3 - Alif Lam Mim

3 - Alif Lam Mim

Karya: Umbara Brothers
Diadaptasi oleh: Primadona Angela
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit: 2015
Tebal: 232 halaman
Genre: Speculative fiction - thriller - suspense
Target: Adult (17 tahun ke atas)
Score: Yummy!

Kalimat pertama 3 - Alif Lam Mim

: Hidup itu untuk dinikmati, pikir eksekutif muda itu.

Dystopia adalah salah satu genre bacaan, juga film, yang sangat aku sukai. Jadi janganlah heran, ketika berita mengenai film 3 - Alif Lam Mim muncul; bahwa film tersebut adalah film Indonesia pertama bertema dystopia, aku langsung merencanakan untuk menonton film tersebut di bioskop. Kendati tidak ada bioskop di kabupaten tempat tinggalku. Kendati aku mesti ke luar kota, ke Kediri, hanya untuk dapat melihat film itu di layar lebar.

Namun sayangnya, aku tidak berkesempatan melihat film 3 Alif Lam Mim ini. Pertama, karena aku tidak menyegerakan menonton; aku menunda-nunda, menunggu temanku ada waktu longgar untuk diajak nonton. Kedua, entah hanya perasaanku saja atau hal ini benar adanya, film 3 Alif Lam Mim ini hanya bertahan beberapa hari saja di bioskop-bioskop Indonesia. Tidak sampai satu bulan kurasa. Sekitar dua atau tiga minggu, kalau tidak salah. Koreksi aku bila aku salah.

Yang membuatku kemudian bertanya-tanya, dan semakin penasaran, Ada apa dengan film 3 Alif Lam Mim? Kenapa filmnya cepat turun, padahal ada film yang udah dirilis dua-tiga bulan lalu dan masih bertahan? Mungkinkah karena filmnya sepi peminat? Atau karena sebab lainnya?

(Aku lebih condong ke sebab lain. Update: Katanya, film 3 ini dilarang tayang! Entah benar atau tidak.)

Yang jelas, terlepas dari itu, aku hanya bisa pasrah dan puas dengan membaca review teman-teman yang sempat menyaksikan filmnya.

Biadab! Lebih buas daripada binatang! Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Begitukah kalau golongan tertentu dibiarkan memegang kuasa? Apa nyawa pun sekarang berada di tangan mereka? - halaman 16.

Tapi untungnya, semesta berkehendak lain. Aku memang ditakdirkan untuk mengetahui isi cerita film tema dystopia tersebut! Meski dalam bentuk lain, tulisan. Berkat Kak Primadona Angela, dan tentunya, Gramedia Pustaka Utama yang menerbitkan novel adaptasi film tersebut, aku akhirnya bisa berpetualang menyelami kisah Alif, Lam, dan Mim! Tiga tokoh utama kisah yang mengambil setting Indonesia di masa depan, ketika Indonesia menjadi negara liberal!

Dan apa kesanku setelah menghabiskan buku ini? Ada dua. Yang pertama, pujian teman-temanku tidak mengada-ngada mengenai film 3 ini. Cerita di buku ini, memang bagus! Kedua ... aku makin ingin menonton film 3 - Alif Lam Mim ini!

Semoga film ini dijual dalam bentuk file unduhan. Atau dalam bentuk DVD.

"Jangan sampai kita terperosok ke lubang yang sama, yaitu tirani yang mengekang! Jangan sampai negara kita kembali kacau, dipenuhi kekerasan dan paksaan. Kita harus berubah, dan itu harus dilakukan secara menyeluruh!" - suara dari seorang politisi yang diwawancarai di TV, halaman 19.

Kalian yang belum nonton, juga baca, tentunya penasaran, apakah benar film ini film dystopia? Ataukah kreatornya hanya memanfaatkan momentum saja mengingat dystopia sedang digandrungi akhir-akhir ini?

Kalau kalian tanya aku, maka jawabannya iya dan mungkin iya.

Tatanan pemerintahannya dan masyarakatnya berubah drastis. Masyarakatnya tidak seperti masyarakat Indonesia di masa kini, yang takut tapi sekaligus santai dalam menghadapi terorisme (di masa kini, saat ada teroris ada yang takut dan lari sejauh mungkin, ada yang menjajakan dagangannya, ada pula yang selfie bahkan memotret para terorisnya!), masyarakat di kisah ini benar-benar merasa ngeri dan terguncang dengan aksi teroris. Dan sama seperti kebanyakan masyarakat dunia, bila ada ledakan akibat bom kecurigaan mereka ditudingkan pada golongan tertentu. Golongan yang, dalam semesta kisah ini, pernah menjadi golongan mayoritas di Indonesia.

Sementara sistem pemerintahannya berubah dari republik yang menjunjung tinggi sila pertama menjadi republik yang liberal. Pancasila kehilangan satu silanya. Tapi bukan berarti agama dilarang. Setiap orang boleh memeluk agama apa saja, tapi kali ini negara tidak ikut turut campur mengurusinya. Agama benar-benar menjadi urusan pribadi masing-masing.

Kecuali tentu agama yang dicurigai.

Kekerasan dilarang. Aparat negara tidak boleh membalas kekerasan para penjahat dengan kekerasan. Kekerasan boleh dipakai asal terpaksa dan diusahakan seminimal mungkin. Senjata bagi aparat negara pun diatur. Tak ada lagi peluru tajam dari logam, yang diizinkan untuk digunakan hanyalah peluru karet.

"Ah, semua orang pasti ada harganya. Everybody is for sale! Everything is for sale. Even our live! Nyawa mereka semua ..." Big Boss menunjuk tubuh bergeming di lantai. "Nyawa mereka yang kamu habisi itu, kan kamu beli untuk pangkat dan jabatanmu! Untuk nama baikmu. Gajimu! Kelayakan hidupmu!

Seperti yang teman-teman tahu, atau yang sudah kusinggung di atas, tokoh utama kita ada tiga; Alif, Lam, dan Mim. Alif adalah seorang polisi yang idealis. Dia anti sogok dan tak mengenal ampun ketika berurusan dengan penjahat. Apapun alasan di balik kejahatan seseorang, bila bukti-bukti mengatakan seseorang itu salah, maka kemungkinan besar Alif akan menjebloskannya ke penjara!

Lam adalah seorang wartawan. Apapun yang ditulisnya adalah kebenaran. Dia hanya ingin semua orang tahu bahwa seperti inilah wajah dunia yang sebenarnya. Tapi gara-gara sikap brutally honest-nya, dia dan keluarganya mesti menghadapi ancaman dari orang yang punya kuasa.

Dan, Mim adalah salah satu guru (dan pengurus?) di sebuah sekolah asrama berbasis agama tertentu. Dia besar dan belajar di sekolah tersebut. Malah sebenarnya, dia dan Alif dan Lam besar dan belajar bersama di sekolah asrama tersebut, mereka adalah sahabat karib jauh sebelum peristiwa yang akhirnya mengubah wajah Indonesia terjadi.

Menjadi dewasa dan sebab lainnya membuat mereka menapaki jalannya masing-masing. Hingga sebuah kasus ledakan bom di sebuah kafe membuat mereka berkumpul lagi. Sebuah kasus yang membuat posisi sekolah asrama berbasis agama tempat Mim tinggal menjadi tersangka utama! Apakah benar sekolah asramanya menjadi tempat bom dirakit? Apakah benar guru besar pengemong sekolah asrama itu adalah otak dibalik pengeboman??

"Aneh ya, Mas. Katanya negara ini negara liberal. Memberu kebebasan dan kemerdekaan pada rakyatnya. Tapi mau bicara agama atau berpakaian kayak gini, dilarang ..." - halaman 70.

Aku hanya bisa bilang "Wow!". Kendati beberapa adegan di buku ini akan lebih wow lagi bila dilihat versi visualnya. Seperti adegan pembukanya. Di bayanganku, di dalam bentuk visualnya, setelah ledakan di kafe itu sebuah televisi mengisi seluruh layar, yang menayangkan banyak berita dari kerusuhan, pidato politikus, hingga pengumuman penggunaan peluru karet. Dan kendati aku menikmati cara penulisan kak Donna yang menaruh bagian-bagian Alif, Lam, dan Mim dalam urutan seperti nama mereka, guna membuat plot twist di klimaks dan ending semakin meledak membahana (?), aku merasa di filmnya adegan yang melibatkan Alif, Lam, Mim dibuat selang-seling. Menit ini, adegan di bab sekian part Alif, menit berikut part Lam, menit satu lagi part Alif lagi, lalu part Mim, part Lam, dan seterusnya. Soalnya, meski buku ini ditulis dalam beberapa part, timeline beberapa adegan tiga tokoh utama kita tersebut terjadi secara bersamaan.

Karakterisi jangan ditanya. Tiga tokoh utamanya karakternya sama kuatnya. Penamaan para tokohnya, termasuk antagonisnya, pun tampaknya juga diperhitungkan oleh para kreatornya. Pilihan kata yang diucapkan para tokohnya juga sangat quotable. Dan menggambarkan Indonesia di banyak zaman. Hanya satu saja yang tidak kumengerti. Aku tidak mengerti kenapa filmnya hanya mendapat slot tayang beberapa hari saja. Maksudku, memang film ini (penilaianku hanya dari versi adaptasi buku ini, seperti yang sudah kubilang sebelumnya aku belum sempat menonton film 3) idenya dan plot driven-nya kontroversial dan debatable, tapi isinya benar-benar bagus! Aku nyaris tak bisa meletakkan buku ini sebelum mencapai halaman terakhir. Buku ini juga bergizi (?) Tidak hanya menjual hiburan dan cerita yang thrilling, tapi banyak sekali materi yang bisa makanan bagi otak (baca: jadi bahan renungan. Jadi ya, agak disayangkan bila 3 Alif Lam ini tidak ditonton, atau dibaca untuk novelisasinya, banyak orang.

Bagaimana dengan kisah romansanya? Apakah ada?

Tentu saja. Dan porsinya, setidaknya di novelisasi ini, tidak menganggu alias pas. Dua tokoh utama kita digambarkan memiliki pasangan masing-masing, tapi punya Alif yang, seorang polisi, porsinya lebih besar. Hal ini karena kisah cintanya berpengaruh pada plotnya.

Posting ini diikutkan dalam Reading Challenge::
http://feedmebook.blogspot.com/2016/02/master-post-tantangan-membaca-seveneves.html
Kategori: Nomor 13 - Buku fantasi karya penulis Indonesia

Oogh my books
Kategori: Uncategoriez

Romance RC
Kategori: Men in Uniform

|

2 comments:

  1. Sama euy saya juga belum nonton filmnya. Dan memang beberapa bilang kalau film ini tuh bagus. Akhr-akhir ini terlalu banyak film bagus yang tidak tayang lama di bioskop. Mungkin pasar mutlak dimanjakan ketimbang mencerdaskan penonton, heheh :)

    Recent Post: [Buku] Where The Mountain Meets the Moon

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin. Mana portal berita akhir-akhir ini dibanjiri oleh berita-berita yang membuat negeri ini mengarah ke dystopia lagi :))

      Hapus

 

I'm part of...

Follower

Hey, Jun!