Dilan
Dia adalah Dilanku Tahun 1990Penulis: Pidi Baiq
Penerbit: Pastel Books (Mizan Grup)
Tahun terbit: 2016
Tebal: 348 halaman
Seri: Dilan #1
Genre: Romance - Komedi
Target: Young Adult (16 tahun ke atas!)
Score: Sweet!
Paragraf pertama Dilan - Dia adalah Dilanku Tahun 1990
: Namaku Milea. Milea Adnan Hussain. Jenis kelamin perempuan, dan tadi baru selesai makan jeruk.
Ketika pertama bertemu dengannya, Milea menyebut Dilan dengan Si Peramal.
Kenapa begitu? Karena perkenalan pertama mereka diawali dengan Dilan melakukan 'ramalan' pada Milea. Isi ramalannya: Bahwa dia dan Milea nanti akan bertemu di kantin.Iya. Awal pertemuan mereka seunik itu. Bukannya saling bertukar nama, tapi melakukan ramalan.
Aduh, Tuhan, siapa, sih, dia itu! Tanyaku dalam hati.
Maksudku, selain seorang peramal, aku ingin tahu siapa dia sesungguhnya. Dan, mengapa tadi aku harus gugup di depannya?
Semenjak ramalan yang pertama itu--Milea bakal dapat ramalan-ramalan lainnya, Milea jadi penasaran dengan sosok Dilan. Milea tahu Dilan mau kepadanya (maksudnya mau jadi pacarnya). Dan pendekatannya yang tak biasa itu ... Bisa dibilang bikin Milea ketar-ketir, dan merasa ... Senang. Ya, senang. Pendekatan Dilan yang tak biasa itu selain bikin penasaran selalu dapat mengundang tawa ke bibir Milea. Beda dengan Beni, pacar Milea, yang rayuannya gitu-gitu aja.
Eh, aku belum bilang ya?
Oops.
Iya. Milea sudah punya pacar.
Jadi gini, Milea itu anak baru di sekolahnya. Dia pindah ke Bandung karena pekerjaan ayahnya. Dulunya dia tinggal di Jakarta. Dan di Jakarta dia sudah ... Memiliki seorang kekasih bernama Beni.
Kalau Milea sudah punya pacar, mungkinkah dia akan bersama dengan Dilan?
Jawabannya: Iya.
Ish, jangan mendelik seperti itu. Ini aku bukan nyeduh sop iler (?) Dari sub judul buku ini aja sudah ketahuan; "Dia adalah Dilanku ..." Lihat? Bukan sop iler. Lantas gimana mereka 'kan menyatukan cinta mereka berdua? Akankah Milea akan bermain mendua? Atau akankah Milea mendepak Beni dari hidupnya demi Dilan?
*Dua kalimat di atas kesannya kayak Milea ini cewek kurang baik yak? :)) ah, terserah ah. Kalau pengen tahu dia kurang baik atau
"Milea kamu cantik, tapi aku belum mencintaimu. Enggak tahu kalau sore. Tunggu aja.
Jujur, bila Dilan tidak menjadi hype, aku mungkin akan melewatkan membaca buku yang akan segera difilmkan ini. Dilan jelas bukan jenis bacaanku yang biasa. Dan karena penasaran banyak yang bilang bagus dan si Dilan-nya ini bakal bikin jatuh
Cerita dalam buku Dilan ini untuk seleraku sebenarnya biasa saja yak. Plotnya mudah ditebak, bahkan termasuk adegan yang melibatkan Beni, yang berujung pada retaknya hubungannya dengan Milea. Yang tidak mudah ditebak itu Dilan. Kata-kata yang diloloskan bibirnya; unik, tak biasa, dan seringnya mengundang senyum dan tawa.
Jadi ya, kekuatan utama buku ini adalah Dilan. Yang tidak mengherankan secara namanya disebut dua kali di cover. Tanpa Dilan buku ini pasti hambar dan jadi biasa aja.
Namun ... Meski karakter Dilan menyenangkan dan keren, aku kurang begitu cocok dengan ... Gaya penulisan Kang Pidi.
Dilan ditulis seolah itu curhatan Milea di masa depan, di tahun 2014. Dia menuliskankan ini karena ... Jawabannya ada di ending buku Dilan - bagian kedua. Tapi dengan mengesampingkan fakta di buku kedua, aku mengira Milea menuliskan ini karena kejadian di tahun 1990 ini sangat melekat di ingatan Milea. Dan memori itu menjerit-jerit minta diberitakan ke seluruh dunia. Dan curhatan ini terasa sekali seperti curhatan yang biasa ditulis di buku harian atau di blog personal. Berantakan, banyak kata diulang-ulang, dan terkesan tidak memperhatikan tata bahasa.
Benar ada kemungkinan Kang Pidi sengaja menuliskannya seperti itu. Dan hal-hal itu ditulis secara konsisten. Tapi ... Yah, seseorang boleh punya selera dong? Apalagi ada beberapa percakapan diulang-ulang.
Terlepas dari hal itu, aku cukup menikmati membaca Dilan. Bukunya sangat menghibur dan atmosfir tahun 90-annya sangat terasa. Kalimat-kalimat yang dilontarkan Dilan sungguh tak biasa bahkan termasuk, menurutku, untuk ukuran zaman sekarang.
"Tolong aku, Lia." katanya.
"Dilan!!" teriakku meski berusaha kutahan. "Kenapa?"
Asli, aku cemas mendengar suaranya.
"Aku gak enak ke ibumu."
"Kenapa?"
"Tadi, dia nitip salam buat Bunda."
"Terus?" tanyaku.
"Lupa gak kebawa."
Oia dua lagi (?), buku ini dilengkapi ilustrasi yang cukup bagus di sepanjang buku dan itu dibikin sendiri oleh Kang Pidi sendiri. Dan, entah kenapa aku merasa Dilan itu ya Kang Pidi. Soalnya 'tentang penulis' yang tercetak di cover belakang sounds so Dilan.
Posting ini diikutkan dalam Reading Challenge::
0 comments:
Posting Komentar