Hafalan Shalat Delisa
Penulis: Tere Liye
Penerbit: Republika
Tebal: vi + 270 halaman
Stew Score: Sweet! (3 of 5)
Penerbit: Republika
Tebal: vi + 270 halaman
Stew Score: Sweet! (3 of 5)
Icip-icip Hafalan Shalat Delisa
Namanya Delisa. Umurnya 6 tahun. Dia
tinggal di sebuah rumah yang berdiri empat ratus meter dari pantai kota
Lhok Nga, Aceh, bersama Ummi dan ketiga kakak perempuannya. Ayahnya yang
bekerja sebagai pelaut di perusahaan minyak Internasional membuatnya
hanya bisa pulang setiap beberapa bulan sekali.
Beberapa minggu terakhir ini, Delisa
sedang menghafal bacaan shalat. Dan bila dia berhasil menghafal, dia
akan dibelikan kalung oleh Umminya.
Namun, tepat di hari H, ketika harus
menghafal di hadapan guru penguji, terjadi hal yang tidak
disangka-sangka. Dua kejadian yang akan mengubah segalanya. Gempa bumi
yang kemudian diikuti tsunami!
Apa yang terjadi pada Delisa selanjutnya? Apakah sebelum terjadi tsunami Delisa sempat menyelesaikan hafalan shalatnya?
Cita rasa Hafalan Shalat Delisa
Sebelum membahas rasa bukunya yang manis,
aku ajak kamu mundur ke belakang dulu guna mengetahui bagaimana aku
bisa mengenal sosok Delisa.
Sama halnya dengan Antologi Rasa, Partikel dan Life Traveler, Hafalan Shalat Delisa aku dapatkan saat even BBI 1st Anniversary. Thank to mbak Rina, pemilik Mom Book Club, yang telah memilihku menjadi salah satu pemenang sehingga aku bisa “menikmati” kisah inspiratif bocah berumur 6 tahun itu.
Sebelumnya aku sudah mengenal Delisa.
Lewat cuplikan filmnya yang ditayangkan di televisi saat jeda iklan.
Jujur, saat kedua bola mataku menekuri cuplikan itu, bulu kudukku
meremang. Seorang anak kecil, berdiri di depan masjid, mengenakan
mukena, matanya terpejam, bibirnya komat-kamit membaca doa shalat…
Orang-orang diluar berteriaki-teriak, Ummi Delisa menjerit-jerit
memanggil Delisa, sementara barisan manusia menghalangi langkahnya…
Delisa bergeming, mulutnya masih bergerak-gerak, dia sangat mungkin
mendengar teriakan umminya, dia sangat mungkin mendengar teriakan
orang-orang, tapi dia ingin hafalannya…
Aku harus berhenti menceritakannya. Sumpah, ini bulan puasa, dan tidak baik tenggelam dalam badai emosi yang menyulut air mata.
Sungguh memalukan memang aku bisa nyaris menangis hanya melihat cuplikan film itu. Ohh, saat itu aku belum tahu kalau Hafalan Shalat Delisa diadaptasi dari buku.
Oke, cukup “bernostalgianya.” Saatnya membahas cita rasanya.
Kemasannya keren. Khas gambaran anak-anak. Simple, cerah, penuh warna.
Banyak sekali catatan yang aku buat ketika proses “mengunyah” Hafalan Shalat Delisa ini.
Yang menjadi masalah pertama adalah keberadaan footnote. Tapi aku akan membahasnya nanti saja.
Kedua, keberadaan Marty McFly nama Michael J. Fox. Aku rasa nama Fox itu lebih ke Amerika atau Inggris.
Ketiga, adegan di halaman 81. Aku merasa,
lebih bagus pura-pura peduli ketimbang tidak peduli sama sekali. Aku
rasa Delisa setuju denganku mengenai hal ini.
Keempat, perbedaan waktu di halaman 101 dan 112.
Kelima, sebenarnya nama depan kakak-kakak Delisa itu Cut atau Alisa? Atau Cut dan Alisa memiliki arti yang sama?
Keenam, ini yang bikin aku gemas, di satu
adegan, di sebuah taman, kenapa keluarga Delisa tidak satu pun yang
menoleh ke arahnya?! Padahal dia menjerit-jerit memilukan. Malah Ibu
gurunya yang menemuinya dan mencoba menenangkannya.
Sebenarnya masih tersisa lagi satu “rasa asam,” tapi aku menyimpannya untuk nanti karena berhubungan dengan endingnya.
Rasa manisnya, selain kemasannya, juga
banyak lho. Cara penulisan yang sederhana, tidak bertele-tele.
Karakterisasi para tokohnya–bahkan aku dibuat kagum oleh karakter
Aisyah, salah satu kakak Delisa yang nakalnya minta ampun–yang kuat.
Gaya penceritaan yang, tepat saat terjadi tsunami, bikin pembaca menahan
napas.
Kembali ke rasa asam pertama, masalah
footnote. Di samping mendukung menerbitkan sentimental pembacanya,
footnote ini kadang sangat menganggu. Setidaknya hal itu terjadi padaku.
Beberapa footnote sangat “merusak” kenikmatanku saat mengenyam cerita.
Keberadaan footnote ini juga kadang
menerbitkan perasaan iba pada Delisa. Dan aku sempat berpikir bahwa
Hafalan Shalat Delisa ini kayaknya cerita betulan, orangnya ada di dunia
nyata. Sebelum aku mencapai lembar frequenty asked question. Yang
gara-gara ini aku menurunkan Stew Scorenya dari “Yummy” (4 of 5) ke
“Sweet.”
Dan bagian ending. Setelah kelar
membacanya, satu pertanyaan timbul di benakku, butuh berapa bagi jasad
yang telah meninggal sebelum jadi tulang-belulang? Apakah cukup dengan
hitungan bulan, atau tahun? Hingga tulisan ini tulis, aku belum
menemukan jawabannya.
Googling kan, bisa Jun (-_-”) kamu aja mungkin yang malas mencari-cari.
Hahah, tahu aja sih
Bagaimana pun Hafalan Delisa merupakan
sebuah “makanan” yang lumayan bagi mereka yang mengaku Pelahap Cerita.
Kesederhanaan ceritanya, gaya penceritaannya dan pilihan bahasanya
menjamin cerita ini bisa dibaca oleh semua usia. Dan sangat pas sebagai
bacaan di bulan Ramadhan ini.
Ohh iya, selama “memakannya” aku hanya
menemukan 16 typo, hehe. Bukan masalah besar sih, mengingat “kondisi”
Delisa selalu meminta semua perhatian para pembacanya.
Recommended for: semua umur.
0 comments:
Posting Komentar