Shades of Earth by Beth Revis

Shades of Earth

Penulis: Beth Revis
Penerbit: Razorbill
Tahun terbit: 2013
Tebal: 369 halaman
Seri: Across The Universe #3
Genre: Fiksi Ilmiah - Dystopia - Space Colonies - Misteri - Thriller - Suspense - Romance
Stew score: Almost - Yummy!
Target: Young - Adult (16 tahun ke atas!)

Gigitan pertama Shades of Earth
"Wait," I say, my heart clencing.

Sececap Shades of Earth

Pilihan sudah dibuat. Mereka sudah berada di posisi masing-masing—Elder, ditemani Amy, berada di Bridge (tempat kendali pesawat) dan penduduk Godspeed berada di perut kapal. Siap berangkat menuju planet yang menjadi tujuan misi mereka: Centauri-Earth.

Oh, ya, ternyata selama ini, (kapal besar/bahtera) Godspeed sudah sampai di Centauri-Earth! Fakta itu baru diketahui setelah Elder melakukan perjalanan di luar Godspeed.

Tapi bila memang sudah sampai, kenapa Godspeed tidak didaratkan di sana? Kenapa Godspeed tetap berada di angkasa, melayang di orbit Centauri-Earth?


Menurut Orion, teman sekaligus musuh Elder dan Amy, di Centauri-Earth (planet yang menurut komputer layak ditinggali manusia, planet yang memiliki dua matahari) ada banyak hal mengerikan, salah satunya adalah monster! Untuk itulah, meski dia tahu soal planet tersebut, dan tahu soal Godspeed yang tidak bergerak kemana-mana, dia tetap bungkam. Sebab, menurutnya, masih lebih baik hidup dalam kungkungan dinding, lebih aman daripada mesti berhadapan dengan monster yang bisa merenggut nyawa kapan saja.

Tapi baik Elder mau pun Amy, juga sebagian besar penduduk Godspeed, meski tahu soal fakta yang dijabarkan oleh Orion, mereka tetap pergi ke Centauri-Earth. Sudah sejak lama planet itu menjadi simbol harapan mereka. Sudah sejak lama mereka ingin menginjakkan kaki di planet yang dijanjikan untuk mereka. Kalau pun ada monster yang bakal memakan mereka, lalu kenapa? Godspeed juga sama tak amannya dengan Centauri-Earth. Mesinnya sudah tua sekali. Tinggal tunggu waktu saja sebelum mesinnya benar-benar rusak, hancur dan tak bisa digunakan lagi.

Walau pada awalnya mengalami kesulitan, Elder dan Amy berhasil mendaratkan kapal [bagian dari Godspeed yang bisa dipisah] di tanah Centauri-Earth. Orang-orang Bumi yang dibekukan mulai mencair. Para penduduk Godspeed bersuka ria (juga sedikit berduka karena kehilangan beberapa kerabat dan teman mereka) akhirnya sampai di planet yang dijanjikan sebagai rumah mereka. Amy akhirnya bisa bertemu lagi dengan ayah dan ibunya yang sebelumnya membeku.

Tapi, apakah semuanya akan berakhir bahagia?

Ternyata Orion benar. Ada monster di Centauri-Earth!

Banyak orang, baik orang bumi mau pun orang yang terlahir di kapal, mulai berjatuhan. Menjadi korban dari keganasan penduduk asli Centauri-Earth!

Ditengah-tengah kondisi bertahan, Amy dan Elder secara tak sengaja menemukan bangunan yang jelas dibangun oleh tangan manusia. Dan ternyata dugaan mereka benar. Tapi kalau itu benar itu artinya... Mereka bukan manusia pertama yang mendarat di Centauri-Earth dong? Dan kalau benar dulunya ada manusia, kemana mereka semua? Mungkinkah semuanya mati dimakan binatang asli planet itu?

Setelah tahu soal hal itu, menyesalkah Amy dan Elder dan juga penduduk Godspeed yang memilih datang ke Centuri-Earth? Namun sayang, meski seandainya mereka menyesal tak ada jalan kembali. Kapal yang mereka tumpangi hanya punya satu fungsi: mendarat di Centauri-Earth. Dan kalau pun bisa difungsikan lain yakni diterbangkan kembali ke Godspeed, hal itu juga percuma. Sebab penduduk asli Centauri-Earth meledakkannya!

Citarasa Shades of Earth

Akhirnya, satu lagi serial yang berhasil aku selesaikan :'D

Sebelum membahas "rasanya", aku ingin membahas kemasannya dulu. Berikut penampakan kemasan dari buku pertama hingga buku terakhir:


Bagaimana pendapat kalian? Kalau kalian berpikir semuanya keren, maka aku dan kalian berada di kapal yang sama! Kalau pun kisahnya tidak bagus (tapi untunglah kisahnya bagus), novel dengan cover indah nan rupawan seperti itu wajib sekali untuk dikoleksi. Cocok digunakan untuk menyegarkan mata yang sedang keruh.

Diantara ketiganya, yang paling aku suka adalah kemasan Shades of Earth. Pun tampaknya penulisnya juga suka dengan cover tersebut. Buktinya, buku prekuel As They Slip Away dan buku kedua A Million Suns (versi cover baru), dibikin dengan gaya cover yang sama persis dan nyaris sama dengan Shades of Earth.

Sekarang kita masuk ke rasa Shades of Earth.

Sama serunya dengan buku-buku sebelumnya. Sama menegangkannya. Sama-sama ada drama pembunuhannya. Sama-sama ada unsur "bohong"-nya. Sama-sama memiliki misteri. Misterinya, meski tidak berat dan tak bikin pusing juga beberapa diantaranya mudah ditebak—terutama misteri siapa tokoh antagonisnya, sama-sama bikin penasaran hingga sulit untuk berhenti baca. Tapi dibanding dua prekuelnya, Shades of Earth merupakan satu-satunya yang setengah plotnya tak bisa kutebak mau dibawa ke mana.

Secara narasi, dibanding prekuelnya, deskripsinya mengalami penurunan. Detail Centauri-Earth kurang... Bukan kurang banyak—meski memang kurang banyak, lebih seperti ada yang hilang atau kurang lengkap. Seolah-olah saat proses editing ada yang dihilangkan.

Untuk karakter tokoh utama: Elder dan Amy. Pada akhirnya, keplin-planan dan sikap remaja mereka cukup menggangguku. Tak seperti dua buku sebelumnya, ketidakstabilan di sini beberapa diantaranya tak terasa mulus. Tapi untungnya, semakin ke belakang, "gangguan" itu semakin berkurang.

Lalu romensnya. Romens di Shades of Earth ini terasa berlebihan bila dibanding buku sebelum-sebelumnya. Seolah-olah karena ini buku terakhir, Amy seakan "didorong" untuk jadi lebih agresif terhadap Elder. Kesan alami kisah romansa mereka dari buku pertama dan kedua sedikit berkurang. Kalau Elder sih emang sejak buku pertama sudah, well, "tanduk-y" :)) Dan untuk pertama kalinya dalam serial ini (prekuel tak dihitung), di Shades of Earth ini ada cinta segitiganya!

Tapi tenang. Cinta segitiga di sini tak seperti novel YA dystopia sejenis kok. Salah satu tokoh utama yang terlibat cinta segitiga setia kok pada tokoh utama lainnya.

Pembunuhan di Shades of Earth mungkin bukan yang tersadis dibanding dua buku sebelumnya, tapi justru yang memakan korban paling banyak di banding Across the Universe dan A Million Suns.

Bagaimana dengan ending? Endingnya nyaris oke, atau juga bisa dikatakan ajaib dan mustahil sebab secara penjelasan nyaris sekali tidak bisa dipercaya.

Secara keseluruhan, Shades of Earth tidak seperti "kawan-kawannya" alias novel YA dystopia ngetop lainnya. Sebagai buku akhir trilogi, buku ini sama sekali tak menyisakan tanya bagiku, tak seperti The Death Cure. Bahkan hal yang tak kupertanyakan darimana datangnya pun (hal yang aku yakin semua orang setuju tak mempertanyakannya) di sini diberi penjelasan. Singkatnya, aku puas dengan endingnya. Dramanya, kelabilan kedua tokoh utamanya—yang notabene masih remaja—terasa alami (meski tak sealami dua buku prekuelnya), tak sampai bikin aku emosi jiwa seperti dua tokoh utama Insurgent. Soal world-building, oke dan believable meski belum sekomplit Delirium. Sayangnya, ketiga buku (ditambah prekuel) dari seri ini tidak sampai bikin mataku memproduksi air mata. Jelas, aku merekomendasikan buku ini (khususnya) untuk pecinta novel-novel dystopia dan kisah misteri (detektif). Dan kalau kalian benci atau tak terlalu suka novel yang ada unsur romens, well, cukup antara kita saja, romens di serial ini, menurutku, bisa dibilang nyaris hambar. Fokus cerita lebih pada dystopia-nya, "kebohongan" yang menyetir nyaris segala "aktifitas", dan tentu saja tema "sosial" yang tak pernah ada habisnya untuk dikupas.

Dan... Satu hal lagi yang aku suka dari seri Across The Universe ini: nama-nama tokohnya yang sederhana. Coba perhatikan nama-nama tokoh-tokoh berikut: Amy, Elder, Kit, Chris, Bob, Maria, Emma, Orion. Nama-nama yang familiar dan sering ada di masyarakat dan tentu saja mudah diingat.

Posting ini diikutkan dalam Reading Challenge::
| |

0 comments:

Posting Komentar

 

I'm part of...

Follower

Hey, Jun!