A Girl who Loves A Ghost by Alexia Chen

Kalimat A Girl who Loves A Ghost
Sebuah peluru berdesing melewati telingaku.

Sececap A Girl who Loves A Ghost

Aleeta punya kebiasaan yang unik: mendoakan orang yang (tak sengaja diketahuinya) sudah meninggal. Dan berkat kebiasaannya itu dia bertemu Yuto. Hantu tampan korban pembunuhan.

Semenjak hari itu hidup Aleeta, yang nyaris biasa-biasa saja, berubah. Dia mengejar sekaligus dikejar. Dia mencari sekaligus dicari. Dia bersama seseorang yang sudah mati sekaligus kematiannya diidam-idamkan oleh orang lain.

Tapi itu bukan yang terburuk. Yang terburuk dari semuanya adalah ... Dia jatuh cinta pada si hantu.


Citarasa A Girl who Loves A Ghost

Kekuatan novel tebal ini ada pada gaya bercerita penulisnya: enak, mudah dipahami, dan mengalir. Tanpa itu aku mungkin tidak akan sanggup menyelesaikan novel berjudul panjang ini.

Beuh, baru awal-awal roman-romannya sudah tidak enak nih .__.

Sebelum masuk bahasan citarasanya, aku ingin bercerita sedikit mengenai bagaimana aku mendapatkan novel tebal bernuansa biru ini.

Beberapa bulan yang lalu, Penggemar Novel Fantasi Indonesia (PNFI), sebuah organisasi nirlaba tempat kongkow-kongkow para penggemar novel-novel bergenre fantasi (dan turunannya), mengadakan lomba 'Membuat Cover Tandingan A Girl who Loves A Ghost' (aku bukan yang mengusulkan nama tantangannya? XD ). Lomba itu diadakan di fesbuk dan di twitter (@portalfantasi). Aku ikut yang di twitter, karena proses peunggahan gambarnya lebih simple. Dan ini dia tweetku, yang kemudian hari, terpilih menjadi salah satu pemenangnya: #bacatahmid


Saatnya masuk ke citarasa.

Ketika membatja judulnya, juga sinopsisnya di punggung buku, aku sudah siap-siap membaca novel romansa. Tapi, begitu aku mencecap prolog-nya ... Pikiran yang ter-set 'romansa' berubah haluan jadi 'thriller'.

Tidak ada masalah. Aku tidak kecewa, setjara ini bukan pertama kalinya aku membatja buku dengan tokoh utama jatuh cinta pada hantu. Tidak terlalu antusias juga, karena pasti modelnya sama kayak di beberapa film bertema sama yang aku tonton: ketemu hantu, membantu hantu, nyawa ikut terancam.

Dan memang demikianlah A Girl who Loves A Ghost ini. Aleeta bertemu dengan Yuto. Yuto punya masalah yang belum selesai, dan karena hanya Aleeta yang 'berkesempatan' melihat dan mendengarnya setjara ekslusif, maka hanya dia saja yang dapat membantunya. Tentu saja, semuanya tidak berjalan mulus. Ada seseorang yang merasa terancam dengan gerak-gerik Aleeta yang mencurigakan. Dan sementara si penolong dan yang ditolong berinteraksi, timbul benih-benih cinta di antara.

Karena tak ada lagi hal baru di bawah pancaran sinar mentari, jadi itu bukan masalah. Yang jadi perhatianku, bagaimana kak Alexia mengolah cerita yang sudah biasa itu menjadi sesuatu yang enak dibatja? Dan menurutku kak Alexia berhasil. Selama 3/4 buku. 1/4-nya nyaris aku drop gara-gara aku tidak tahan dengan sikap kedua tokoh utamanya.

Sikap Aleeta yang masih labil, dan sikap Yuto yang jutek (yang Yuto ini masih bisa dimaklumi), bagiku, cukup mengganggu. Juga fakta bahwa petualangan mereka selalu mulus, begitu mudah, dan hanya membutuhkan waktu yang teramat singkat. Tapi untungnya, penggambaran aksi dan petualangan mereka bikin berdebar-debar. Aksinya terasa nyata sampai-sampai aku merasa berada bersama mereka!

Sayang, klimaks thriller-nya kurang nendang. Setelah berlari-lari kesana-kemari, nyawa terancam melayang, akhirnya ... Kok cuma gitu doang? Nggak jelek, tapi aku yakin bisa dibikin lebih bagus lagi.

Dan itulah ending dari 3/4 bukunya.

Ketika memasuki 1/4 ke belakang, suasananya berubah. Dan di sinilah penjelmaan judul bukunya. Aku tidak masalah dengan romansa, aku suka interaksi dan cinta yang tumbuh di antara Aleeta dan Yuto sepanjang petualangan mereka. Tapi romansa di 1/4 ini berubah jadi ... Terlalu berlebihan. Penceritaannya menjadi bertele-tele, Aleeta semakin menyebalkan, Yuto juga sama. Mereka mengulang-ulang perbincangan yang makna artinya sama. Aku sempat nyaris drop di sini tapi karena gaya penceritaannya enak dikunyah, dan karena sudah kepalang tanggung, aku memaksa diriku menyelesaikannya.

Dan mendapati ending yang meneriakkan ide untuk sekuelnya. Ternyata Aleeta itu ... *batja sendiri untuk mengetahuinya, hahah*

Secara keseluruhan, A Girl Who Loves A Ghost nyaris lumayan. Kekuatan utama novel tebal (yang aku rasa bisa dipangkas halamannya, terutama 1/4 halaman ke belakang xP ) ini ada di gaya penceritaan penulis. Oh, dan mungkin fakta bahwa tokoh utama ceweknya adalah blasteran Amerika-Indonesia-China. Fakta itu menarik karena memberi sesuatu yang segar, bahkan lutju, seperti reaksi para tokoh lain yang memperlakukannya bak seorang turis.

Selama membatjanya, aku berandai-andai, gimana jadinya kalau kak Alexia membuat Aleeta tak jago bahasa Inggris, meski dia blasteran Amerika? Aku rasa hal itu akan membuat novel ini semakin semarak :))

A Girl Who Loves A Ghost

Penulis: Alexia Chen
Penerbit: Javanica
Tahun terbit: 2014
Tebal: 552 halaman
Genre: Supernatural - Adventure - Thriller - Romance - Fantasi
Stew Score: Sugar Free!
Target: Young Adult (16 tahun ke atas!)

Posting ini diikutkan dalam Reading Challenge::

Kategori: Support Local Author

https://perpuskecil.wordpress.com/2015/01/15/lucky-no-15-reading-challenge/
Kategori: Freebie Time

| |

0 comments:

Posting Komentar

 

I'm part of...

Follower

Hey, Jun!