The Old Man and The Sea by Ernest Hemingway

The Old Man and The Sea

Penulis: Ernest Hemingway
Penerbit: Scribner
Tahun terbit: 2002
Tebal: 100 halaman
Genre: Short Story - Klasik - Realistic Fiction
Stew Score: Almost - Sweet!
Target: Teen (14 tahun ke atas!)

Lelaki tua itu bernama Santiago, dan selama 84 hari melaut belum satu ikan pun dia dapat.

Kurang lebih seperti itulah (inti) gigitan paling awal (baca: kalimat pertama) dari cerita pendek hasil olahan penulis kenamaan, Ernest Hemingway, The Old Man and The Sea. Sebagai salah satu penulis terpenting dunia, tentu aku penasaran seperti apa sih kisah yang melambungkan namanya tersebut.


Tahun lalu aku sempat nyaris membaca The Old Man and The Sea ini. Tapi setelah satu suapan, aku memutuskan untuk menyimpannya terlebih dahulu, dan membaca buku-buku Lemony Snicket. Saking serunya A Series of Unfortunate Events, aku kemudian lupa dengan buku ini. Hingga bulan Januari datang dan aku memutuskan untuk membacanya hingga tuntas.

Dengan susah payah, tapi.

Pada seperempat awal sajian, aku menelan tanpa kesulitan. Tapi setelah itu, setelah Lelaki Tua mulai bicara dengan dirinya sendiri, dengan ikan, dengan laut, well, aku sebenarnya tak terlalu masalah kisahnya jadi bergerak pelan atau terlalu banyak detail, tapi entah bagaimana, menurutku, pelannya dan detailnya itu jatuhnya jadi bertele-tele dan seolah-olah dipanjang-panjangkan.

Jadi, kenapa 84 hari si Lelaki Tua belum dapat ikan satu pun? Padahal dia terlahir sebagai nelayan. Dia sejak kecil menghabiskan waktunya di lautan. Namanya sering disanjung-sanjung oleh nelayan lainnya. Dengan usianya yang bikin dia mendapat julukan lelaki tua, jelas pengalamannya dan kemampuannya dalam hal pancing-memancing tak perlu diragukan lagi. Aneh sekali bukan selama hampir tiga bulan dia tidak mendapatkan satu ikan pun?

Kalau menurut si Lelaki Tua, itu karena dia sedang tidak beruntung. Dan itu mungkin ada benarnya. Sepintar apapun kita, punya banyak pengalaman dan kemampuan yang mumpuni, kalau sudah berhadapan dengan yang namanya keberuntungan, well, (kadang) semua itu mesti bertekuk lutut. Tapi bagaimana mengundang atau mendatangkan keberuntungan?

Kalau jawabannya dalam sisi religius, dan tampaknya hanya dari sisi ini saja yang punya jawabannya—dan tentunya dipraktekkan juga oleh Santiago, jawabannya adalah Tawakal: sabar dan percaya pada Tuhan bahwa akan tiba waktunya ketika kita memperoleh apa yang kita butuhkan.

Kesabaran Lelaki Tua akhirnya berbuah. Bahkan di luar dugaan, alat pancingnya berhasil menggaet ikan raksasa! Tapi dia harus berusaha keras untuk tidak kehilangan ikan tersebut. Hukum alam menghambatnya. Tubuh rentanya tak kuasa menarik ikan raksasa itu ke perahu. Malah dirinya dan perahunya yang ditarik ikan raksasa itu ke samudera!

Di 40 hari pertama, sebenarnya, Lelaki Tua ditemani oleh seorang bocah (yang bisa aku katakan setia pada Lelaki Tua). Tapi karena tak kunjung mendapatkan tangkapan, orangtua bocah itu menyuruh bocah itu untuk ikut kapal orang lain. Dan sebagai bocah yang patuh, dia melakukannya.

Selama berhari-hari Lelaki Tua terombang-ambing di laut. Ya, berhari-hari. Makan apa? Well, di laut emang yang tersedia apa? Minum apa? Untuk bagian ini kalian boleh mencicipi The Old Man and The Sea sendiri. Tapi kesabarannya berbuah manis lagi. Akhirnya ikan raksasa itu muncul ke permukaan. Dan dengan peralatannya, Lelaki Tua itu kemudian menusuk ikan itu. Berhasil? Ya, berhasil. Tapi keberhasilan yang mesti dibayar cukup mahal: salah satu tangannya terluka dan peralatannya itu rusak.

Apakah dari situ kisahnya berakhir? Belum saudara-saudara! Dari masih harus berjuang membawa ikan tangkapannya itu ke darat. Tapi itu tidak mudah karena... Ada hiu! Darah ikan raksasa itu terlanjur menetes dan akibatnya, tentu saja, mengundang predator-predator yang jadi momok di film Holliwut berjudul Jaws itu!

Sedih banget yak ceritanya? Memang. Tapi, percaya atau tidak, aku tak merasakan kesedihan itu. Bisa jadi mungkin karena sikap optimisme dan pantang menyerah si Lelaki Tua menular padaku. Yang sangat aku mengerti karena kesan yang kutangkap, hanya melaut yang bisa dilakukannya. Atau bisa jadi karena... Yah, sebab yang sederhana, aku tidak berhasil dibikin terhanyut.

Secara keseluruhan, The Old Man and The Sea buku yang cukup bagus dan jelas tak berisi omong-kosong. Dan mungkin bagi sebagian orang yang menginginkan kisah dengan pesan moral yang dibungkus di dalam quote-quote yang oke, mungkin kalian tak akan menemukannya. Sebab pesan moralnya ada di dalam kisahnya itu sendiri (contohnya: tindakan si Lelaki Tua). Melihat kedetailannya akan kehidupan nelayan jelas riset yang dilakukan "sang chef" benar-benar mendalam. Sayang, untuk seleraku, penceritaannya agak bertele-tele. Dan masih ada satu hal yang cukup mengganjal dan membuatku bertanya-tanya, Kenapa Santiago kepengen memimpikan singa? Apakah karena singa simbol dari kekuasaan? Maksudku, kenapa singa, kenapa bukan hewan lain? Tidak tahukah dia soal Raja Singa? Singa kan jauh dari pantai dan perairan asin. Atau mungkinkah singa merupakan hewan favorit Santiago atau penulisnya?

Yah, aku rasa hanya sang penulis-lah yang tahu jawaban tepatnya.


Posting ini diikutkan dalam Reading Challenge::
|

2 comments:

  1. Arghhhhh aku jatuh bangun nyari terjemahan ini buku T____T

    BalasHapus
  2. Well, semoga segera berjodoh dengan buku terjemahannya, Nan :)

    BalasHapus

 

I'm part of...

Follower

Hey, Jun!