Gigitan pertama Twenties Girl
The thing about lying to your parents is, you have to it to protect them.
Sececap Twenties Girl
Lara sebenarnya tak ingin membohongi kedua orangtuanya. Tapi ia tak punya pilihan lain—atau setidaknya itulah yang dipikirkannya. Ia tak ingin membuat mereka cemas. Terutama ibunya yang selalu cemas akan apapun. Bahkan hal terkecil sekalipun. Bayangkan seandainya mereka tahu bahwa perusahaan Lara di ambang kebangkrutan, dan bahwa Lara bertindak layaknya seorang tukang teror pada mantan kekasihnya, bisa-bisa mereka tidak hanya mati berdiri tapi juga bakal tertimpa tangga!
(Sudah mati berdiri, tertimpa tangga? Hnn, kayaknya ada yang salah deh ... Tapi sudahlah).
Perusahaan Lara bisa dibilang sedang di ujung tanduk. Hal ini dikarenakan partner Lara, yang juga sekaligus sahabat baik Lara, Natalie, tiba-tiba saja memutuskan untuk mengambil cuti dengan masa waktu tak terbatas! Sebenarnya tidak masalah seandainya perusahaan Lara ini perusahaan besar yang memiliki ribuan karyawan. Sayangnya, perusahaannya hanya perusahaan ketjil, didirikan bersama Natalie, dan baru memiliki satu karyawan saja. Lara biasanya mengurusi hal administrasi, sementara Natalie yang bekerja dengan klien atau calon klien.
Mau tidak mau, Lara mesti belajar kilat bagaimana menjadi seorang Natalie.
Dan untuk urusan patjar ... Lara yakin Josh masih mentjintainya. Tapi tak ada yang pertjaya itu kecuali dirinya. Semua orang mengatakan agar Lara melupakan Josh, dan mulai mentjari gandengan baru. Tapi Lara bukanlah truk yang dengan mudah mendapat gandengan baru (?), ia manusia. Dan ia yakin bukan memulai lembaran baru jalan keluarnya, tapi memperbaiki apa yang telah patah dan membuatnya utuh kembali.
Suatu hari, ayah dan ibunya mengajak Lara menghadiri pemakaman Sadie, nenek buyut Lara. Awalnya Lara menolak. Ia tak begitu mengenal nenek buyutnya tersebut. Satu-satunya yang ia tahu tentang Sadie adalah bahwa almarhumah berhasil mentjapai usia 105 tahun. Namun, begitu sampai pemakaman ... Lara terharu dan terisak. Ia tak menyangka ia akan menitikkan air mata.
Tapi ...
Beberapa menit kemudian ia sadar, ia berada di pemakaman yang salah.
Pemakaman Sadie jauh dari kesan mengharukan. Yang ada hanya kemuraman dan kesepian. Tapi mulai dari pemakaman ini hidup Lara berubah. Ia bertemu Sadie. Bukan Sadie yang berbaring di peti mati. Sadie yang ditemuinya ini masih muda, sekitar 20-an tahun, dan ia sedang mentjari kalungnya.
Lara tentu saja terkejut. Selain karena nama gadis itu mirip nama nenek buyutnya, hanya Lara yang dapat melihat dan mendengarnya.
Citarasa Twenties Girl
Saat mendapati Twenties Girl memasukkan hantu dalam jajaran tokoh utamanya, aku sontak terkejut: ini adalah novel fantasi pertama karya Sophie Kinsella yang kubatja!
Tentu saja aku tidak menyangkanya. Sophie K. menulis fantasi?? Ia tidak hanya menulis komedi tapi juga fantasi?? Karena aku tidak begitu pandai mengungkapkan rasa senang, jadi reaksiku singkat saja: Wow!
Semenjak aku mengikuti seri Shopaholic-nya, aku memasukkannya ke daftar penulis yang karyanya pasti kubatja. Tak peduli ceritanya kayak apa. Aku tidak lagi membatja sinopsis yang tercetak di punggung buku—atau di situs goodreads. Jadi aku menerka-nerka kisahnya lewat judulnya.
Saat membatja judulnya, Twenties Girl, aku sempat mengira buku ini akan berkisah mengenai cewek berusia 20-an tahun beserta ketakutan-ketakutan yang biasa merundungi orang-orang yang berusia seperempat abad. Novel yang tentu temanya sudah biasa. Tapi aku yakin dengan gaya menulis dan humornya yang oke, tema itu akan diramu dengan baik. Dan karena ini Sophie K. aku pasti ngakak sepanjang buku.
Tapi ternyata ...
Aku tidak salah mengenai usianya (tentu saja, orang judulnya sudah meneriakkannya dengan lantang). Lara sendiri belum masuk usia 30. Tapi ia tak punya masalah 'seperempat abad'. Yang ia cemaskan hanyalah pekerjaan, cinta, dan supaya keluarganya bisa bangga padanya. Maksud dari Twenties Girl ini, pada awalnya, merujuk pada Sadie, si nenek buyut Lara. Selain karena Sadie muntjul di usianya yang 20-an tahun, saat usia tersebut dia hidup di tahun 1920-an: dan jadilah twenties girl, cewek abad 20-an.
Dibanding buku Sophie K. yang lain, Twenties Girl ini yang paling serius 'tone'-nya. Suara di novel metro ini terkesan serius sekali. Tapi teutep ada humor khas Sophie K. dong. Kalau nggak ya ... Bak kayak batja buku tanpa garam (?) :))
Dibanding cerita sejenis, yakni tokoh utama yang membantu arwah yang masih punya urusan di dunia (?), Twenties Girl ini berbeda, mungkin karena aku belum pernah nemu yang plotnya sama persis (atau setidaknya persis hingga 80 persen), sebab buku ini merupakan yang pertama yang tokoh utamanya tidak ada feeling romantis pada si hantu.
Lha, masa punya perasaan seperti itu pada nenek buyut sendiri? :)))
Di paragraf-paragraf awal, aku sempat agak kesulitan membatja buku ini. Seperti sedang bukan membatja karyanya Sophie K. Maksudku, karena 'tone'-nya yang agak serius itu terasa kayak bukan dia. Dia biasanya langsung mengawali dengan hal yang sudah pasti mengundang cengiran di bibirku. Mana Lara, di paragraf awal-awal, terkesan menyebalkan dan keras kepala lagi. Tapi semakin ke belakang ... Semakin baik. Dimulai dengan adegan nyasar ke pemakaman yang lain, aku menemukan kembali kekhasan Sophie Kinsella :'))
Humor ter-epic di Twenties Girl itu pas di restoran mahal (bukan kafe). Kok ya bisa Sophie K. kepikiran untuk ngeles dengan tjara itu??! :)))))
Upaya pentjarian kalungnya, sudah bisa ditebak, membutuhkan waktu sepanjang buku. Tapi tentu bukan itu yang ingin disampaikan sang penulis, melainkan perjalanan untuk mendapatkannya. Juga hubungan antara Lara dan Sadie, yang di awal pertemuan mereka penuh teriakan dan jeritan dan paksaan. Juga Lara yang, dengan bantuan Sadie, mulai membenahi permasalahan yang menggelayutinya satu per satu.
Gaya menulis oke. Humor oke. Karakter oke. Hanya satu yang bikin aku merasa ... kurang: klimaksnya. Ketika Lara 'menyerang' si antagonis, reaksi si antagonis terlalu ... Mudah menyerah. Maksudku, si antagonis ini punya kuasa. Kenapa dia tak menggunakan kuasa itu agar dia tak terhindar masalah?
Tapi mungkin, si antagonis ini ... Pada hakikatnya, bukanlah orang berhati jahat.
Secara keseluruhan, aku sangat menikmati membatja Twenties Girl. Aku tidak tahu seperti apa kondisi 1920-an di Inggris. Tapi aku yakin riset yang dilakukan Sophie Kinsella benar-benar mendalam—setidaknya di hal fashion dan musik. Lewat Twenties Girl ini aku mengenal satu profesi baru: headhunting (jangan diartikan setjara harfiah, yak). Pekerjaan yang menjadi pekerjaan Lara ini adalah pekerjaan yang mana mentjarikan pekerjaan idaman bagi seseorang. Atau kalau kata Lara, makcomblang antara seseorang dengan pekerjaan.
Atau jangan-jangan headhunting ini sama dengan Dinas Tenaga Kerja? Tapi aku kira Dinas Tenaga Kerja ini hanya menunggu pelamar datang, sementara headhunting ini mereka keluar mentjari 'mangsa.' Atau mungkin ini karena aku belum tahu tjara kerja Dinas Tenaga Kerja?
Malah jadi bahas headhunting :))
Bagi yang mentjari novel komedi yang juga dibumbui sesuatu yang romantis (aku belum bahas romansanya, yak? Atau setidaknya hanya bagian Josh doang. Nah, aku kasih satu botjoran dikit: ada cowok Amerika terlibat!), yang memiliki sentuhan tahun 1920-an, dibumbui sedikit misteri, dan ada hantu lutju nan gaul (untuk ukuran zamannya), Twenties Girl ini mungkin bisa jadi pilihan :3
Twenties Girl
Penulis: Sophie Kinsella
Penerbit: The Dial Press
Tahun terbit: 2009
Tebal: 448 halaman
Genre: Fantasi - Supernatural - Komedi - Adventure - Misteri - Romance
Score: Almost - Yummy!
Target: Adult (17 tahun ke atas!)
halo :)
BalasHapusSoal pekerjaan head hunters ini kukenal di tahun 2013. Soalnya aku dapat pekerjaan di tahun itu berkat bantuan head hunters *malah curhat*
Aku suka banget Twenties Girl (ya karena aku suka Sophie Kinsella juga sih) karena ceritanya yang hangat dan nggak banyak seputar romansa. Tentu saja dengan percikan2 yang menggelitik.
Halo juga :)
HapusWah, selamat ya :D/
Aku sih selalu suka karya Sophie Kinsella. Selama di sampul buku itu nama dia, aku pasti suka :))))