Cloud Atlas
Penulis: David Mitchell
Penerbit: Random House
Tebal: 443 halaman
Genre: Historical fiction - Misteri - Thriller - Realistic fiction - Fantasi - Fiksi ilmiah - Dystopia - Romance
Stew score: Almost - Delicious!
Target: Young - Adult (16 tahun ke atas!)
Sececap Cloud Atlas
Saat berlayar untuk keperluan bisnis, Adam Ewing sempat berkunjung ke tanah "penghasil uang" dan melihat dengan mata sendiri bagaimana kondisi beberapa pulau di lautan Pasifik. Baik penduduk pendatang mau pun penduduk lokal, berlaku semena-mena pada mereka yang lemah.
Robert Frobisher lari dari rumah, menjauhi ayahnya, demi membuktikan bahwa dia bisa menghasilkan musik yang luar biasa. Namun, dia malah terperangkap oleh jerat seseorang yang dipanggilnya guru. Dia dimanfaatkan, dimanipulasi, karyanya diclaim oleh gurunya sebagai karyanya dan bukan karya Robert.
Hidup Luisa Rey berubah ketika takdir membuatnya terjebak di dalam sebuah lift yang berhenti berfungsi sementara bersama Rufus Sixsmith, seorang ilmuwan perusahaan energi raksasa. Belum sempat mereka melakukan pertemuan kedua, Sixsmith ditemukan mati bunuh diri di hotel. Luisa yang, seorang wartawan, tak percaya dia bunuh diri berusaha menyelidiki. Penyelidikan yang kemudian meminta nyawa sebagai harganya.
Timothy Cavendish pusing dan merana. Perusahaan penerbitannya nyaris bangkrut. Dia dililit banyak hutang. Sekaligus dimintai uang oleh keluarga salah satu penulisnya yang bukunya bestseller—yang dananya habis untuk menutup hutang. Dia mencoba meminta bantuan adiknya tapi adiknya malah menipunya.
Ketika menyaksikan saudari perempuan terdekatnya diledakkan, timbul percikan "pemberontakan" di dalam diri Sonmi 451. Hal yang sungguh aneh mengingat dirinya hanyalah seorang fabricant (manusia buatan) perempuan. Yang telah diset untuk terus bergembira. Yang telah diset untuk hanya bisa mengucapkan beberapa kalimat saja. Dan yang diberi makan Sabun setiap harinya.
Tak seperti Penduduk Lembah (nama suku—aku terjemahkan secara bebas dari Valleysmen) lainnya, Zachry tak mudah percaya pada Meronym, seorang wanita Prescients. Apalagi Meronym tidak percaya pada dewi junjungan Penduduk Lembah, Sonmi. Kondisi bumi pada masa ini, berkat bencana yang disebut Fall, seperti kembali pada zaman lampau. Di mana manusia melakukan barter ketika ingin mendapatkan suatu barang. Di zaman ini pula manusia terbagi dalam banyak suku. Sepanjang pengetahuan Zachry: sukunya, Kona (suku terkuat dan suka menangkapi suku lain untuk dijadikan budak di tanah mereka), Prescients (yang pintar dan punya peralatan canggih), ada juga yang lain, ada juga yang telah punah habis dijadikan budak oleh Kona.
6 tokoh utama. 6 kehidupan. 6 zaman berbeda. Satu jiwa yang sama.
Citarasa Cloud Atlas
Hal pertama yang aku lakukan adalah mencari tahu apakah Cloud Atlas ini novel atau kumpulan cerpen. Bila ini novel, pengemasannya mirip seperti cerpen (cerpen yang dipecah jadi dua bagian). Namun bila ini kumcer, tak terasa seperti kumcer.
Emang kumcer rasanya kayak apa, Jun?
Penghubung antara tokoh satu dan yang lainnya: bahwa tokoh utama di kisah-kisah selanjutnya adalah reinkarnasi tokoh di kisah sebelumnya. Belum lagi, pihak penerbit menyebut Cloud Atlas ini sebagai novel.
The Pacific Journal of Adam Ewing
Timeline: Sekitar tahun 1800-an.
Karena menonton adaptasi filmnya terlebih dahulu, aku sempat mengira Adam akan berkunjung ke Afrika. Apalagi di film Autua dideskripsikan sebagai kulit hitam. Aku tidak tahu seperti apa orang Moriori (suku dari mana Autua berasal). Moriori ini, kalau tidak salah, suku dari Selandia Baru atau dari salah satu pulau di Oceania.
Sebab timeline tahunnya 1800-an, otomatis bahasa yang digunakan adalah bahasa yang digunakan di tahun tersebut. Bahasa yang sebelumnya pernah kutemui saat membaca A Christmas Carol-nya Charles Dickens: perlu buka kamus setiap saat dan, ketika tak menemukannya di kamus, mencatatnya di memopad dan mencari terjemahannya dengan bantuan Google.
Letters from Zedelghem
Timeline: 1930-an
Aku tak mengalami kendala bahasa di bagian ini. Dan sama seperti bagian Adam Ewing, sesuai judulnya, bagian ini ditulis dalam bentuk surat berseri yang dikirim Robert ke sahabatnya, Sixsmith. Robert ini tipikal remaja (atau dewasa muda) yang masih dalam proses pencarian jati diri. Nafsunya juga besar. Jadi jangan heran saat kalian tahu dia doyan baik cowok mau pun cewek. Dia sendiri menganggap "kesukaan"-nya pada cowok adalah sebuah penyakit. Hal ini terbukti dari satu kalimatnya "cure" yang berarti penyembuh (dalam konteks kalimat penuhnya "menyembuhkan"). Walau dia sendiri tak terlalu ambil pusing soal hal itu. Dia itu orang yang menikmati hidup.
Ketika membaca bagian ini kalian mungkin akan sebal pada Robert. Tapi kalian juga akan jatuh kasihan padanya. Dari dulu sampai sekarang, harga sebuah reputasi memanglah sangatlah mahal.
Oh dan satu lagi, judul Cloud Atlas sendiri diambil dari bagian ini.
Half-Lifes: The First Luisa Rey Mystery
Timeline: 1970-an
Ditulis seperti novel pada umumnya. Satu-satunya yang ditulis menggunakan POV orang ketiga dan yang memiliki penomoran bab. Bila di Letters from Zedelghem Sixsmith hanya muncul sebagai nama, maka di bagian ini dia tampil "secara utuh." Meski hanya di beberapa bab awal saja. Ya, tampaknya Sixsmith tokoh spesial dalam novel ini. Kalau tidak, kenapa dia muncul di dua cerita?
Omong-omong soal Sixsmith, tampaknya dia jatuh cinta pada sahabatnya. Makanya di adaptasi filmnya dia dan sahabatnya...
Cerita favoritku nomor dua dari buku ini.
The Ghastly Ordeal of Timothy Cavendish
Timeline: masa sekarang
Gaya penulisan kisah ini agak mirip dengan penulisan Vladimir Nabokov di Lolita: ngajak ngomong pembaca.
Kisah di bagian ini, menurutku, merupakan kisah "teringan" dibanding kisah lainnya. Masalah yang merundung Tim walau berlapis-lapis tidaklah sekompleks tokoh lainnya.
An Orison of Sonmi~451
Timeline: Jauh di masa depan
Cerita terbaik dan merupakan favoritku di novel ini. Dan dikemas dengan cara yang unik, yang bahkan belum pernah kutemui di novel lain: wawancara.
Ya, kisah ini dikisahkan melalui dialog wawancara antara Pengarsip dan Sonmi~451.
Yang bikin takjub, meski dideskripsikan melalui omongan, kondisi dunia di mana Sonmi hidup, Neo So Copros (salah satu kota di Asia Timur, diperkirakan di semenanjung Korea) bisa begitu detail.
Sebenarnya, deskripsi yang dikisahkan melalui omongan bukanlah ide yang baru. Opa Tolkien pernah menggunakan gaya penulisan tersebut melalui karyanya LOTR: The Fellowship of the Rings. Cuman di LOTR tak dikemas dalam bentuk wawancara.
Di timeline ini, manusia kembali menggunakan kasta. Maksudku, di zaman sekarang kondisi golongan atas dan golongan bawah memang ada tapi tidak dibuat gamblang sehingga terkesan semua manusia kedudukannya sama. Nah, di dunianya Sonmi ini kasta manusia dibuat gamblang. Bila dia berasal dari golongan atas, maka dia akan disebut "pria/wanita golongan atas."
Itu manusia dengan manusia. Kedudukan manusia asli (disebut pure-blood) dengan buatan (fabricant) juga, tentu saja, dibedakan. Manusia buatan tak lebih dari hewan.
Seperti yang aku bilang di awal, aku menonton adaptasi filmnya terlebih dahulu. Aku sempat mengira kalau fabricant hanya dibikin dalam gender wanita saja, dan tugasnya hanya jadi pelayan di Papa Song saja. Tapi ternyata tidak. Di buku ada fabricant cowok. Dan ada juga fabricant yang jadi pelayan perorangan atau di rumah tangga.
Karena menggunakan setting di masa depan yang cukup jauh, bahasa di sini juga berbeda. Penulis dengan pintarnya menciptakan bahasa baru yang tanpa penjelasan mudah "diraba" oleh pembaca "masa kini."
Oh dan satu lagi. Bila di bagian Adam Ewing kota Batavia di Hindia-Belanda disebut beberapa kali, di bagian Sonmi ini nama negara tercinta kita, Indonesia, sempat disebut sekali. Aku selalu suka bila nama negaraku disebut. Yah, meski cuman sekali doang.
Sloosha's Crossin' An' Ev'rythin' After
Timeline: Lebih jauh lagi di masa depan, ketika dunia telah mengalami bencana atau kiamat kecil (fall)
Kendala pertamaku ketika membaca bagian ini adalah bahasa. Coba saja baca judulnya. Penulisannya persis seperti itu. Tapi setelah terbiasa, ya, jadi mudah dan lebih bisa menikmati kisahnya yang kalau boleh mengatakan sedikit suram. Untuk kondisi sosial dunianya, tak jauh beda dengan kondisi di zaman Adam Ewing, cuman di sini jauh lebih keras. Orang membunuh secara terang-terangan dan lebih, err, mengerikan.
Di timeline ini, dan bagi Penduduk Lembah, Sonmi menjadi Tuhan mereka. Jadi jangan kaget saat menemukan kata semacam, "Oh Sonmi" sebagai ganti "Oh God." Apalagi, sama seperi Adam, Zachry ini sangat religius. Sangat cinta sekali pada Sonmi. Cintanya dan keyakinannya juga tak berkurang meski Meronym telah menunjukkan bahwa Sonmi itu sama seperti mereka: manusia biasa.
Perbedaan mencolok antara film dan buku, bila di film Zachry sudah dewasa, sementara di buku Zachry masih belia. Bagian usia ini cukup krusial bagi Penduduk Lembah. Makanya mereka kaget saat Meronym mengatakan berapa umurnya.
Secara keseluruhan, Cloud Atlas buku yang wajib dibaca. Tema yang dihadirkannya, yakni kemanusiaan, sosial, bahkan dengan berani juga menyentuh aspek agama (malah sampai bikin manusia buatan sebagai tuhan segala), benar-benar fantastis. Belum lagi tiap timeline diberi bahasa berbeda, mengikuti zamannya masing-masing. Jelas penulis melakukan riset yang mendalam. Tiap bagian dipecah jadi dua. Jadi satu bagian tidak langsung habis, tapi diputus ketika hendak masuk bagian serunya! Urutan kemunculannya sendiri cukup unik. Urutannya seperti urutan "nyanyian" tangga nada. Bila Adam no. 1, dan Robert no. 2, yang lainnya nomor selanjutnya, maka urutannya: 1-2-3-4-5-6-5-4-3-2-1.
Karena sudah terlanjur membandingkan, ada beberapa perubahan yang aku lebih suka di adaptasi filmnya. Seperti perubahan yang dilakukan di bagian Robert Frobisher dan Zachry. Untuk bagian yang lain, sama bagusnya. Khusus di bagian Sonmi, di film dibikin lebih sederhana dan lebih sweet meski keduanya sama-sama bikin depresi.
Pasti kalian bertanya-tanya kenapa? (Geer banget kamu, Jun!) Di bagian R.F. telah disinggung mengenai reputasi. Nah, reputasi di film perannya jauh lebih besar dibanding di buku. Mempengaruhi, mengatur, menekan, membatasi hidup Rob. Bahkan mengambil alih kendali hidupnya. Hingga pada suatu titik dia "memberontak" dan melakukan satu-satunya hal yang masih ada dalam kendalinya: hidupnya. Di bagian Zachry, jauh lebih menegangkan dibanding di bukunya dan jauh lebih sweet karena ada adegan romansanya.
Omong-omong soal filmnya, karena Cloud Atlas bertema reinkarnasi, aktor dan aktrisnya dibikin muncul di tiap bagian. Misal Jim Sturgess. Dia berperan sebagai Adam Ewing, tapi di 5 bagian lain dia mendapat peran lain seperti contohnya di bagian Sonmi dia mendapat peran sebagai Captain Zheng (ya benar, orang kulit putih jadi orang Asia). Lalu Halle Berry. Dia mendapat peran sebagai Luisa, di bagian R.F. sebagai wanita Yahudi bernama Jocasta (iya, tubuhnya yang hitam legit berubah jadi putih), Meronym, dan lain-lain. Kemudian Ben Whishaw. Selain mendapat peran sebagai Robert Frobisher, di bagian Timothy dia mendapat peran sebagai Georgette (seorang wanita). Berlaku pula dengan aktor dan aktris lainnya. Baik pemeran utama mau pun peran pembantu.
Make-up dan make over dan tata rias atau apa pun sebutannya yang digunakan di Cloud Atlas benar-benar juara! Yang kulit putih bisa seperti orang Asia. Orang kulit hitam dan orang Asia bisa seperti orang kulit putih. Aku sendiri sempat kaget saat tahu pemeran Georgette itu si Benjamin (aku mencari info tentang pemerannya setelah kelar nonton filmnya).
Berkat filmnya yang oke pula-lah, aku kemudian memutuskan untuk membaca bukunya.
Bila kalian mencari buku atau film yang tidak hanya menghibur, bertema berani, tapi juga berbicara soal ketidakadilan dan perubahan, maka kalian perlu mencoba Cloud Atlas.
Posting ini diikutkan dalam Reading Challenge::
0 comments:
Posting Komentar