Penjelajah Antariksa: Bencana di Planet Poa
Penulis: Djokolelono
Penerbit: KPG
Tahun terbit: 2015
Tebal: VI + 226 halaman
Seri: Penjelajah Antariksa #1
Genre: Fiksi Ilmiah - Fantasi - War Fiction
Target: Teen (12 tahun ke atas!)
Score: Almost Yummy!
Kalimat pertama Bencana di Planet Poa
: RAZ!
Akibat peperangan mahadahsyat, Planet Bumi atau Terra sudah tiada sejak ribuan tahun lalu. Tak punya tempat tinggal membuat penduduk Terra berpencar ke berbagai galaksi guna menemukan planet yang layak huni. Tapi dengan catatan, planet itu harus benar-benar kosong. Tidak ada penduduknya. Sudah cukup kehancuran yang mereka rasakan. Jangan lagi ada perang.
Dalam pencarian itu, satu koloni penduduk Terra berhasil menemukan planet Poa. Mungkin ukurannya tidak sebesar Terra tapi planet itu memiliki tanah yang subur. Dan yang terpenting, setelah menjelajahi seluruh permukaannya, planet itu tidak berpenduduk. Hingga, enam bulan kemudian mereka mendapati fakta yang mengejutkan.
Fakta yang pertama, matahari tak lagi terbit di planet Poa. Yang otomatis tak ada lagi siang, hanya ada malam dan malam dan malam. Badai salju tak berhenti mengguyur seluruh daratan dan lautan Poa. Membuat udaranya dingin tak tertahankan. Membuat banyak teknologi Terra lumpuh dan tidak sedikit yang mengalami kerusakan. Bahkan Malam Panjang yang tiba-tiba menyergap itu menelan banyak korban jiwa!
Dan seolah itu belum cukup, ada satu fakta lebih besar lagi yang bakal bikin jantung beberapa orang copot. Ternyata ... Planet Poa planet yang berpenghuni!
Ketika Malam Panjang mengisi langit Poa, penduduk asli Poa mulai bermunculan dari dalam tanah, tempat mereka berlindung dari teriknya matahari yang mematikan bagi mereka.
Apakah terjadi perang? Apakah pertemuan dua makhluk tersebut memicu pertikaian? Pihak Terra menyalahkan penduduk asli kenapa mereka tidak menemui atau mengusahakan agar keberadaan mereka diketahui, mungkin? Atau mungkin karena Poa subur sehingga lebih pantas untuk para Terra? Atau penduduk asli Poa menuntut haknya, Poa untuk Poa?
Dari pertanyaan di atas yang aku ajukan sendiri, hanya pertanyaan pertama yang akan kujawab. Dan jawabannya adalah ... YA!
Ya, terjadi perang! Yang mengubah Poa untuk selama-lamanya!
Tapi bukan karena koloni Terra yang pertama tiba di Poa, koloni Terra satu ini masih memegang teguh prinsip mereka (mereka berjanji akan segera pergi dari Poa begitu mereka menemukan planet baru, dan begitu mereka berhasil membangun kembali teknologi antariksa mereka yang sempat rusak gara-gara Malam Panjang), tapi karena Koloni Terra yang baru saja tiba! Mereka tampaknya sudah lupa, atau sengaja lupa, dengan prinsip atau janji perdamaian kaum Terra!
Peperangan pun tak terhindarkan antara dua koloni kaum Terra. Yang satu ingin merebut Poa, yang satu ingin mempertahankan Poa dan agar Poa tetap jadi milik penduduk asli Poa.
Bagaimana dengan penduduk asli Poa? Apakah mereka ikut ambil bagian dalam kancah memperebutkan "hunian" yang secara sah merupakan milik mereka?
Sekali lagi jawabannya, ya. Pertanyaan yang justru jawabannya harus kalian cari tahu sendiri adalah yang ini; kemana penduduk asli Poa ini akan berpihak? Terra yang mereka sudah kenal, atau Terra yang baru saja datang?
"Tetapi planet yang kita tempati bukan milik kita," kata Dram. "Memang teknologi Terra jauh lebih maju daripada teknologi Poa. Mudah saja bagi kita memaksa tinggal di aini dan membuat orang Poa tak berkutik, tetapi tak baik merampas rumah milik orang lain, bukan?" - halaman 10.
Sejak tahu mengenai serial ini, dan sejak membaca Anak Rembulan yang ketje itu, aku tanpa ragu memasukkan buku ini dalam daftar harapan buku yang mesti dibatja dan dibeli. Dan dikoleksi, mengingat desain covernya oke punya. Dan buku ini, Penjelajah Antariksa: Bencana di Planet Poa, memang bagus sekali. Aroma luar angkasanya sangat terasa!
Kondisi planet Poa yang berbeda dengan Bumi. Teknologi antariksa yang sudah sangat maju. Peperangan di langit, darat, dan angkasa. Pokoknya kayak sedang menyaksikan Star Wars, atau The Expanse deh! Tapi lebih kid-friendly. Bukan karena tokoh utamanya empat anak-anak (satu bocah, tiga remaja, keempatnya bersaudara), tapi juga dari konflik, plot, dan jumlah halamannya.
Meski sebenarnya, menurutku sendiri, dengan plot seperti itu, dengan tiga kubu besar dan banyak tokoh yang disorot untuk berbagi POV, membuat seri ini, buku ini, sudah jadi bacaan yang cukup berat untuk anak-anak.
Omong-omong soal kid-friendly, yang tampaknya dibuat seperti itu karena target pembaca utama serial ini adalah anak-anak, unsur kid-friendly-nya ini justru yang jadi ... Katakanlah peredam potensi serial ini. Menurutku, seri ini, atau buku ini, memiliki potensi yang sangat besar. Potensi yang akan membuatnya sama kerennya dengan The Expanse bahkan Star Wars!
Konfliknya bisa diperumit. Karakter tiap tokohnya bisa lebih digali lagi dan diperdalam lagi. Dan tentu saja, peperangannya bisa dibikin lebih dramatis lagi.
Bukan berarti Bencana di Planet Poa ini jelek. Buku ini bagus sekali. Dan ikonik. Dan mungkin akan jadi pelopor menjamurnya kisah-kisah luar angkasa di tanah air. Hanya saja, aku merasa Bencana di Planet Poa yang sudah bagus ini akan jauh lebih bagus lagi kalau dibikin lebih tebal lagi. Setebal novel-novel untuk pembaca dewasa muda pada umumnya. Atau boleh juga setebal Game of Thrones--karena plotnya sendiri agak-agak mirip dengan serial punya Opa Martin tersebut; saling berebutan suatu wilayah, meski kalau di sini wilayahnya seluruh planet.
Ada empat karakter utama; Raz, Vied, Veta, dan Stri (tampaknya nama ini adaptasi dari Setri, yang dalam bahasa Jawa berarti anak perempuan). Keempat bersaudara ini terpisah jarak gara-gara Malam Panjang. Raz bersama kakeknya terlambat datang ke Kota, sebuah wilayah yang diset agar bisa bertahan melawan ganasnya Malam Panjang, dan makin terlambat ketika mereka tak sengaja bersilang jalan dengan penduduk Poa. Vied, yang merupakan sulung dari keempat bersaudara tersebut, karena merasa berkewajiban sebagai yang tertua, mencoba mencari adik perempuan terkecil dan kakeknya dengan mencoba mendatangi kediaman mereka di luar kota. Kediaman itu kosong tentu saja. Dan tak layak huni mengingat Malam Panjang. Tapi ketika dia masih berada di dalam rumahnya tersebut, dia mendengar ada pesawat luar angkasa yang melintas di dekatnya. Tapi bagaimana bisa? Seluruh pesawat Terra lumpuh di Malam Panjang. Sementara pesawat lainnya disimpan dan masih dalam penyempurnaan guna nanti digunakan untuk pergi dari Poa ke planet baru. Jadi, pesawat siapakah itu gerangan?
Sementara Veta dan Stri sudah berada di Kota. Harap-harap cemas dengan kondisi Vied dan Raz dan kakek mereka. Tapi tentu saja mereka tidak aman. Dengan seluruh warga Terra berada di Kota, otomatis Kota menjadi titik di mana seluruh mata menatap langsung ke arahnya.
Kalian lihat? Tiga lokasi dengan tiga plot pertama yang langsung bikin penasaran. Aku masih merasa TIDAK RELA nih buku hanya 200 halaman saja. Tiga konflik pertama itu saja sudah bikin terbayang bagaimana keseruan yang dijanjikannya.
Semoga di sekuelnya yang nomor tiga, halamannya sudah lebih banyak.
Jika kalian mendapati awal-awal bab Bencana di Planet Poa sedikit membosankan, aku sarankan bagi kalian untuk lanjut. Hal itu memang diperlukan untuk memperkenalkan kontur Poa dan para tokoh sentralnya--termasuk tokoh selain empat bersaudara tadi. Bahasa-bahasa buatannya, seperti broa, sisa, grap, dan lain-lain, aku rasa sangat mudah dimengerti karena bahasa yang eyang Djoko pakai sederhana, gabungan bahasa Indonesia dan Inggris. Jadi aku yakin kalian bisa mengikuti tanpa mengerutkan kening. Dan ketika kalian sudah mencapai halaman 90 ... Dijamin kalian tidak bisa melepaskan buku ini!
"Terlalu lama. Sementara kalian menanyakan pendapat rakyat, kami sudah bisa merebut sepuluh planet. Kukira tak ada yang mesti kita bicarakan lagi." - halaman 100.
Oh iya, dengar-dengar buku ini, Bencana di Planet Poa, buku pertama dari seri Penjelajah Antariksa, sudah cukup langka keberadaannya. Jadi ketika mendapati satu eksemplarnya nyempil di toko buku, jangan ragu buat mengadopsinya!
Posting ini diikutkan dalam Reading Challenge::
Keren, baru baca ini
BalasHapus