Metropolis
Penulis: Windry Ramadhina
Penerbit: Grasindo
Tahun terbit: 2009
Tebal: Viii + 332 halaman
Genre: Thriller
Target: Adult (17 tahun ke atas)
Score: Sweet!
Kalimat pertama Metropolis
: Hari ini Leo Saada dikembalikan ke bumi.
Metropolis merupakan buku pertama Windry Ramadhina yang aku baca.
Dan karena gaya berceritanya oke, buku ini bukan buku terakhir dari Windry yang akan kubaca.
Kisah Metropolis diawali dengan terbunuhnya salah satu pemimpin Sindikat 12, grup penjahat terbesar yang mengedarkan narkotika di daerah Jakarta. Kasus yang tak biasa itu tentu melibatkan dua kubu dalam pencarian pelaku pembunuhan: Polisi dan anggota sindikat yang pemimpinnya terbunuh.
Adalah Bram, polisi yang mengurusi urusan narkotika, yang mengusut kasus ini. Sebagai seorang polisi, Bram bukanlah polisi ... Katakanlah, tidak seperti polisi kebanyakan. Dia mau bekerja sama dengan penjahat demi menjerat penjahat yang lebih besar. Tidak ubahnya dengan kasus yang baru ini. Instingnya yakin, pembunuhan salah satu pimpinan Sindikat 12 merupakan sebuah rencana besar, meski dia belum yakin apa alasan dibaliknya.
Jadilah dia bekerja sama dengan Ferry, pemimpin baru Sindikat 12 daerah nomor sekian yang pemimpinnya baru saja koit, yang kebetulan merupakan ayahnya. Ferry jelas mau membantu, demi alasan balas dendam.
Bram mengenal Ferry bukan satu atau dua hari. Ia mengenal Ferry hampir selama masa bertugasnya di Sat Reserse Narkotika. Ia hafal sifat laki-laki itu dan ia tahu tidak ada gunanya berdebat saat penyakit keras kepala Ferry sedang kambuh. "Pemakaman ayahmu belum selesai. Lanjutkan sana," kata Bram. Ia menambahkan, "Oh, ya. Aku menemukan petunjuk tentang penyelundupan yang kau lakukan di pelabuhan. Kali ini kau tidak akan lolos."
Dan ternyata instingnya benar. Ada sesuatu dibalik pembunuhan para pemimpin Sindikat 12. Bukan kasus saling bunuh antar anggota yang biasanya terjadi. Ada sesosok perempuan yang selalu hadir di tiap TKP. Mungkinkah dia tahu apa yang sebenarnya terjadi? Atau justru dialah pembunuh sebenarnya??
Namun, belum juga Bram mendapatkan progres yang memuaskan, atasan barunya berulah. Melarangnya melakukan penelusuran dan memintanya untuk menyerahkan kasus ini pada satuan tugas yang lain. Untunglah (?), Bram tidak menghormati atasannya. Selain karena mereka berdua saling benci, Bram tahu tindakan itu dilakukan atasannya yang baru untuk menjegal karir Bram, dan mengarahkan semua pujian ke dirinya sendirinya.
"Berapa tinggi Ambon Hepi? 180?" tanya Bram.
"183. Berat 80 kg."
"Berarti , sebesar apa orang yang menyerangnya ini?" tanya Bram lagi.
Erik menjawab segera. "Mungkin justru sama sekali tidak besar. Lebar jendela di kamar Ambon Hepi 50 cm. Tingginya dua kali itu. Kalau benar pembunuh Ambon Hepi menggunakan jendela itu untuk kabur, dia harus berbadan kecil atau setidaknya cukup ramping. Lagi pula, ukuran sepatunya 42."
Untuk ukuran thriller, untuk seleraku, Metropolis ini kurang aksi. Kurang bikin berdebar-debar. Kurang baku hantam. Adegan lari-lariannya atau kejar-kejarannya pun cuman seuprit.
Untuk ukuran fiksi detektif, penelusurannya menurutku juga kurang mengajak pembaca ikut menelurusi. Lebih terasa seperti dikasih informasi terus-terusan. Ini artinya ini, itu artinya itu. Si A ternyata begono. Si B ternyata begini. Dan seterusnya. Dan sebagainya. Bahkan nih, kecuali penjahat puncak (?), penjahat yang melakukan aksi pembunuhan pada para pemimpin dibeberkan di pertengahan cerita. Membuatnya lebih terasa seperti drama kriminal ketimbang misteri thriller.
Bukan hal jelek, tentu saja. Tapi bagi yang berekspektasi buku ini misteri thriller ya ... Bakal sedikit kecewa. (baca: Aku)
Ditambah lagi, identitas penjahat puncak sangat mudah sekali ditebak.
Nama-nama para tokohnya oke. Pas. Nama Indonesia karena setnya memang di Indonesia. Yang bikin aku penasaran, dan membuat soal nama ini aku angkat, adalah Miaa. Yap, dobel A. Aku penasaran gimana cara membaca nama itu. Apakah A-nya dibaca agak memanjang? Mi-aaa atau Mi-a? *ini murni rasa penasaran saja xD
Tapi terlepas dari itu semua, kak Windry patut diacungi jempol karena, dari membaca Metropolis ini, kentara sekali dia melakukan risetnya dengan sangat baik. Penjelasannya dan detail-detail mengenai kepolisian dan dunia kriminalnya seolah-olah kak Windry ini terjun langsung di dalamnya, atau minimal mewawancarai langsung mereka-mereka yang mempunyai pengalaman langsung di dua dunia yang bertolak belakang tersebut.
Satu lagi. Ada satu tokoh yang bikin aku penasaran. Siapa sebenarnya ibu kos Miaa??
Posting ini diikutkan dalam Reading Challenge::
0 comments:
Posting Komentar