Lintang Kemukus Dini Hari by Ahmad Tohari

Lintang Kemukus Dini Hari

Penulis: Ahmad Tohari
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit: 1985
Tebal: 211 halaman
Seri: Ronggeng Dukuh Paruk #2
Genre: Romance - Indonesia Literature - Fiksi sejarah - Realistic fiction
Stew score: Sweet!
Target: Young-Adult (16 tahun ke atas!)

Sececap Lintang Kemukus Dini Hari

Seperginya Rasus, Srintil tak terlalu bersemangat lagi dalam menjalani hidup. Bahkan dia menolak tawaran meronggeng lagi. Dan dalam usahanya tersebut dia menolak tinggal di rumah suami-istri Kartareja, semacam induk semangnya dalam peronggenggan, rumah terindah dan termewah di Dukuh Paruk.


Seperginya Rasus, yang tanpa pamit, Srintil mulai mempertanyakan soal dirinya sendiri. Soal keakuannya. Apakah dia wanita milik bersama, yang meliuk-liuk di atas panggung, yang memuaskan hasrat para lelaki yang mengundangnya? Ataukah wanita dalam arti yang sederhana, hanya ditatap dan mengabdikan hidupnya oleh seorang lelaki saja?

Akankah Srintil akan meronggeng kembali?

Srintil dilema. Bila dia berhenti, bagaimana nasih Dukuh Paruk yang dicintainya? Sementara, perekonomian penduduk dukuh kecil itu bergantung sekali pada kesenian ronggeng, pada Srintil.

Citarasa Lintang Kemukus Dini Hari

Dibandingkan buku perdana dalam serial, buku ini bisa dibilang kehilangan pesonanya. Setidaknya pada diriku.

Membaca apa yang dialami Srintil ini seperti membaca berita soal rokok. Susah menentukan salah dan benar. Di satu sisi, apa yang dilakukan Srintil adalah tindak asusila. Di sisi lain, dia tampak egois, tampak tidak peduli dengan saudara-saudaranya (di Dukuh Paruk semua orang bersaudara).

Kadang aku jengkel dengan keputusan Srintil tak meronggeng lagi, tapi kadang juga aku mendukung keputusan Srintil untuk tak lagi melakukannya. Benar-benar dilema. Seperti apa yang dirasakan Srintil sendiri.

Dan kadang aku bosan. Kegundahan gulananya terlalu panjang dibahas.

Tapi untunglah, ada "kebetulan" yang muncul menjadi jalan tengah. Ada yang menawari dirinya untuk mengajari seorang lelaki menjadi lelaki seutuhnya Srintil yang sejak bocah tahu soal dunia lelaki, menjajal kerja yang menurut nuraninya tidak merusak keperempuannya. Dia disewa demi menolong seorang bocah... Emm, bukan bocah juga sih, tapi laki-laki dewasa bermental bocah.

Setelah selesai berurusan dengan "si bocah", muncul satu sosok yang menggiring Srintil, juga dukuhnya, menjadi jauh lebih terkenal. Srintil disewa jadi ronggeng, awalnya dia tak mau, tapi karena sosok ini meyakinkannya bahwa Srintil hanya disewa untuk keperluan menari dan menghibur orang-orang akhirnya dia mau. Srintil, dan semua orang Dukuh Paruk, yang tak pernah mengenyam bangku pendidikan, atau tidak mau belajar aksara, pada awalnya tidak sadar bahwa sosok baik dan kharismatik yang mengangkat derajat Dukuh Paruk telah memanfaatkan mereka untuk kepentingannya dan golongannya.

Dukuh Paruk sempat mundur. Dukuh Paruk yang tidak suka ikut campur masalah di luar desanya memutuskan untuk berhenti dari kancah panas yang oleh banyak orang disebut politik.

Tapi sosok baik dan kharismatik ini pintar. Dengan sedikit ilmunya, dia mengelabui kembali Dukuh Paruk. Membawanya kembali ke panggung politik. Malahan, kali ini Dukuh Paruk menyatakan dukungannya pada sosok baik dan kharismatik tersebut dan partainya.

Dukuh Paruk dengan keluguannya. Dukuh Paruk yang mendapat julukan pendukung sebuah partai. Dukuh Paruk yang dibawa nasib terlibat kerusuhan. Dukuh Paruk yang digelandang ke balik jeruji tahanan.

Secara keseluruhan, Lintang Kemukus Dini Hari cukup lumayan. Aroma pedesaan atau daerahnya masih sangat kental, seperti buku pertamanya Ronggeng Dukuh Paruk. Karakter Rasus tidak memiliki banyak perubahan, dia masih sama seperti sebelumnya, malu tapi mau, tegas tapi tidak untuk soal hati, tapi mungkin ini dikarenakan porsinya di buku kedua dalam seri ini hanya sedikit sekali. Sebaliknya, Srintil mengalami banyak perkembangan. Dia menjadi lebih dewasa (#iyalah). Kisah cinta antara Srintil dan Rasus, walau Srintil menggalaukannya terus-menerus, masih berada di garis yang sama.

Bagi yang antipati dengan politik, jangan langsung menghindari buku ini ya. Politiknya cuman dikit kok, tapi sudah cukup buat mengajarkan bahwa walau tak terjun langsung di dalamnya, setidaknya kita melek politik. Biar tidak mudah dimanfaatkan untuk kepentingan yang mungkin tidak baik.

Oh ya, ketika aku membaca Lintang Kemukus Dini Hari ini, momennya bisa pas kebetulan saat Indonesia sedang dilanda banjir politik kampanye hitam. Aku menganggapnya hal itu sebagai pertanda. Pertanda bagiku untuk bersikap bijaksana dengan menyebarkan lebih banyak berita positif. Seperti yang kita tahu, banjir yang bermuatan negatif itu tidak hanya disebarkan oleh mereka yang sangat tahu sekali dengan politik, tapi juga mereka yang tak tahu dan bahkan belum memiliki hak pilih.


Posting ini diikutkan dalam Reading Challenge::

0 comments:

Posting Komentar

 

I'm part of...

Follower

Hey, Jun!