Life Traveler
Penulis: Windy Ariestanty
Penerbit: Gagasmedia
Cetakan: 2011
Tebal: X + 382 halaman
Stew Score: 3 of 5 Bowls
Icip-icip Life Traveler
Suatu ketika di sebuah perjalanan, Windy bertemu dengan seseorang.
“Kamu akan bepergian kemana?” Tanya orang itu sambil meletakkan secangkir teh hangat di meja Windy.
“Pulang,” jawab Windy singkat, tanpa
menolehkan kepalanya, mengamati landasan pacu yang kelihatan jelas dari
balik dinding-dinding kaca restoran tempat dia duduk malam itu.
“Pulang?” Ulang orang asing di depannya
itu. Keningnya berkerut. Dia tampak bingung. “Tapi kamu tidak seperti
orang yang sedang ingin pulang.”
Kemungkinan besar didorong oleh rasa
penasaran, dan mungkin juga oleh keinginan menegaskan bahwa memang dia
hendak pulang, Windy mengalihkan perhatiannya dari guratan pada
kaca–hasil perbuatan bulir-bulir hujan yang ingin menerjang masuk
restoran, memesan segelas cokelat panas (?). “Maaf, maksud anda apa ya?”
Apa maksud dari seorang asing tersebut?
Kira-kira kalimat apa yang akan meluncur dari bibirnya setelah Windy
mencurahkan seluruh perhatiannya padanya?
Lalu, apa maksud dari Life Traveler itu sendiri?
Kata Windy, kadang kita menemukan rumah justru di tempat yang dari rumah kita sendiri. Kenapa dia bisa bilang begitu?
Jelas semua pertanyaan tersebut akan terjawab dengan membaca buku Life Traveler yang memiliki tebal 392 halaman itu
Cita rasa Life Traveler
Life Traveler
adalah buku tentang perjalanan yang pertama aku baca. Seandainya saja
Stefanie Sugia tidak ikut serta dalam BBI 1st Giveaway, mungkin aku
tidak berkesempatan ikut “jalan-jalan” bersama Windy ke belahan dunia
yang lain.
Kita awali dengan baju buku ini.
Aku suka kombinasi warna dan gambar daunnya! Termasuk tata letaknya. Terutama peletakan daun warna-warni yang diletakkan di bagian bawah agak ke kanan dan endorsmemnt dari Dewi “Dee” Lestari yang diletakkan di atasnya. Sederhana namun tidak sampai mencolok mata.
Perlu kalian tahu juga, cover Life Traveler ini bolak-balik. Maksudnya, kalian masih akan menemukan beberapa gambar daun di sisi belakang (dalam) covernya.
Life Traveler memiliki dua sinopsis. Satu
dari cuplikan salah satu bab dalam perjalanannya. Satu lagi arti dari
sebuah perjalanan, yang menurutku merupakan pesan tersirat dari
pembuatan buku Life Traveler ini. (Kesan yang didapat pembaca setelah
membaca buku ini, Story Eater’s Note). Kenapa Windy melakukan hal itu?
Kenapa membeberkan inti dari pengalamannya secara gamblang pada
sinopsis?
Jawabannya, tentu saja, ada di dalam Life Traveler, hahah. Tepatnya terletak di endorsment by Valiant Budi, penulis Joker
Keunikan lainnya dapat kalian temukan
pada pembatas bukunya. Ukurannya mungil. Sekitar 1/3 pembatas buku pada
umumnya, tapi badannya sedikit lebih lebar. Dan, ini dia yang paling aku
suka–dan bagi mereka yang suka sekali dengan gambaran tangan, di balik
tulisan judul bukunya, Life Traveler, dan gambar daun yang sama seperti
di cover, ada semacam ilustrasi boarding pass.
Selain foto-foto bidikan Windy, dan
teman-temannya, yang keren-keren, Life Traveler juga “dipersenjatai”
dengan ilustrasi yang tak kalah memanjakan mata dan membantu imajinasi
kita saat “dalam perjalanan” bersama Windy ini.
Aku sendiri punya foto dan ilustrasi favorit. Tapi aku tidak akan memberitahukan yang mana
Terus kenapa kamu bilang, Jun? (–”)7
Novel aja ada fillernya, masa review nggak boleh ada fillernya? =))
Hnnn (?_?) Oke, daritadi memuja-muji gambar dan ilustrasinya, bagaimana dengan isinya? Ada typo-kah?
Tentu saja ada. Total typo yang aku
temukan ada 17. Termasuk di dalamnya: dua kali kata dobel dan tiga kali
salah sebut nama (dua nama agen perjalanan, dan satu nama lokasi). Aku
juga menemukan dua kata yang, menurutku, kurang pas. Dan dua kata yang,
lagi-lagi menurutku, tampaknya lupa diketikkan.
Oh iya, di halaman 69 buku Life Traveler
ini, ada kalimat yang belum selesai. Meski kita bisa menebak kata
selanjutnya, tapi tentu saja ini salah satu kelupaan yang fatal. Atau…
mungkin saja karena kemampuan bahasa Inggris-ku yang masih seperti
goyangan Anisa Bahar sehingga membuatku merasa salah satu kalimat di
halaman 69 itu kurang? Bisa jadi juga.
Ada beberapa kata yang susah kupahami dan
butuh berulang-ulang membacanya. Bahkan hingga aku menyelesaikan Life
Traveler, beberapa diantaranya masih belum kumengerti.
Btw, dari semua perjalanan Windy di Life Traveler, mana yang paling kamu suka, Jun?
Hnn, susah itu dijawabnya. Aku merasa iri
ketika dia berada di Frankfurt. Aku merasa ingin bersamanya ketika dia
dalam perjalanan kembali setelah “curi-curi waktu” di Praha. Aku juga
ingin bertemu dan ngobrol bersama Marjolein seperti Windy ketika dia
berada di Paris. Jadi, coba tebak, mana yang jadi favoritku?
Jelas banget, semua yang kamu sebutkan itu (?_?)
Hahah.
Oh iya, satu lagi, ada dua kisah
perjalanan yang bukan dari Windy. Masing-masing dari Yunika dan
Dominique, dua sahabat Windy. Dan tahu tidak, aku mengenal nama Yunika
terlebih dahulu sebelum Windy lewat lagunya yang berjudul–apalagi kalau
bukan–Inginku (Bukan Hanya Jadi Temanmu).
Seperti yang aku bilang saat mengawali
citarasa Life Traveler, Life Traveler adalah buku perjalanan pertama
yang aku baca. Jelas Life Traveler bukan buku panduan wisata. Namun
justru sisi personal buku ini yang, menurutku, sangat mempengaruhi
pembaca, termasuk diriku, untuk melakukan perjalanan wisata. Tidak hanya
jalan-jalan dan memandang sisi lain dunia, tapi juga berteman dengan
banyak orang dari belahan bumi yang lain.
Pernah nonton film Mr Bean’s Holiday? Mr
Bean mendapat hadiah liburan, tapi karena sebuah kejadian, dia malah
kehilangan beberapa hal, tapi dia mendapatkan banyak hal baru sebagai
gantinya. Tempat tujuan memang penting, tapi ada yang lebih penting
lagi: perjalanannya dan orang-orang yang ditemui selama perjalanan.
Itu juga yang ingin disampaikan Windy dalam bukunya, Life Traveler.
Kita jelas akan senang ketika mencapai tujuan, tapi kita akan lebih
senang lagi, ketika mencapai tujuan tersebut kita berbagi kesenangan
dengan seorang, atau lebih, teman. Bukan sekedar teman, tapi sahabat
atau saudara. Dimana kita bisa mengekspresikan diri kita apa adanya.
Tanpa mempertanyakan asal dan kebangsaan kita.
“Betapa beruntungnya Windy! Bisa
jalan-jalan sekaligus mendapat teman baru.” Aku tidak bisa mencegah
kalimat itu meluncur setelah kelar membaca kisah perjalanannya.
Oh, dan satu lagi hal yang membuatku
penasaran setelah menutup buku ini, apa arti angka 13 di setiap
menjelang akhir bab–sebelum pembaca Life Traveler disuguhi Traveler’s
Notes, penjelasan/info singkat, tips dan trik?
0 comments:
Posting Komentar