Wuthering Heights by Emily Bronte

Kalimat pertama Wuthering Heights
1801—Aku baru saja kembali dari rumah seorang tuan tanah.

Sececap Wuthering Heights

Tuan Lockwood merasa ada yang aneh dengan Mr. Heathcliff, tuan tanah Thrushcross Grange, rumah yang disewanya. Tidak seperti tuan tanah yang menyambut penyewanya dengan ramah, tuan tanah tersebut bisa dibilang menguarkan aura yang negatif. Aura yang seakan-akan meminta Mr. Lockwood untuk enyah dan tidak mengganggunya.

Aura negatif itu semakin pekat ketika Mr. Lockwood menginjakkan kaki ke Wuthering Heights, tempat tinggal sang tuan tanah beserta keluarganya; seorang perempuan muda berparas rupawan, seorang pemuda berpenampilan awut-awutan, dan pelayannya; seorang pendeta tua yang sering berkata jujur dan suka menggerutu, dan seorang wanita yang tampaknya ramah.

Kesuraman yang menyelimuti Heights kemudian membuatnya penasaran.

Sepulangnya ia ke Grange, Mr. Lockwood menduga kepala pelayan di rumah yang disewanya memiliki umur yang cukup pas untuk mengetahui banyak hal yang terjadi di daerah kecil tersebut. Pelayan rumah itu bernama Ellen/Nelly Dean.

Saat Mr. Earnshaw berangkat ke kota, dia berjanji pada Hindley dan Catherine, kedua anaknya, juga Nelly/Ellen, anak salah satu pelayannya, untuk membawakan mereka hadiah. Namun, ketika pulang, anak-anak harus menelan kekecewaan, pasalnya Mr. Earnshaw tidak membawa satu pun hadiah pesanan anak-anak, melainkan membawa seorang anak kecil laki-laki yang tampak kotor bernama Heathcliff.


Dan semua berawal dari sana. Tidak ada yang menyukai Heathcliff kecuali Mr. Earnshaw dan Catherine—yang kemudian mereka berdua menjadi sahabat tak terpisahkan. Namun, Mr. Earnshaw tak selamanya hidup. Dan tak selamanya dia bisa melindungi Heathcliff dari mereka-mereka yang membencinya. Terutama dari Hindley yang sejak kedatangan Heathcliff kehilangan kasih sayang ayahnya.

Heathcliff diusir dari Heights. Namun, beberapa tahun kemudian dia datang kembali. Dia jadi jauh lebih tampan dan lebih terhormat. Pakaiannya juga mengumandangkan seolah dia bukan lagi dari kalangan jelata. Dia datang sambil membawa rasa dendam yang melimpah untuk keluarga Earnshaw dan keluarga lain yang secara tak sengaja terlibat menjauhkannya dari cinta sejatinya: Catherine.

Citarasa Wuthering Heights

Cukup mengejutkan aku suka pakai dewa dengan Wuthering Heights. Padahal bab pertamanya benar-benar... Menarik kebencian yang ada di benakku. Seluruh penghuni Wuthering Heights, ini nama rumah omong-omong, menguarkan aura kebencian yang teramat pekat!

Namun di situlah salah satu kekuatan utama Wuthering Heights, suasananya yang super suram. Dari awal sampai akhir, dari halaman pertama hingga halaman terakhir, kesuraman itu tak pernah hengkang. Tetap konsisten merundungi para tokohnya. Bahkan tokoh yang merupakan orang asing.

Kekuatan Wuthering Heights yang kedua adalah watak karakternya. Kita akan dibuat terkejut, atau setidaknya aku dibuat terkejut, oleh tingkah polah karakternya. Di satu sisi, mereka bisa berbuat baik. Di sisi lain, mereka bisa berbuat sangat kejam terhadap satu sama lain. Di satu sisi, mereka bisa bersikap semanis madu, namun di sisi lain, mereka sanggup membuat es beku mencair hanya dengan tatapan. Di satu sisi, mereka terlihat lemah dan rapuh dan patut dikasihani, tapi di sisi lain mereka bisa membuat kita marah dan merasa harus jauh-jauh darinya. Ya, membatja Wuthering Heights itu seperti sedang menonton parade nyaris seluruh watak manusia.

Ada yang mau berkorban apa saja demi cinta, bahkan dengan membunuh, tapi merasa rendah diri. Ada yang mencintai seseorang dengan sepenuh hati, tapi sekaligus takut pada orang yang dicintainya setengah mati. Ada yang ingin menikahi seseorang, tapi tak mau hidup dalam kehinaan. Ada yang mendapat perlakuan maha keras, tapi begitu manipulatif pada orang yang mencintainya. Dan seterusnya, dan sebagainya,

Meski tebal, 584 halaman, Wuthering Heights tidak memiliki banyak karakter. Hanya sedikit. Dan tidak semuanya berhasil bertahan hidup (mungkinkah ini agak sop iler?). Semua tokoh sangat mencuri perhatian. Tapi yang paling mencuri perhatianku adalah Heathcliff dan Catherine (tentu saja!), dan Ellen/Nelly Dean, serta Hareton (putra dari Hindley).

Tapi dibanding karakternya, yang paling mencuri perhatianku adalah gaya bercerita Emily Bronte yang tak biasa. Atau bisa dibilang cukup baru bagiku. Dan ini, bagiku, merupakan hal utama yang jadi kekuatan buku ini. Meski tokoh utamanya adalah Heathcliff dan keluarga Earnshaw dan keluarga Linton: keluarga pemilik Thrushcross Grange, penceritanya bukan satu pun dari mereka, tapi dari sudut pandang Mr. Lockwood (POV pertama) dan lewat penuturan Ellen/Nelly Dean (entah bagaimana cara menyebutnya, POV tiga yang dibatasi oleh pengamatan Ellen, aku rasa). Dan POV Ellen tersebut yang dipakai paling sering. POV ini ditulis persis seperti seseorang yang sedang mendongengi atau menceritakan kisah pada seseorang.

Oh ya, apakah kalian penasaran kenapa aku menuliskan Ellen/Nelly Dean? Apakah itu berarti mereka dua orang yang berbeda? Atau satu orang tapi beridentitas ganda? Atau satu orang yang punya dua nama julukan? Bila jawaban kalian adalah yang terakhir, maka kalian benar. Nama itu nama satu orang. Tergantung siapa yang memanggil. Tergantung kedekatan seseorang dengan si pemilik nama.

Secara keseluruhan, seperti yang sudah aku bilang di atas, aku amat teramat sangat menikmati Wuthering Heights. Memang banyak kata-kata umpatannya. Memang suasananya bukan jenis suasana yang aku suka, suram pakai dewa, sepi yang menggigit, tokoh utama super jahat, dendam mengepung dari berbagai sudut, amarah membakar tercetak di tiap halamannya, tapi entah kenapa, entah kenapa, aku bisa tahan dengan kesuramannya. Mungkinkah karena kebenciaan Heathcliff yang memiliki kadar sama besarnya dengan kadar cintanya, sehingga kesuraman itu sedikit lebih ternetralisir? Mungkin. Atau mungkin, karena gaya bercerita penulisnya yang oke pakai dewa. Baru juga menginjak bab pertama, rasa suram, rasa sepi, kegelapan, langsung menyerbu deras bak air bah. Dan langsung membuatku penasaran bagaimana kisah ini akan berakhir. Betapa anehnya tingkah Heathcliff. Begitu kaku, tampak tak memiliki hati nurani, tapi mengiba dengan teramat sangat menyedihkan ketika mendengar nama kekasihnya disebut.

Fakta seru mengenai buku ini, karena tak ingin segera berakhir aku membatja buku ini sangat perlahan. Aku juga sempat takut endingnya bakal tak memenuhi ekspektasiku. Tapi ternyata endingnya... mengejutkanku. Mengingatkanku akan kotak Pandora.

Tentu aku sangat merekomendasikan buku ini. Setidaknya, batjalah sekali saja buku berjudul nama rumah ini: Wuthering Heights. Terutama romance-haters, aku menantang kalian. Bila kalian membentji novel romansa karena keceriaannya, kenapa tidak mentjoba novel romance yang sangat jauh dengan keceriaan ini? ;)

Oh ya, nyaris lupa. Aku suka pakai dewa dengan sampul terbitan penerbit Qanita ini!

Wuthering Heights

Penulis: Emily Bronte
Penerbit: Qanita
Tahun terbit: 2014
Tebal: 584 halaman
Genre: Klasik - Romance - Elegi
Score: Delicious (5 of 5 stars!)
Target: Adult (17 tahun ke atas!)

Posting ini diikutkan dalam Reading Challenge::

Kategori: Genre 101 - Klasik

https://perpuskecil.wordpress.com/2015/01/15/lucky-no-15-reading-challenge/
Kategori: Cover Lust

|

P.S: Thanks kak Dyah Agustine! :'D

2 comments:

  1. tau "wuthering heights" cuma dari komik topeng kaca, hahaha.. and ketebalan versi utuh ceritanya mengintimidasi yaa.. nyaris 600 halaman boo XD semoga suatu hari sanggup bacanya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Eh, mungkinkah ini versi abridged? Aku sendiri tidak tahu :)))

      Batja sadja, kak. Recommended banget :'D *berasa consultant xD

      Hapus

 

I'm part of...

Follower

Hey, Jun!