First line of Thank You for Smoking
Nick Naylor telah mendapatkan berbagai julukan sejak menjadi kepala juru bicara Akademi Penelitian Tembakau, tapi hingga sekarang belum ada satu orang pun yang benar-benar membandingkan dirinya dengan setan.
Sececap Thank You for Smoking
Nick Naylor menyukai pekerjaannya. Penuh tantangan karena pekerjaannya sebagai juru bicara Akademi Penelitian Tembakau, yang merupakan nama lain dari organisasi industri rokok, selalu membuatnya dibenci sebagian orang.
Tapi apakah benar dia menyukainya? Aku sendiri ragu. Apalagi dengan banyaknya kebencian yang mengarah langsung ke padanya.
Mungkin iya. Dulu di awal pekerjaannya. Tapi semenjak pekerjaannya menjadi lebih ... Menarik, hingga mengancam keselamatan nyawanya, mungkin dia mulai memikirkannya ulang.
Citarasa Thank You for Smoking
Jujur, aku penasaran dengan buku ini karena merasa kurang puas dengan adaptasi filmnya. Filmnya cukup bagus, mengkritisi rokok dari dua sisi. Tapi menurutku filmnya terlalu singkat. Dan agak ... Berlebihan. Terutama mengenai antjaman membunuh Nick karena dia mengerjakan pekerjaannya sebagai juru bitjara dengan baik.
Maksudku, okelah ada yang tidak suka rokok. Di dunia nyata pun banyak yang terang-terangan mengatakan bentji sekali dengan rokok. Aku pribadi tidak bentji pada rokok, tapi aku bentji asapnya. Tapi masa iya sampai mengancam Nick, juru bitjara perusahaan rokok, hanya karena dia melakukan pekerjaannya dengan baik?
Filmnya juga menarik. Karena aktor pemeran Nick juga menawan tidak hanya dalam penampilan, tapi juga dari tjaranya berdebat (yang tentu saja, hasil kerja tim). Dan soal berdebat ini, jauh lebih oke di versi adaptasi dibanding bukunya sendiri, sebab bila di adaptasi Nick selalu tampak tenang dan percaya diri, di buku Nick hanya percaya diri tapi sering kehilangan ketenangannya, jadinya ya ... Agak bikin capek. Apalagi adegan perdebatan ini buanyak sekali. Dan selalu saja timbul pertengkaran yang bikin jengah.
Eh, di adaptasinya tampaknya debatnya tjuman sekali. Mungkin karena itulah di adaptasinya perdebatan ini tak bikin capek seperti bukunya.
Di buku, banyak sekali hal nyata yang disebutkan. Semisal, atjara tv dimana Nick diundang. Bila di adaptasi Nick diundang ke atjara talkshow yang ... bisa atjara talkshow apa saja, nah di buku Nick diundang ke atjara talkshow yang benar-benar ada di dunia nyata. Sebut saja salah satunya Oprah. Jadi kita akan "bertemu" dengan Oprah di buku sebab Nick berbitjara langsung dengannya!
Bukan hal baru memang, memasukkan tokoh nyata dalam sebuah buku. Tapi tetap saja ini membuatku .... apa ya? Bukan kagum. Mungkin kagum sedikit pada keberanian penulis karena menggambarkan tokoh publik sebagai manusia yang ... punya emosi. Tapi lebih ke ... apakah sang penulis merupakan teman dari nama-nama yang dicatut?
Kendati isinya bikin capek setengah mampus, ditambah Nick (di buku) sebagai tokoh utama juga susah sekali disukai, atau setidaknya aku tidak menyukainya, tapi referensi yang digunakan penulisnya benar-benar bisa diacungi jempol. Risetnya juara. Data-data yang digunakannya beberapa di antaranya benar-benar akurat, malahan aku sampai mengeceknya sendiri, hahah. Jadi ya, meski melelahkan, setidaknya buku ini memberi ilmu sejarah baru.
Dan buku ini cukup lutju. Terutama di bagian setengah awal buku.
Mungkin ini agak sop-iler dikit: adaptasi filmnya hanya sampai di pertengahan buku, dan langsung lari ke epilog dengan banyak perubahan di sana-sini tapi intinya sama. Mungkin karena inilah aku merasa filmnya terlalu singkat. Namun, menurutku sendiri itu sudah bagus--dan tanpa membuat capek (teteup xD). Sementara di buku, masih ada konflik lagi setelah adegan klimaks di adaptasi filmnya, yakni soal antjaman yang dijadikan kenyataan. Setelah Nick diculik dan nyaris dibunuh dengan plester nikotin, di buku masih puaaanjang sekali ceritanya. Malahan, penculikan yang tidak berujung kematian Nick jadi berkah hingga membuat rivalnya geram. Masih ingat di awal tadi aku menyinggung soal adegan yang agak berlebihan? Nah, karena filmnya terputus di pertengahan buku, hal yang berlebihan itu di buku ada penjelasannya. Dan penjelasannya amat masuk akal.
Pada akhirnya, aku antara suka dan tidak suka dengan buku ini. Lebih condong ke tidak suka sih, hahah. Bikin capek dan frustasi, padahal awal-awalnnya buku ini sangat lutju dan bikin tertawa. Aku sangat lega bisa membatjanya sampai akhir, mungkin kalau tidak ada humornya, sudah aku drop. Aku sempat melompati beberapa halaman setelah setengah buku, karena aku rasa aku tidak terlalu penasaran dengan detail kecilnya. Namun meski begitu, buku ini bisa dibilang lumayan. Endingnya mungkin terlalu cepat, tapi buku ini full sejarah yang berhubungan dengan rokok. Kelompok apa saja yang menenantang rokok, bagaimana iklan rokok di televisi dan film, bagaimana muncul gambar tengkorak dan racun di bungkus rokok (oh iya, bukan hanya di Indonesia saja, hanya saja di Indonesia gambarnya tampaknya lebih ngeri), dan lain-lain. Thrillernya sendiri hanya bagus di bagian awal hingga pertengahan buku, setengah bagian lainnya agak sedikit membosankan dan melelahkan untuk seleraku.
Thank You for Smoking
Terima Kasih Sudah Merokok
Penulis:Christopher Buckley
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit: 2009
Tebal: 414 halaman
Genre: Realistic Fiction - Humor - Thriller
Score: Sweet!
Target: Adult! (17 tahun ke atas!)
Posting ini diikutkan dalam Reading Challenge::
wah bagus nih kayaknya, jadi penasaran sama bukunya
BalasHapusSudah langka, kak, bukunya :3
Hapus