantai hingga tuntas?

Citarasa The Silence of the Lambs

Oke, aku telat baca ini. Dan lebih menyedihkan lagi, aku belum melihat adaptasi filmnya.

Buku yang awalnya nggak sengaja aku temukan ini (cetakan Oktober, 1996), sempat nganggur selama berbulan-bulan. Teronggok di tengah kamar, di atas lemari kecil (bukan di sudut).
Pasti kamu anggurin karena genrenya bukan fantasi ya, Jun? (-_-”)
(Mungkin–dalam hati). Bukaaaan! Novel ini meski jelas menyuguhkan kisah thriller, tapi novel ini juga bergenre science-fiction. Banyak sekali ilmu pengetahuan yang digunakan pada novel ini: The Silence of the Lambs. Semisal: ilmu pengetahuan alam, ilmu kimia, ilmu perilaku, dan ilmu-ilmu lainnya, bahkan ada ilmu tata busana juga.

Walaupun begitu, jangan sama kan novel ini dengan buku pelajaran :-P (beberapa buku pelajaran aku akui sangat membosankan dan tidak menarik untuk dibaca, hahah) Novel ini sama sekali tidak memberikan kebosanan pada pembacanya. Malahan bikin deg-degan! Juga kagum. Pada sosok Dr. Lecter yang meski berbahaya tapi memiliki otak yang sangat sangat sangat (phew, sampai 3x aku menyebutnya) brilian.
Wajar saja. Dia seorang doctor.
Bukan sembarang doctor. Dan entah kenapa setiap kali Dr. Lecter mengutarakan analisanya pada Clarice, bulu kudukku selalu merinding. Kagum, bercampur ngeri. Penjahat berotak encer lebih mengerikan daripada penjahat yang berkantong tebal!
Kamu bilang tadi ilmu tata busana? Kok bisa ilmu tersebut terselip dalam kisah thriller ini?
Malahan, itulah yang menjadi salah satu pendukung “penggerak” di dalam kisah the Silence of the Lambs. Tata busana merupakan keahlian dari si pembunuh.

FYI, pembunuhnya adalah seorang pria. Dia belajar menjahit karena dia ingin membuat baju perempuan. Baju perempuan yang akan dipakainya. Bukan baju perempuan yang bisa didapatkan di toko-toko pakaian. Baju perempuan ini khusus. Baju itu terbuat dari kulit perempuan asli! Kulit para korbannya!

Oke, aku tahu kalian kaget (sotoy banget, hahah. Secara aku kaget ketika aku mengetahuinya, jadi aku mengasumsikan teman-teman juga kaget, heheh). Dan, oke, aku tahu ini sangat tidak baik: memberikan sedikit sup iler (spoiler). Tapi aku harus menuliskannya. Aku terlalu… Shock menyimpannya sendirian. Dia pria. Dia ingin… Dia ditolak. Dia kemudian membuat baju dari wanita demi… *aku rasa sup ilernya jangan banyak-banyak, ntar malah menghilangkan “rasa lapar” kalian, heheh.

Sebenarnya kisah si pembunuh lumayan menyedihkan. Tapi tampaknya penulis Silence of the Lambs kurang mampu “menghadirkan” hal itu, menurutku. Seandainya pembaca dibikin tersentuh dengan kisahnya, mungkin kisah ini akan jauh lebih memukau (meski tanpa itu juga aku tetap memberinya lima mangkuk semur). Bukan berarti aku membenarkan tindakan pembunuh mengkuliti korbannya (itu salah. Sangat salah!), tapi alasan dia melakukannya (dibaca berulang kali pun) sangat masuk akal.

Recomended for: Penggenar cerita detektif dan Thriller addict.

0 comments:

Posting Komentar

 

I'm part of...

Follower

Hey, Jun!