Frankenstein
Penulis: Mary Shelley
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 312 halaman
Stew Score: 5 of 5 Bowls
Icip-icip Frankenstein
Dalam pelayarannya ke kutub utara, saat
kapalnya terkurung es, kapten Robert Walton dikejutkan oleh kehadiran
seorang lelaki eropa yang nyaris tenggelam di lautan bila tidak segera
ditolong oleh anak buahnya. Tapi Walton jauh lebih terkejut lagi ketika
lelaki itu, yang tampak menyedihkan dan kelelahan, mulai bercerita
mengenai keberadaannya di lautan kutub utara dan kisah di balik
keberadaannya.
Lelaki itu bernama Viktor Frankenstein.
Dia seorang yang selalu ingin tahu, sangat teramat kritis, bahkan dia
mempertanyakan darimana nyawa setiap makhluk hidup berasal. Rasa hausnya
akan ilmu pengetahuan, sifat kritisnya pada banyak hal, membuat
Frankenstein menggapai sesuatu yang belum dicapai oleh manusia lainnya:
membuat manusia, bahkan dia juga mengaku mampu menghidupkan kembali
manusia yang telah mati.
Berbulan-bulan Frankenstein mengurung
diri di apartemennya mengerjakan proyeknya. Membuat jaringan sel, otot,
dan pembuluh darah yang sangat rumit. Meneliti tubuh-tubuh mati–untuk
mengetahui rahasia kehidupan dia harus mengetahui rahasia kematian.
Apakah dia berhasil?
Ya, dia berhasil. Tapi….
Tapi apa?
Makhluk itu jauh dari perkiraan
Frankenstein. Makhluk itu sangat buruk. Frankenstein meninggalkan
apartemennya, menjauhi makhluk ciptaannya, tepat di saat makhluk itu
merasakan hidup mengalir di pembuluh darahnya untuk pertama kalinyanya.
Seburuk apa wajah makhluk ciptaan
Frankestein tersebut? Bagaimana reaksinya mengetahui bahwa rupanya yang
buruk akan membuat orang-orang, termasuk penciptanya, membencinya dan
menjauhinya? Marah-kah dia? Lalu bagaimanakah dia mengekspresikan
kemarahannya? Bagaimana pula dia belajar memahami apa-apa saja yang
ditemuinya di sekitarnya? Temukan semua jawabannya di novel setebal 312
halaman ini.
Cita rasa Frankenstein
Awalnya, aku mengira Frankenstein adalah
orang yang baik. Dari beberapa film yang aku tonton yang melibatkan
sosoknya. Misalnya saja, film Van Helsing. Dia memang orang baik. Tapi
tidak sebaik di film. Seperti yang teman-teman baca di paragraf-paragraf
terakhir icip-icip review ini, jangannya menyayangi makhluk ciptaannya
sendiri, dia bahkan mencampakannya di hari pertama makhluk ciptaannya
itu hidup!
Gaya penceritaan di buku ini juga sangat
unik. Menggunakan surat, sudut pandang pertama (berganti lima kali–dari
kapten Walton, Frankenstein, makhluk ciptaannya, kembali ke
Frankenstein, lalu balik lagi ke Walton, tapi tidak sampai membingungkan
pembaca), minim dialog, lebih banyak narasi.
Meski menggunakan banyak narasi,
Frankenstein sama sekali bukan buku yang membosankan. Memang dasar
pembuatan makhluk itu adalah ilmu pengetahuan alam. Tapi ilmu tersebut
tidak dibahas terlalu mendalam. Kita hanya sedikit menjumpai
istilah-istilah ilmiah di dalamnya. Frankenstein sendiri tidak membuka
rahasia bagaimana dia bisa… Membuat manusia.
Bukan rahasia lagi beberapa manusia
berhasrat ingin menyamai Penciptanya. Terbukti dari beberapa negara maju
yang menciptakan robot. Robot yang nyaris sama dengan manusia itu
sendiri.
Lalu, apakah makhluk ciptaan Frankenstein sama seperti robot-robot di masa kini?
Lebih dari robot-robot kalau aku bilang.
Karena dia dilengkapi oleh otak, yang bisa digunakannya berpikir, dan…
Hati, yang bisa digunakannya untuk menawar racun dalam tubuhnya merasa.
Aku paling suka ketika sudut pandang
beralih pada makhluk ciptaan Frankenstein (makhluk ini tidak memiliki
nama). Dia sebenarnya berhati baik, berbanding terbalik dengan mukanya.
Namun, penolakan penciptanya, juga orang-orang baik yang selama ini
ditolongnya secara diam-diam mengusirnya, menumbuhkan dendam di hatinya.
Dia tahu cara kerja hati, karena hatinya
sering merasa sakit. Rasa sakit yang melebihi gigitan badai salju,
melebihi sengatan matahari. Sehingga dia membalaskan dendamnya pada
penciptanya dengan menyerang hatinya: membunuh orang-orang yang
dikasihaninya.
Apa dia makhluk yang kejam?
Aku rasa… Dia adalah orang yang salah dipahami.
Tapi kenapa dia membunuh?
Soal itu… Mending kamu baca sendiri bukunya
Lalu, bagaimana kisah ini berakhir? Apakah Frankenstein tidak marah keluarga dan sahabatnya dibunuh oleh makhluk ciptaannya?
Tentu saja Frankenstein marah. Dia juga berniat membalas dendam. Tapi hingga akhir hayatnya, niat itu…
Niat itu… Apa? Lalu bagaimana makhluk ciptaan Frankenstein itu binasa?
Lebih baik kamu mencaritahunya dengan membaca bukunya
Banyak quote yang aku suka (dari quote
yang soal “kenapa manusia memiliki hati”, soal “orang yang
berpendidikan”, mengenai ambisi, cita-cita, impian, hingga harapan, dan
masih banyak lagi). Tidak heran buku bercover sederhana ini–edisi cover
Gramedia tahun 2009: warna hitam yang berkuasa, tulisan judul
Frankenstein dan nama pengarang berwarna merah yang menunjukkan
kekelaman kisahnya. Tidak ada gambar yang menghiasi, kecuali stempel
lilin yang “dihantamkan” di pojok kiri bawah (menurut info yang aku
dapat, stempel lilin adalah tanda bahwa buku itu dijamin bagus.
Terjemahannya oke dan bersih dari typo. Tambahan dari sobat
di twitter, cap ini menandai bahwa buku tersebut masuk kategori buku
klasik)–menjadi salah satu buku yang kuat. Maksudku, bahkan hingga kini
tokoh Frankenstein masih dikenang berabad-abad sejak pertama kali
dikenalkan.
Aku bahkan membayangkan, dulu di awal
penerbitannya, buku ini sempat jadi kontroversi. Maksudku, buku ini
“memreteli” hakikat kehidupan dan manusia, pasti ada pihak-pihak yang
merasa buku ini lumayan “lancang”. Ini sih hanya dugaanku. Sementara ini
aku belum punya waktu untuk mencaritahu sejarah terbitnya, heheh.
Karena itulah, lima mangkuk semur aku anugerahkan untuk Frankenstein.
0 comments:
Posting Komentar