Percy Jackson and the Olympians: The Last Olympian by Rick Riordan

Percy Jackson and the Olympians: The Last Olympian

Penulis: Rick Riordan
Penerbit: Disney Book Group
Tahun terbit: 2009
Tebal: 254 halaman
Seri: Percy Jackson and the Olympians #5
Genre: Fantasi - Mythology - Adventure - Suspense - Romance
Stew score: Yummy!
Target: Teen (14 tahun ke atas!)

Sececap Percy Jackson and the Olympians: The Last Olympian

Titan Kronos sudah siap menggempur dan meluluh-lantakkan gunung Olympus, tempat dan rumah kebanyakan para dewa dan dewi, dan merupakan simbol kekuatan para dewa dewi Olympia, yang saat ini sedang kosong-melompong.

Tidak. Tidak kosong melompong. Lebih tepatnya, hanya ada satu dewi Olympia yang ada di sana. The Last Olympian: Hestia, the Goddess of the Hearth.


Kenapa gunung Olympus bisa kosong? Karena semua dewa-dewi sedang menghadapi masalah masing-masing. Ayah Percy, Poseidon, menghadapi dua Titan penguasa lautan zaman dulu. Sementara yang lain, kecuali Hades, menghadapi Titan yang tak sengaja dibangunkan oleh Percy di buku sebelumnya.

Jadinya, semua tergantung pada Percy dan teman-temannya. Keselamatan Olympus ada pada tangan mereka.

Sanggupkah bocah-bocah remaja itu menghadapi kekuatan besar para Titan dan sekutunya?

Citarasa Percy Jackson and the Olympians: The Last Olympians

Ini. Adalah. Novel. Percy. Jackson. Terbaik. Sejauh ini.

Kenapa terbaik? Pertama, adegan mimpinya cuman dikit (yeay!) Kedua, adegan pertarungannya di kota New York benar-benar luar biasa!

Namun, meski yang terbaik, bab satu novel ini adalah bab satu terjelek dari keempat prekuelnya. Oke, aku memang bosan bin jenuh dengan adegan "sekolah jadi bencana" yang muncul di prekuelnya—kecuali The Titan's Curse, yang mana bukan Percy yang bersekolah. Tapi aku jauh lebih bosan dan jenuh lagi dengan [white]kematian yang sia-sia![/white] Seolah tak ada cara lain untuk menarik kesedihan pembaca saja.

Tapi karena bosan dan jenuh dan sudah bisa menebak "nasib"-nya sejak kemunculannya menginterupsi "kencan" antara Percy dengan seorang anak perempuan, fakta soal [white]kematian[/] itu pun aku tanggapi datar-datar saja. Bukan datar ding, tapi males banget. Dan tiap kali disinggung, aku jadi semakin malas.

Kalian pasti penasaran kenapa aku tidak suka dengan bab 1 The Last Olympian ini?

Pertama, sejak kemunculannya di hadapan Percy, dan bilang mereka mesti menyerang Princess Andromeda berdua saja, aku sudah tahu ini adalah misi bunuh diri. Kedua, kenapa bunuh diri? Karena sejak buku pertama, Pencuri Petir, hingga The Battle of Labyrinth, para monster memiliki indera yang cukup untuk mengetahui keberadaan manusia yang pure manusia, juga manusia yang setengahnya adalah dewa/dewi. Jadi, agak aneh bila mereka punya keyakinan bisa menyusup tanpa ketahuan.

Untuk poin dua ini, tampaknya Om Rick juga agak cemas dengan part itu. Hal ini kentara sekali karena saat Percy dan temannya tiba ada dua monster yang bercakap-cakap mengenai bau anak blasteran, tapi ada alasan kenapa mereka tak peduli. Nah! Bagian alasannya itu yang tak pas. Perbincangan dua monster itu juga nggak pas sebab... Di atas Princess Andromeda ada banyaaak sekali anak-anak blasteran. Jadi percakapan mereka sangat... Aneh. Percakapan itu justru menegaskan tebakanku saja. Padahal tanpa diberi penjelasan, aku mungkin masih akan yakin misi itu misi bunuh diri, tapi setidaknya aku mungkin tak akan menginginkan bab 1 ini dihapus dari buku terakhir PJO saga ini.

Perbincangan dua monster itu bisa juga tidak aneh kalau "bau" Percy dan temannya, juga aura pedangnya, Riptide, dikenali sebagai bau yang baru bagi indera mereka.

Yang cukup menarik, dua monster ini adalah makhluk setengah manusia, setengah anjing. Bukan itu bagian menariknya, tentu saja, tapi bagian sebutan makhluk setengah itu: telkhine. Entah buku yang kudapatkan salah atau gimana—yang jelas aku yakin bukan typo, tapi di buku empat, The Battle of the Labyrinth, makhluk setengah manusia-setengah gukguk itu disebut telekhine (ya, agak mirip dengan telekinesis, tapi mereka sama sekali tak punya kemampuan itu).

Ketiga, saat mereka ketahuan, yang mereka pikirkan pertama adalah adanya pengkhianat di Bukit Blasteran, bukannya karena sebab yang lain semisal bau mereka atau aura Riptide. Soal pengkhianat ini sudah disinggung ratusan kali sejak buku pertama, sampai aku bosan dan sama jenuhnya dengan bagian "sekolah jadi bencana." Bagian ini, dibanding dua bagian yang aku paparkan, aroma persuasifnya sangat terasa sekali.

Bukan hal yang jelek. Aroma persuasifnya, maksudku. Malah aku kagum pada om Rick, sebab dia mungkin sadar bab 1 ini tak kuat dan akan menimbulkan banyak tanda tanya, tapi dia bisa menutupinya dengan "membuat" jengkel pembacanya pada sosok pengkhianat yang baru ketahuan identitasnya nanti.

Yang keempat (eaak, ternyata masih lanjut XD ), efek kematian teman Percy itu yang tak seberapa dalam mempengaruhi cerita. Oke, mereka yang ditinggalkan merasa sedih. Terutama yang punya hubungan dekat dengan sang almarhum, dia bahkan sampai terlihat depresi. Nah, yang jadi masalah adalah... Dia itu punya hal yang krusial di bab-bab pertarungan. Yang jadi pertanyaanku adalah, kenapa dia baru tergerak untuk berubah ketika temannya yang lain terluka parah? Kenapa bukan sejak kematian sang almarhum yang diakuinya sebagai yang terkasih? Seolah-olah kesannya dia tak masalah dengan kematian sang almarhum. Dia hanya shock saja dan tetap menutup mata hingga sebuah event terjadi.

Selain bab satu, tak ada lagi yang bikin aku kecewa. Adegan mimpinya masih mengganggu, tapi karena intensitasnya dikit jadinya aku bisa menganggapnya sebagai angin lalu dan fokus ke The Battle of New York yang seronok, seronok, seronok.

Paling keren di pertarungan itu Clarisse. Sudah cantik, kuat, dan seksi pula, dia bertarung mengalahkan monster yang sempat bikin yang lainnya kewalahan sendirian!

Satu kata buat Clarisse: HUWAW! XD

Yang keren lainnya adalah Nico dan Hades.

Tapi secara keseluruhan semuanya keren kalau menyangkut pertarungan, bahkan ibu dan ayah tiri Percy juga. Dan tentunya Percy sendiri. Terutama ketika Percy berpidato. Di situlah, pada akhirnya, karakternya berkembang :')

Secara keseluruhan, The Battle of New York #eh The Last Olympian (sumpah ini judul nggak pas banget, Hestia juga muncul sebentar, sebentar doang) keren pakai sekalee! Cuman andai bab 1 ditiadakan, mungkin aku bakal ngasih buku ini nilai sempurna! Ada adegan di mana Percy berbincang-bincang dengan salah satu dewa Olympia, tanpa harus tidur terlebih dahulu.

Aku sebenarnya juga bosan bin jenuh binti boring dengan formula yang digunakan Rick Riordan dalam serial ini: sekolah jadi bencana, ramalan, misi, mimpi soal visi, mimpi curi dengar, kebetulan ketemu/ditemui sosok yang tepat, dan karena menggunakan pov pertama pasti berhasil dengan misinya. Yang awalannya agak beda cuman The Titan's Curse (di sini ada adegan sekolah jadi bencana, tapi bukan Percy yang bersekolah jadi tak masuk hitungan) dan The Battle of New York The Last Olympian. Ending buku ini juga agak terlalu panjang dibanding ending-ending prekuelnya. Mungkin karena kisah ini masih bersambung dalam serial berjudul baru: Heroes of Olympus.

Oh ya, dibanding keempat prekuelnya, unsur romansa di sini jauh lebih kuat. Tapi tenang, bagi yang tak suka kisah romansa, kisah romansanya porsinya sangat sedikit kok. Bahkan mungkin hanya menyumbang 1% untuk cerita keseluruhannya.

Aku rasa aku mau melanjutkan baca serial lanjutannya. Tapi aku jadi penasaran, sebelum aku memulai, apakah Heroes of Olympus juga banyak adegan mimpinya seperti serial ini?

Posting ini diikutkan dalam Reading Challenge::
| | | read big

0 comments:

Posting Komentar

 

I'm part of...

Follower

Hey, Jun!