Red Queen
Penulis: Victoria Aveyard
Penerbit: Noura books
Tahun terbit: 2016
Tebal: VI + 518 halaman
Genre: Fantasi - Supernatural - Romance
Target: Young adult (15 tahun ke atas)
Score: Almost Yummy!
Kalimat pertama Red Queen
: Aku benci Jumat pertama.
Mare Barrow adalah seorang Merah--warga kelas dua yang di nadinya mengalir darah merah, dia tahu itu. Namun, ketika dia tertimpa perisai beraliran listrik, dan mendapati dirinya masih hidup, dia tak lagi yakin tentang hal itu.
Dia yakin dirinya bukanlah seorang Perak--warga kelas atas yang memiliki darah perak di setiap nadinya, yang memiliki kekuatan supernatural. Tapi kalau dia bukan Merah sekaligus Perak, lantas dia apa?
Untuk menutupi kenyataan yang mengejutkan itu, Mare dijodohkan dengan pangeran berdarah perak dari kerajaan Norta. Dan identitas baru, dimana dikabarkan dia berdarah perak, guna mengatasi gelombang tanda tanya di kalangan masyarakat--juga mengantipasi gejolak akan adanya harapan di kalangan Merah.
Pada awalnya Mare menganggap apa yang diperolehnya (bertunangan dengan pangeran, berada dekat dengan jantung pemerintahan) adalah kesempatan untuk, pada akhirnya, membebaskan kaumnya. Tapi hal itu tidaklah semudah membalikkan tangan. Apalagi dia tidak belum tahu dirinya apa: Bisa jadi kekuatannya hilang semendadak kemunculannya bukan? Ditambah lagi dia merasakan sesuatu tumbuh dan berkembang di hatinya.
Membaca Red Queen ini cukup menyenangkan. Gaya bercerita penulisnya (atau cara penerjemahnya menerjemahkan karyanya) sangat baik. Enak sekali untuk diikuti. Mudah dibaca, mengalir, dan ledakan-ledakannya (?) ditaruh di tempat yang tepat. Sehingga, yah, membuatku sulit berhenti untuk membacanya.
Seragamku terbakar, hangus dan berasap, dan aku mengharapkan kulitku akan mengalami hal yang sama. Jasadku akan berbau luar biasa. Namun, entah bagaimana, aku tidak merasakan apa-apa. Aku pasti merasakan sakit yang dahsyat sampai-sampai aku tidak dapat merasakannya.
Namun selain gaya bercerita (dan terjemahan) itu, nyaris tak ada yang kusukai lagi.
Pertama, world buildingnya. Di kalimat pertama buku ini, kita akan disambut dengan nama hari: Jumat. Dan itu mengindikasikan bahwa setting tempat ini masih di Bumi. Tapi kondisi setting lokasinya sendiri cukup sulit dibayangkan.
Bukan sulit yang sulit diimajinasikan. Deskripsinya oke, bentuknya bisa dibayangkan, tapi bila elemen-elemen itu digabung, elemen-elemen itu seperti dipaksakan kawin menyatu.
Di awal-awal suasananya persis seperti cerita bersetting kerajaan-kerajaan, ala-ala Lord of the Rings. Lalu berpindah ke lokasi lain, dan kita seperti berada di zaman modern, tapi dengan teknologi yang cukup canggih dengan adanya televisi, tapi tidak cukup canggih hingga ada telepon.
Sebenarnya, setting seperti itu, menggabungkan dua waktu berbeda dalam satu waktu, bukanlah hal baru. Di Avatar: The Legend of Aang (dan Korra), setting ini diterapkan. Di beberapa game Final Fantasy, kedua set medieval dan masa depan super maju, juga digunakan. Di seri novel fantasi lokal, Vandaria Saga, hal itu pun juga ada. Tapi eksekusi di Red Queen ini agak kurang mulus sehingga di awal-awal jadinya agak ... Mesti meraba-raba.
Kedua, para karakternya. Baik Mare, kedua pangeran, Cal dan Maven, juga Kilorn, sahabat baik Mare, tidak ada yang meninggalkan kesan sama sekali. Kilorn, minta dijitak. Cal, membosankan. Maven, dibikin mirip seorang tokoh di Game of Thrones (baca: Joffrey) tapi seperti masih setengah matang. Sementara Mare ... Dia seperti gabungan banyak kepribadian. Yang cukup lumayan justru antagonisnya, Ratu Elara. Nyaris seboring Cal, tapi karakternya jauh lebih alami (?) pergerakannya.
Di nyaris semua review, Red Queen dituding tidak memiliki keorisinalitasan. Dan aku rasa itu ada benarnya. Banyak adegan-adegan di Red Queen mengingatkanku dengan adegan-adegan di novel-novel atau film atau serial tv populer. Tapi aku sendiri tak ambil pusing. Toh, penulisnya tak menjiplak persis. Dia menggunakan bahasanya sendiri, dan ada perbedaannya. Toh, tak ada yang baru di bawah kehangatan matahari. Jadi ya ... Apesnya Red Queen karena terbit belakangan--dan populer.
Masih kata orang lagi. Red Queen memiliki plot biasa saja dan mudah sekali ditebak. Sekali lagi benar. Tapi aku tidak akan membahasnya demi menghindari spoiler :))
"Mengubah dunia ada harganya, Mare," ujarnya. "Banyak orang akan mati, Kaum Merah terutama. Dan pada akhirnya, tak akan ada kemenangan, tidak bagi dirimu. Kau belum tahu gambaran besarnya."
Secara keseluruhan, aku cukup menikmati Red Queen dan masih ingin membaca sekuelnya. Aku penasaran bagaimana Mare akan mencoba menggulingkan rezim Kaum Perak yang jumlahnya sendiri ada banyak. Tidak hanya satu kerajaan, darimana dia berasal, tapi banyak. Dan di tiap kerajaan, Kaum Merah selalu tertindas! (atau setidaknya seperti itulah yang tertulis di buku pertama dalam seri ini).
P. S. Terima kasih, mbak Mute sudah ngadain GA berhadiah buku Red Queen ini :')
P. S. S. Buku ini nyaris bersih dari typo. Typo terfatal (?) ada di penyebutan nama tokoh. Lucunya, aku mengira, tampaknya typo tersebut akibat dari autocorrect x))
Posting ini diikutkan dalam Reading Challenge::
0 comments:
Posting Komentar