Icip-icip Negeri 5 Menara
Alif Fikri lahir di pinggir Danau
Maninjau dan belum pernah menginjak tanah di luar ranah Minangkabau.
Lulus dari MTs (Madrasah Tsanawiyah–setara dengan SMP), Alif ingin
melanjutkan pendidikannya ke SMA, bersama-sama dengan Randai,
sahabatnya. Tapi emaknya beringinan lain. Dia ingin anaknya melanjutkan
ke MA (Madrasah Aliyah), sekolah setara dengan SMA yang menonjolkan ilmu
agama Islamnya.
Karena perbedaan pendapat itu, Alif
terpaksa naik bus tiga hari tiga malam melintasi punggung Sumatera dan
Jawa menuju sebuah desa di pelosok Jawa Timur. Menimba ilmu di Pondok
Madani (PM).
Di kelas hari pertamanya di PM, Alif
terkesima dengan “mantera” sakti man jadda wa jada. Siapa yang
bersungguh-sungguh pasti sukses. Dia terheran-heran mendengar komentator
sepakbola berbahasa Arab, anak mengigau dalam bahasa Inggris, dan
terkesan melihat pondoknya setiap pagi seperti melayang di udara.
Dikarenakan hukuman jewer berantai, Alif
mendapat sahabat-sahabat baru, Raja dari Medan, Said dari Surabaya,
Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung dan Baso dari Gowa. Di bawah
menara masjid yang menjulang, mereka menunggu Maghrib sambil menatap
awan lembayung berarak pulang ke ufuk. Di mata belia mereka, awan-awan
itu menjelma menjadi negara dan benua impian masing-masing. Kemana
impian membawa mereka? Untuk lebih tahu lagi, baiknya kalian segera
membaca Negeri 5 Menara
Setelah mengunyah Negeri 5 Menara
Akhirnya bisa membaca kisah dari Alif
Fikri yang sedang booming. Seringnya dibicarakan, hingga akhirnya akan
dibikin film tahun ini, membuatku penasaran dengan novel Negeri 5 Menara ini. Apa yang membuat orang-orang menyukai karya Ahmad Fuadi ini? Apa benar Negeri 5 Menara novel yang bisa membangkitkan semangat seperti yang digadang-gadangkan orang-orang yang pernah membacanya?
Tapi ternyata, tidak berlebihan mereka
mengatakan itu. Novel yang rencananya dibikin trilogi ini dalam beberapa
kisah yang dituturkan memang memberikan suntikan semangat pada
pembacanya.
Awalnya aku mengira bahasa yang akan
digunakan Ahmad Fuadi akan tinggi layaknya pada novel-novel bergenre
literature-fiction, tapi ternyata tidak. Bahasanya ringan. Layaknya
novel-novel young-adult. Mungkin karena tokoh utamanya, Alif Fikri,
masih SMA. Aku tak tahu efeknya pada pembaca yang lain, tapi entah
bagaimana, Ahmad Fuadi bisa membuatku iri pada Alif yang bersekolah di
Pondok Madani. Sekolah yang begitu terlihat… Nyaris sempurna.
Tak ada gading yang tak retak, begitu
pula dengan Negeri 5 Menara. Ada beberapa hal di novel Negeri 5 Menara
yang menurutku terasa sedikit mengganggu.
Ada beberapa kata yang diulang. Ada
istilah yang tak aku mengerti. Ada penggunaan kata “aku” dan “saya”
dalam satu kalimat yang dilontarkan oleh Said. Kata Cordova yang di
penyebutan selanjutnya berubah menjadi Cordoba. Meski sebenarnya tak
merubah arti. Pepatah Kiai Rais yang terkenal, di awal menggunakan kata
“paku dan rambutan” belakangan berubah menjadi “mengkudu dan durian.”
Dan ini yang menurutku gangguan vital di
novel Negeri 5 Menara. Mengenai waktu pendidikan di PM. Di dalam novel
Negeri 5 Menara dijelaskan, kelas tertinggi adalah kelas 6 tapi kenapa
disebut juga butuh waktu 4 tahun untuk lulus? Bila benar butuh waktu 4
untuk lulus, berarti setiap anak menempuh satu kelas dalam waktu sekitar
8 bulan. 8 (bulan) x 6 (kelas) = 48 bulan = 4 tahun.
Percakapan antara Raja dan Said yang
mengukuhkan hal ini. Mengenai Said yang akan menikahi seseorang setelah
lulus dari PM. Dan Raja menimpali, “Alah, masih tiga tahun lagi kok disebut-disebut.”
Tiga tahun disini sebagai pembulatan. Dan pembicaraan ini berlangsung
setelah liburan semester pertama mereka. Tidak hanya itu saja. Ketika
Randai duduk di kelas 3 SMA, Alif masih duduk di kelas 5. Dan dia
mengatakan masih satu tahun lagi sebelum dia lulus.
Karena masalah yang aku sebutkan diatas
itu maka aku tidak bisa memberi score sempurna. untuk Negeri 5 Menara
Masalah waktu sangat vital bagiku. Apalagi Ahmad Fuadi tidak menjelaskan
berapa waktu bagi seorang santri (siswa) untuk menempuh satu tahun
pendidikan di Pondok Madani. Apa benar 8 bulan seperti perhitunganku?
Atau 12 bulan seperti perhitungan kalender masehi?
Terlepas dari itu semua, novel Negeri 5 Menara ini sangat inspiratif. Dan membuatku tak sabar untuk segera memakan Ranah 3 Warna (Sekuel Negeri 5 Menara). Tapi ada satu kendalanya, aku belum punya novel itu, hahah.
Oh iya, kalian pasti penasaran,
sebenarnya apa sih arti dari 5 menara? Apa 5 menara dari 5 negara yang
tercetak di cover buku ini? Atau sesuatu yang lain? Lebih baik kalian
temukan jawabannya sendiri dengan membaca bukunya
Judul: Negeri 5 Menara
Penulis: Ahmad Fuadi
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 432 halaman
Cetakan: 2011
Stew Score: 4 of 5 bowls
0 comments:
Posting Komentar