Where the Mountain Meets the Moon by Grace Lin

Where the Mountain Meets the Moon

Penulis: Grace Lin
Penerbit: Atria
Tahun terbit: 2010
Tebal: VI + 266 halaman
Genre: fantasi - adventure
Target: Children (8 tahun ke atas)
Score: Almost delicious!

Kalimat pertama Where the Mountain Meets the Moon

: Pada zaman dahulu kala, nun jauh di ujung Sungai Giok, berdirilah gunung hitam yang membelah langit bagaikan lempengan logam bergerigi.

Aku mendapatkan Where the Mountain Meets the Moon dari giveaway beberapa tahun lalu ... yang aku lupa dari mana mendapatkannya, heheh.


Yang jelas sih dari anggota BBI xD

[Benarnya sih tinggal cek di Twitter. Tapi ntar deh. Update: Ternyata buku ini dari kak Ira @ Ira Book Lover]

Where the Mountain Meets the Moon berkisah mengenai dua hal.

Pertama, soal Minli yang sudah capek dengan nasib keluarganya dan pergi berpetualang mengejar sosok dongeng untuk mengubah peruntungan keluarganya.

Kedua, soal orangtua Minli yang menyesal karena sering mengeluh bahwa peruntungan mereka sangat jelek sehingga membuat Minli pergi dari rumah.

Minli dan keluarganya tinggal di sebuah gubuk reyot di kaki Gunung Nirbuah, gunung yang seperti namanya, gersang dan tidak pernah ditumbuhi oleh tanaman apapun. Setiap hari mereka harus bekerja keras di sawah, menanam padi yang hasilnya hanya cukup untuk makan mereka bertiga.

Tapi setidaknya mereka cukup bahagia karena mereka masih memiliki satu sama lain.

Hal yang paling disukai Minli adalah ketika ayahnya menceritakan dongeng-dongeng lama. Terutama dongeng tentang Kakek Rembulan.

Istrinya tidak setuju dengan tindakan suaminya tersebut. Menurutnya, mencecoki anaknya dengan dongeng hanya membuat anak mereka tumbuh menjadi pemimpi. Hal terakhir yang dia inginkan.

"Kakek Rembulan! Cerita yang lain! Rumah kita kosong melompong dan nasi kita berkerak di mangkuk, tapi kita punya banyak cerita." Ma kembali mendesah. "Miskin sekali kita."

Kemudian muncul pedagang ikan mas di desa mereka.

Kedatangannya yang juga membawa warna ke desa mereka seketika menarik perhatian. Termasuk Minli. Bersama para tetangganya dia menatap barang dagangan si penjual ikan.

Minli menatap satu ikan oranye yang tampaknya mengerjap menatapnya. Dan tampaknya karena alasan tersebut, tanpa pikkr panjang, Minli mengambil seluruh tabungannya dan menukarnya dengan seekor ikan emas.

Namun, tanpa disangka, maksud baiknya tidak berbuah manis.

"Bisa-bisanya kau membelanjakan uangmu untuk itu!" kata Ma sambil menggebrakkan mangkuk-mangkuk nasi di meja. "Untuk sesuatu yang tak berguna seperti itu? Dan kita harus memberinya makanan! Padahal nasi untuk kita sendiri pun pas-pasan."

"Aku akan membagikan nasiku dengannya," Minli cepat-cepat menanggapi. "Kata penjualnya, ia akan menghadirkan peruntungan."

"Peruntungan!" kata Ma. "Kau menghabiskan setengah dari seluruh uang yang ada di rumah kita!"

Mengetahui ikannya hanya mendatangkan percekcokan, Minli memutuskan untuk membebaskannya.
Dan tanpa disangka-disangka, ikan itu bisa bicara. Dan berkat ikan itu, Minli tahu bagaimana dia bisa menemukan Kakek Rembulan!

Dari sanalah perjalanannya dimulai.

Perjalanannya tentu saja tidak semulus yang dia perkirakan. Banyak rintangan yang mesti dihadapi. Tapi untunglah dia bertemu dengan sahabat-sahabat baru yang mau membantunya: Naga yang tak bisa terbang, dan seorang anak yatim piatu.

"Tentu saja," kata Ba. "Kami harus membawanya pulang."

"Ya," kata Ma. "Dia bertingkah gila. Siapa yang tahu apa yang mungkin terjadi padanya?"

"Dia mungkin berhasil," kata si penjaja ikan mas dengan tenang. "Dia mungkin menemukan cara untuk mengubah peruntungan kalian."

"Dia hendak mencari Gunung Tak Berujung!" kata Ma. "Bertanya kepada Kakek Rembulan! Mana mungkin dia berhasil!"
Banyak teman dan kenalanku bilang Where the Mountain Meets the Moon adalah buku yang bagus. Tapi aku belum begitu tergugah hingga ... Tahun lalu.

Dan mereka benar, buku ini memang bagus.

Namun sayang, buku bagus ini amat sangat underrated.

Terbukti dengan hanya sedikit teman dan kenalanku yang tahu. Yang tahu hanya mereka yang mengikuti berita buku luar negeri dan penggemar buku-buku middle grade.

Perjalanan Minli ini sebenarnya agak mengingatkanku pada Wizard of Oz. Minli bertemu dengan sosok yang memberitahunya jalan yang akan membantu masalahnya, seperti Penyihir Utara memberitahu Dorothy mengenai jalan bata kuning. Lalu dalam perjalanannya, Minli bertemu dengan teman-teman baru yang juga punya masalah yang penyelesaiannya berada di tempat yang dituju Minli, sama seperti Dorothy dan ketiga sekawannya yang menuju Emerald City.

Kesamaannya hanya sampai di situ saja.

Dan tampaknya bukan hanya aku saja yang merasa begitu. Sebab di profil penulis yang tercetak di balik cover belakang juga tertulis begitu.

Tapi tidak. Menurutku penulisnya tidak menjiplak karya L. Frank Baum. Perjalanan Minli dan Dorothy jauh berbeda. Perjalanan Dorothy jauh lebih magis, sementara Minli lebih mendekati kenyataan.

Kita tidak hanya akan disuguhi kisah dari sudut pandang Minli, tapi juga dari sudut pandang orangtuanya. Rasa cemas mereka, rasa frustrasi mereka, dan rasa marah sang Ibu (pada si Minli yang percaya sekali dengan dongeng, pada si suami yang selalu mendongenginya), rasa putus asa mereka, dibingkai dengan sangat baik.

Juga memberi sisi lain, bahwa bahkan si ayah yang memberi dongeng, yang sadar atau tidak telah memberi motivasi, ternyata justru tidak lebih percaya dibanding anaknya yang malah mempercayainya sepenuh hati.

Jadi penasaran, ketika kalian membaca buku apakah kalian mempercayai sepenuh hati isinya?

"Kakek Rembulan?" kata si ikan. "Semoga beruntung! Mencarinya akan lebih sulit daripada mencari Gerbang Naga!"

Sayangnya, buku Where the Mountain Meets the Moon ini amat teramat underrated. Bahkan mungkin di luar sana.

Di Indonesia buku Where the Mountain Meets the Moon ini termasuk sudah langka, dan tak terdengar gaungnya.

Apakah mungkin karena desain sampulnya?

Desain sampulnya, menurutku, sudah cukup bagus. Tapi memang komposisi warnanya kurang mengundang dan agak sedikit kurang sedap dipandang dan terlihat agak sedikit suram.

Belum lagi sinopsis atau blurbnya tidak ditaruh di luar, melainkan di lipatan cover yang berada di dalam (?)

Tahu sendiri sebagian pembaca ... Mengagung-agungkan buku yang masih dalam kondisi segel. Jadi kalau tak bisa melihat sedikit kilasan mengenai apa yang terjadi, ya orang jadi menebak-nebak, nih buku sebenarnya berkisah soal apa.

Hal yang jadi nilai tambah untuk Where the Mountain Meets the Moon adalah buku ini dilengkapi ilustrasi. Tiap awal bab dilengkapi dengan ilustrasi sederhana (?) yang menggambarkan inti bab tersebut. Lalu ilustrasi-ilustrasi lain yang lebih rumit, lebih besar. Tapi yang lebih oke lagi adalah semua ilustrasi itu berwarna! Dan aku bahagia karena penerbit Atria tetap memberinya warna, tidak membuatnya hitam putih, namun harga bukunya tetap terjangkau xD

(Aku mendapatkan buku ini di kala buku ini belum langka xD )

Seperti buku lain yang bertema dongeng-ish, Where the Mountain Meets the Moon tentu memuat berbagai hal positif. Tentang keluarga, tentang persahabatan, kerja keras, tekad baja, just do it even the world has doubt on you.

Dan meski setting waktu yang digunakan di buku ini adalah masa lalu, masa di mana teknologi belum secanggih sekarang, aku rasa buku ini akan jadi buku yang evergreen.

2 comments:

  1. Saya sempat mengganjar buku ini dengan 5 bintang. Selain pelajaran hidup yang disampaikan penulisnya, saya suka dengan gaya bercerita yang begitu sederhana dan tulus. Pada saat membaca buku ini, saya seperti menemukan keaslian kemanusiaan.

    http://bukuhapudin.blogspot.co.id/2016/09/buku-where-mountain-meets-moon-by-grace.html

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maksud dari sempat ini ... ini artinya sudah tidak memberi 5 bintang lagi? :p

      Hapus

 

I'm part of...

Follower

Hey, Jun!