Shimmer [Alyson Noel]


 

Shimmer

Penulis: Alyson Noel
Seri: Riley Bloom #2
Penerbit: Noura Books dan Mizan Fantasy
Tebal: VIII + 168 halaman
Bahasa: Indonesia
Judul terjemahan: Kilau
Genre: Fantasy, Supernatural, Young-adult
Stew Score: Almost Sweet!

Icip-icip Shimmer

Riley dan Buttercup berhasil menyelesaikan tugas pertamanya dengan bimbingan Bodhi. Dan, kini saatnya bagi mereka untuk menikmati hadiah liburan di pantai. Saat sedang bermain lempar tangkap dengan Buttercup, Riley tiba-tiba melihat sesosok Jakal yang menakutkan. Karena rasa penasaran Riley mencoba mencari tahu dari mana si Jakal itu muncul.

Dalam pencariannya dia bertemu dengan Rebecca, seorang anak gadis korban pembantaian dalam revolusi para buruh tahun 1733. Rebecca yang dendam atas kematiannya sendiri mencoba menjebak para arwah yang mati bersamanya dalam kenangan mengerikan sehingga mereka tidak bisa menyeberangi jembatan menuju akhirat.

Akankah Riley mampu membuat Rebecca melupakan dendamnya dan memaafkan para arwah lainnya yang menjadi penyebab kematiannya?

Courtesy by Goodreads.com.

Citarasa Shimmer

Terima kasih kepada Mizan yang telah memilihku sebagai salah satu pemenang di kuis Ramadhan With Mizan di facebook periode 3, sehingga aku bisa berkenalan dengan Alyson Noel, lewat Shimmer ini, untuk pertama kalinya.

Aku suka dengan ide ceritanya. Aku juga suka susunan kalimat dan pilihan kata penerjemahnya (atau penulisnya). Aku suka juga dengan humornya.

Aku kurang suka dengan covernya. Aku langsung ilfeel dengan Riley di halaman 19–meski alasannya masuk akal. Lebih ilfeel lagi ketika menemukan adegan di halaman 20. Pada awalnya, dijelaskan pendengaranr Riley terbatas (”tidak banyak yang bisa aku dengar”), namun, jarak satu paragraf (yang hanya terdiri satu kalimat) doang, dan kalian harus percaya padaku tidak ada kata “tiba-tiba, mendadak atau penjelasan” tertulis “tidak bisa mendengar apa-apa.” Mungkinkan kak Noel lupa menambahkan penjelasan?

Lalu, darimana Riley tahu Pangeran Kanta dari Afrika, berbarengan dengan menyebutkan setting tempat mereka berada: salah satu pulau di Karibia, secara sang pangeran belum memberitahunya. Dia juga tidak bisa langsung tahu itu di Afrika juga secara dengan berkunjung di masa lalu dengan berkunjung di masa kini kan udah beda. Atau orang yang bertugas menangkap jiwa bisa tahu sebuah lokasi dari hanya satu sekali berkunjung? Aku tidak tahu. Aku belum baca buku pertamanya. Ya itu pun kalau di buku pertama di jelaskan.

Ilfeelku ilang saat mengenal lebih jauh Riley. Sikap blak-blakannya dan kurang sabarannya benar-benar kocak!

Tapi ilfeel itu balik lagi ketika mencapai halaman 120. Kok ya bisa-bisanya Riley memikirkan hal kayak gitu di saat-saat genting. Hal itu dilakukan mungkin untuk memasukkan kalimat filosofi yang dilakukan oleh Bodhi. Belum lagi susunan bahasanya jadi sedikit berantakan dan susah dipahami.

Lalu, karakter Bodhi ikut-ikutan nggak konsisten. Dia memuji Riley alih-alih merasa marah–padahal di awal-awal dia marah karena Riley melakukan hal itu. Lalu marahnya muncul lagi di lembar-lembar terakhir. Akan lebih pas kalau sebelum memuji itu dia marah-marah, oh, dan tidak diikuti pembenaran tindakan Riley.
Aku curiga beberapa adegan “aneh” itu diciptakan guna “memasukkan secara paksa” kalimat filosofis yang menginspirasi. Seolah-olah penulis takut pembacanya tidak bisa menangkap maksudnya. Tapi alih-alih menginspirasiku, hal itu malah merusak citra karakter para tokoh yang dibangun sejak awal kisah.

Dan lagi, Rebecca dan Pangeran Kanta dan orang yang jiwanya dibebaskan hanya minta maaf dan berterima kasih pada Riley. Seolah dia satu-satunya yang berperan. Bodhi juga punya andil kali, tapi apa dia mendapat ucapan terimakasih? Tidak. Seakan-akan Rebecca tadi nggak memerangkap Bodhi. Seolah-olah Bodhi tidak melakukan seperti apa yang dilakukan Riley. Belum lagi Riley yang menghina pakaian Rebecca. Rebecca kan anak orang kaya dan menggunakan pakaian terkeren di zamannya, jadi harusnya dia bangga dong. Tapi kenapa reaksinya malah malu?

Awal, keren. Halaman 120 ke belakang, disaster. Dan ada masalah lain berkenaan dengan fi. Setiap kalimat yang mengandung fi, semisal, fisik, filosofis, film, dst fi-nya tidak tertulis dengan benar melainkan “digantikan” dengan simbol kotak dengan tanda silang di dalamnya.

Bagaimana pun, Shimmer karya yang lumayan. Kata-katanya yang, meski mengorbankan kestabilan karakter tokohnya, sarat akan makna.

0 comments:

Posting Komentar

 

I'm part of...

Follower

Hey, Jun!