The Lost Symbol [Dan Brown]

The Lost Symbol

Penulis: Dan Brown

Penerbit: Bentang

Tebal: 712 halaman

Stew Score: Yummy!

Icip-icip The Lost Symbol

Pagi itu Robert Langdon mendapatkan undangan tak terduga dari kawan lamanya, Peter Solomon, untuk menggantikan seorang penceramah yang hari itu mendadak sakit.

Merasa terhormat, dan tidak enak untuk menolak tawaran sahabatnya, Landon pun berangkat ke National Statuary Hall–dengan dijemput.

Hanya saja, sebelum dia sempat berceramah mengenai simbolisme dalam arsitektur ibukota Amerika Serikat, yang menyerempet sejarah Masonik (berhubungan dengan Free Mason?) Bangunan di Washington D.C., kejadian yang luar biasa… Mengerikan terjadi. Di tengah-tengah bangunan berdiri sepotong sesuatu yang aneh. Ditemukan oleh bocah lelaki yang langsung berteriak dan menangis.

Langdon mendekati sesuatu yang ditemukan oleh bocah itu. Dia menemukan tangan yang termutilasi milik Peter Solomon.

Apa yang terjadi pada Peter Solomon? Petualangan apalagi yang dialami Robert Langdon kali ini di The Lost Symbol?
Citarasa The Lost Symbol

Sebenarnya sudah lama sekali aku ingin membaca buku The Lost Symbol ini. Tapi aku menunda membacanya karena buku bahasa Indonesia dalam lemari makananku (baca: timbunanku) bisa dibilang sangat langka.

Semenjak membaca The Mediator dalam bahasa Inggris dan tidak mengalami kesulitan (baca: tidak banyak membuka kamus), daftar to-readku buku-buku engress di Goodreads meningkat dratis.

Oke, cukup OOT-nya.

Kata banyak orang, yang sudah membacanya, The Lost Symbol buku yang mengecewakan dari seri Robert Langdon. Aku… Harus setuju dengan mereka, oleh karena itu aku terpaksa harus menurunkan scorenya satu tingkat.

Bukan karena aku ikut-ikutan. Aku bahkan tidak tahu kenapa mereka kecewa dengan The Lost Symbol. Menurutku buku itu bagus. Fakta yang dijabarkan penulisnya tetap memukau. Masih sering membuatku terpana. Tapi yang jadi masalah justru bagian fiksinya. Aku merasa thriller yang telah ada sejak buku sebelumnya, Angel and Demon dan The Da Vinci Code, menguap hilang.

Aku kurang bisa memahami kegentingan yang dibangun oleh para tokoh di The Lost Symbol. Entah memang Om Brown sengaja membuatnya gitu atau tidak. Yang jelas, menurutku thriller di Digital Fortress masih lebih bagus dari The Lost Symbol. Karena Digital Fortress tidak sampai membuatku ketiduran seperti The Lost Symbol ini.

Dan… Diantara seri Robert Langdon ini, The Lost Symbol tidak memberikan banyak kejutan–kecuali dari sisi sejarahnya, yang tentu saja jadi daya tarik utamanya. Meski Om Brown mencoba “membingungkan” pembacanya, tidak sulit sama sekali (bagiku) menebak identitas sebenarnya sang tokoh antagonisnya.

Dan ada satu lagi yang membedakan The Lost Symbol dibandingkan dua prekuelnya. Bila di prekuelnya penulis seolah berada diantara “pihak yang berseteru”, tidak condong ke salah satu kubu. Di buku ini, aku merasa seolah penulisnya “membela” Free Mason.

Dan soal penerjemahannya, kenapa kata Free dari Free Mason diterjemahkan? Aku merasa ada yang aneh ketika membacanya. Maksudku itu nama organisasi, atau paham, atau apapun sebutan kalian. Bukankah seharusnya tidak dialihbahasakan?

Terlepas dari itu semua, seperti yang aku bilang di atas, serial Robert Langdon tetap sebuah karya yang bagus dan cocok untuk menemani waktu senggang kalian. Apalagi fakta sejarah yang dipaparkan oleh penulisnya. Meski jumlahnya bejibun, tapi kandungan karbohidratnya tidak sampai bikin “gemuk”, karena disajikan secara bertahap.

P. S. Ada sedikit tentang “Star Wars” di buku ini.

3 comments:

  1. Aku sampe ngantuk dan memutuskan untuk meminjamkan buku ini ke temenku sebelum selesai kubaca. Hoaamm.. Hoamm. XD

    BalasHapus
  2. Pengen baca ini :D Penasaran karena udah pernah melahap The Da Vinci Code di masa di mana buku bukanlah hal yang aku inginkan :)) Pas baca buku itu aku masih ogah-ogahan baca buku. Jadi bisa selesai itu termasuk sebuah pencapaian yang patut dibanggakan.
    Tapi malah jadi ragu ._.

    BalasHapus

 

I'm part of...

Follower

Hey, Jun!