Cookie [Jacqueline Wilson]


cookie 

Icip-icip Cookie

Beauty (Cantik) Cookson memiliki wajah yang biasa-biasa saja. Karena itulah teman-temannya di sekolah (terutama para musuhnya) memanggilnya Ugly (Jelek). Ketidakmampuannya dalam beberapa hal, semisal menyanyi dan menari, membuatnya menjadi sosok yang pemalu.

Beauty suka sekali menonton acara Rabbit Hutch (acara untuk balita). Tapi hanya ibunya, Dilys (atau biasa dipanggil Dilly oleh suaminya), yang tahu mengenai hal itu. Bila teman-temannya tahu, dia akan mendapatkan julukan baru lagi dari teman-temannya di sekolah–yang jumlahnya sudah nyaris sebanyak jumlah jari tangan. Bila ayahnya tahu, hal buruk, lebih buruk dari gencetan teman-temannya, akan terjadi.

Ayah Beauty mempunyai emosi yang tidak stabil. Hal kecil, misalnya saja debu, bisa menyulut amarahnya. Kata-katanya sangat tajam, sorot matanya menyeramkan, dan gerak-geriknya sangat mengintimidasi. Dia tidak terima dengan penolakan. Dia tidak tahu apa yang diinginkan Beauty, dia tidak tahu anak-anak yang dikiranya teman Beauty adalah musuh utama Beauty, dan dia sangat pemaksa! Sesuatu yang dihadiahkannya pada Beauty harus diterima dengan gembira–meski Beauty merasakan hal lain! Lebih hebatnya lagi dia merasa dia adalah suami dan ayah yang baik!

Untung ada Dilys, ibunya. Meski tidak jago melakukan banyak hal, dia tak pernah kehabisan rasa sayang untuk Beauty. Dia bahkan ikut marah saat tahu teman-teman Beauty memanggil anaknya dengan sebutan yang tak nikmat didengar. Dia kemudian mendapat ide agar anaknya mendapat julukan baru yang manis: membuat cookie (dan mengedarkannya pada teman-teman sekolahnya).

Namun, makin lama, ayah Beauty makin tak terkendali. Tangannya bahkan tak segan berbicara lebih keras.
Bisakah Beauty dan ibunya meyakinkan teman-teman Beauty untuk mulai memanggil Beauty dengan Cookie? Sanggupkah mereka bertahan dengan sikap ayahnya yang meledak-ledak seperti itu? Ataukah mereka berani keluar dari rumah, tanpa keahlian apapun, dan memulai hidup baru yang jauh lebih baik?

Citarasa Cookie

Manis! Itulah jawaban yang akan aku berikan ketika ditanya bagaimana rasanya :) 

Sama seperti 13 Reasons Why, buku Cookie ini aku peroleh dari kemenangan cerpenku yang berjudul Bocah Penjual Cookies. Terimakasih kak Mery Riansyah (dia editornya, lho) karena telah mengadakan kontes tersebut, heheh.

Buku ini sangat ringan (dan manis). Dari segi ide, bahasa yang digunakan (sangat mudah dimengerti dan tak bertele-tele), dan alurnya (lurus dan mulus tanpa jalur memutar). Dilengkapi juga ilustrasi lembut buatan Nick Sharratt tiap awal bab yang berisi ringkasan dari bab yang diwakilinya.

Tidak banyak yang bisa aku komentari. Semuanya terasa pas. Semuanya terasa manis–bahkan endingnya (tuhkan spoiler, hahah). Aku juga tidak menemukan typo sama sekali (bisa jadi sangat bersih, tapi bisa juga karena aku sangat terhanyut dengan kisah yang diterjemahkan oleh Muntya Ayudya sehingga aku kurang teliti). Toh walaupun ada typo, tak akan mengurangi kenikmati mengunyah Cookie. Apalagi Cookienya rasa dan bentuknya unik. Mungkin yang bisa jadi masalah adalah pada pengenalan tokoh baru bernama Mike. Mike belum memperkenalkan diri tapi Beauty sudah tahu namanya. Hal yang ajaib bukan? heheh. Tapi Beauty sendiri anak yang ajaib. Dia memiliki imajinasi yang sangat aktif.

Covernya juga manis. Menyerupai bentuk kue dengan foto Beauty sebagai centralnya dan dibingkai oleh cookie beraneka warna dan bentuk. Ada tulisan cookie yang berbentuk artistik dan berwarna putih, seolah tulisan itu dibuat dari cream. Sedang tangan yang muncul dan menghantam sebuah cookie… Jelas kalian bisa menebaknya itu tangan siapa.

Kalo boleh jujur (dan curhat sedikit), membaca buku ini seperti membaca kisahku sendiri. Bedanya Beauty tidak mempunyai adik dan aku belum punya keberanian seperti Dilly untuk mengajak keluargaku keluar dari “Happy Home”. Empat mangkuk semur aku persembahkan pada Dilly karena telah menjadi ibu yang menakjubkan bagi Beauty.

Judul: Cookie
Penulis: Jacqueline Wilson
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: (Pertama) Januari 2012
Tebal: 376 halaman
Stew Score: 4 of 5 Bowls

2 comments:

  1. sejak baca 'the worry website'-nya jacqueline, jadi mulai jatuh cinta ama penulis yang satu ini :D mudah2an suatu hari 'berjodoh' dengan 'cookies' karena dari review di atas, sepertinya ceritanya menarik ^o^

    BalasHapus
  2. Amin.
    Memang Cookie menarik sekali. Wajib batja pokoknya :D
    Bulan Desember nanti saya bakal membaca buku Jaqueline yang lain :D

    BalasHapus

 

I'm part of...

Follower

Hey, Jun!