Boy Meets Boy
Penulis: David Levithan
Penerbit: Alfred A. Knopf
Tebal: 178 halaman
Stew Score: Yummy!
Icip-icip Boy Meets Boy
Saat bertemu dengan Noah di toko buku,
Paul tahu dia merasakan getaran di dalam dirinya. Dan saat Paul tahu
Noah adalah murid baru di sekolahnya, dia berharap semoga dia bisa
mengenal lebih jauh cowok itu.
Keinginan Paul terkabul, mereka jadi dekat. Noah bahkan mengenalkan dirinya pada orangtua Paul. Mereka resmi pacaran.
Hanya saja, Kyle, mantan Paul, tiba-tiba
merubah sikapnya. Yang dulunya antipati dengan Paul malah… dia terlihat
sangat rapuh. Di suatu pagi, Kyle mengajak Paul bicara. Berdua saja. Di
tempat yang sepi. [Ini kenapa menjurus banget ya kesannya? ]
Sebenarnya Paul hanya bermaksud menghibur Kyle. Tapi tampaknya dia terbawa suasana hingga… dia mencium Kyle!
Sepulang sekolah, Paul menemukan catatan dari Noah di tasnya yang menyiratkan dia tahu apa yang dilakukan Paul.
Kesalahpahaman terjadi ketika Paul
menjelaskannya pada Noah. Noah yang punya masa lalu dengan
ketidaksetiaan jelas langsung menjauhi Paul. Dia tidak ingin hatinya
sakit untuk kedua kalinya. Dia mau Paul mulai saat itu jauh-jauh
darinya.
Paul ingin Noah kembali padanya. Dia ingin Noah percaya lagi padanya. Dia ingin Noah menjadi kekasihnya lagi.
Akankah dia berhasil? Akahkah Noah akhirnya memaafkan Paul? Ataukah Paul malah kembali ke pelukan Kyle?
Citarasa Boy Meets Boy
Akhirnya… bisa baca bukunya David Levithan! Jelas-lah seneng. Rasa penasaran yang mencengkeram akhirnya terlepas juga.
Pertama kali aku tahu soal David
Levithan adalah namanya ada di lembar ucapan terima kasih Suzanne
Collins di Mockingjay. Kedua kali, aku menemukannya, lagi-lagi, di
lembar ucapan terima kasih Brian Selznick di Invention of Hugo Cabret.
Ketiga, aku membaca namanya di timeline twitter–kalau tidak salah mbak
@Hetih yang mentwitnya, dan dia di dalam twitnya mengatakan tiga buku
yang ditulis David Levithan… Bagus dan (kalau nggak salah) jadi
favoritnya.
Berbekal tiga “pertanda” itu, aku mencari tiga buku yang ditulis David Levithan. Tapi aku baru menemukan dua diantaranya: Boy Meets Boy dan Will Grayson, Will Grayson (David duet sama John Green).
Meski telah menemukannya akhir bulan
Juli kemarin, tidak serta-merta aku membacanya. Masih banyak antrian
yang mesti dibaca hingga… Aku mendapat pertanda untuk segera membaca
buku ini akhir bulan Agustus kemarin.
Karena porsinya (baca: jumlah halaman) sedikit, aku hanya butuh kurang dari 2 hari mengunyahnya.
Sebenarnya Boy Meets Boy ini
cerita cinta biasa, menurutku. Cowok ini ketemu cowok itu di suatu
tempat. Kenalan. Timbul getaran. Ingin mengenal lebih jauh. Bimbang,
apakah dia pasangan yang tepat. Tipikal kisah cinta pada umumnya. Yang
membuatnya luar biasa adalah setting tempat dan para karakternya.
Setting tempatnya menyerupai utopia.
Paul hidup di kota dimana penduduknya menerima apapun kondisi penduduk
lainnya–yah, setidaknya aku belum nemu ada tempat seperti itu, keunikan
biasanya dipandang sebelah mata. Di sekolahnya juga, para siswa bebas
mengekpresikan apa adanya dirinya. Wih, kalau ada sekolah kayak gitu,
mungkin sekolah itu bisa jadi saingannya Hogwarts. Bila Hogwarts penuh
oleh sihir, maka sekolah di Boy Meets Boy ini penuh oleh siswa yang (kayaknya malah semuanya) tidak mempertanyakan apa orientasi seks siswa lainnya.
Tidak itu saja. Cheerleadersnya juga… Ajaib! Mereka nge-cheers sambil menggunakan Harley!
Lalu karakternya. Selain Paul, yang jadi
tokoh utama dan sang narator, ada banyak sekali karakter yang memiliki
“sesuatu” yang memukau. Yang pertama adalah Tony, sahabat dekat Paul.
Dia gambaran cowok gay pada umumnya: berusaha menyembunyikannya. Tampak
tidak menarik? Apa aku sudah menyebutkan kalau dia berasal dari keluarga
yang taat agama? Nah, kalau belum tahu kalian sudah tahu sekarang,
heheh. Kebayang dong betapa galaunya kalau jadi Tony? Saat orangtuanya
belum tahu soal keunikannya, dia dilarang keras bersentuhan dengan lawan
jenis. Tapi setelah tahu… Kalian bisa menebaknya
Kedua adalah Daryl atau yang lebih
dikenal dengan Infinite Darlene. Dia adalah pemain sepak bola yang juga
merangkap sebagai Homecoming Queen (ya, Queen, bukan King. Nggak salah
lagi, dia memang queer). Meski dia queer, ada rekan satu timnya yang
naksir berat padanya.
Terus ada Kyle, mantan Paul. Cowok dan
cewek yang suka hal romantis pasti bakal suka dengannya. Awalnya memang
dia digambarin antagonis karena menyebar fitnah pada Paul. Tapi
alasannya melakukannya bisa dibilang sangat masuk akal: dia bingung
dengan apa yang dirasakannya. Di sis lain, dia suka pada Paul, di sisi
satunya dia masih suka pada cewek. Lalu, setelah melihat romantisme bibi
dan pamannya… Dia berubah jadi sosok yang sangat romantis. Dia jadi tak
bingung lagi dan memutuskan mencintai Paul seutuhnya (aw, aw, aw ).
Karakter lainnya, biasa saja. Noah yang
pemuja kesetiaan, Claudia (adik Noah) yang suka bertengkar dengan Noah
tapi sayang banget dengan kakaknya, Joni (ini cewek, sahabat Paul dan
Tony) yang merasa salah dipahami hanya karena suka dengan seorang “bekas
temannya” dan yang lainnya. Mungkin yang satu strip diatas biasa adalah
keluarga Paul: Ayah, ibu dan kakak laki-lakinya yang tidak
mempermasalahkan keunikan Paul dan sangat welcome dengan
pacar(-pacar)nya.
Apa, aku belum cerita soal si Paul?
Well, dia punya Good Sense of Self. Terjemahkan sendiri, ya
Bilang aja kamu nggak tahu terjemahannya, Jun ?(_)
Aku tahu kok. Mau kamu percaya atau enggak, itu sih urusanmu *melipir *ceritanya langsung ngambek.
Boy Meets Boy,
untuk novel debut David Levithan meraih prestasi yang cukup luar biasa:
mendapatkan penghargaan. Dan aku rasa itu pantas. Boy Meets Boy tidak
bercerita soal cinta antara dua cowok yang bertemu di toko buku saja,
tapi juga mengajarkan bahwa… Lebih baik kalian membacanya sendiri,
hahah. Aku tidak ingin kalian kenyang oleh sop iler, tapi ingin
menerbitkan rasa lapar (baca: penasaran) kalian
. Agak heran Boy Meets Boy tidak menyusul Luna-nya Julie Ann Peters,
yakni diterjemahkan. Atau mungkin sudah diterjemahkan tapi aku tidak
tahu?
0 comments:
Posting Komentar