Antologi Rasa
Penulis: Ika Natassa
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: Maret, 2012
Tebal: 344 halaman
Stew Score: 3 of 5 Bowls
Icip-icip Antologi Rasa
Keara, Ruly, Harris, dan Denise. Empat sahabat. Empat cinta.
Sudah lebih tiga tahun berlalu Keara
menyimpan rasa cintanya pada Ruly. Dia tidak berani menyatakan cintanya
karena dia tahu, cowok pujaannya itu jatuh cinta setengah mati pada
Denise.
Sama seperti Keara, Ruly tidak bisa
menyatakan rasa cintanya pada seseorang yang memenuhi hati dan
pikirannya. Hal itu dikarenakan Dennis telah bersuami.
Sama seperti kedua temannya, Harris juga memendam rasa cinta pada salah satu sahabatnya. Coba tebak siapa? Jelas bukan Ruly
Bukan pula Denise. Yap, Keara. Hanya saja dia tidak berani menyatakan
perasaannya karena… Dia tahu, Keara memendam rasa pada Ruly.
Masing-masing berharap semoga seseorang
yang memenuhi hati dan pikiran melupakan cintanya. Harapan siapa yang
akan mewujud menjadi nyata?
Apakah penantian tiga tahun Keara menjelma sia-sia?
Apakah Denise akhirnya menuntut cerai
suaminya yang tidak bertanggungjawab sehingga Ruly bisa mempersembahkan
hatinya pada wanita yang telah membuatnya jatuh-bangun semenjak dari
bangku SMA?
Atau, berhasilkah Harris meyakinkan Keara bahwa cintanya tulus dari hati?
Cita rasa Antologi Rasa
Antologi Rasa merupakan
buku metropop pertama yang aku baca di tahun 2012 ini. Aku mendapatkan
buku ini sebagai buku pilihan sendiri bagi pemenang BBI 1st giveaway di
blognya A. S. Dewi.
Lho, tumben, Jun, kamu nggak milih buku fantasi?
Bosen, sob. Masa fantasi mulu? Heheh.
Sebenernya… Jujur, ya, saat itu aku sedang dilanda galau akut. Aku
pengen sebuah bacaan yang… Tidak sampai menguras air mata juga sih,
membuatku mengharu biru. Dan setelah melihat review dari temen-temen,
akhirnya aku menjatuhkan pilihanku pada Antologi Rasa.
Terus kamu… Mengharu biru?
Sayangnya tidak. Malahan aku tidak sadar bukunya sudah nyaris habis ketika aku mencari momen tersebut.
Kamu kecewa?
Tidak juga. Antologi Rasa… Buku ini buku yang lumayan lucu. Apalagi kalau sedang ada Harris dan Dinda (sahabat Keara) di dalam adegan.
Lalu, bagaimana citarasa Antologi Rasa?
Rasanya, lumayan. Maka dari itu, cukup
tiga mangkuk semur kupersembahkan pada Ika Natassa, sang penulis.
Apalagi dia sendiri yang membuat gambar di covernya.
Covernya sangat simple. Gambar jantung
(heart) dimana kata-kata rasa dan emosi, misalnya: angry, happy, awe,
jealous, affection, lust, dst, memenuhi seluruh sudutnya. Dengan
background warna… Kuning pucat? Atau cokelat pucat? Entahlah, aku
sendiri tidak yakin itu warna kuning atau pun cokelat, yang penting
warnanya pucat, hahah.
Total ada delapan typo yang aku temukan.
Dari kelebihan spasi, lupa kasih spasi, sampai salah sebut nama tempat
(di awal menyebutnya, Ayodhya, ditengah-tengah menyebutnya Ayodya). Aku
juga jadi penasaran, apakah penulisan kata “semi” di beberapa kata,
misal semibingung, memang digabung, dipisah, atau diberi tanda strip (-)
? Karena penulis menggabung penulisannya.
Penulis menggunakan POV orang pertama.
Tidak terbatas pada isi kepala Keara, tapi termasuk Ruly dan Harris. Hal
ini memberikan kenikmatan tersendiri bagi pembacanya. Bisa tahu semua
isi kepala tiap tokohnya, dan menambah ketegangan karena “mata” kita
“dilempar-lempar.” Tapi yang aku tidak mengerti, kenapa Panji (tokoh
lainnya, adik ipar Dinda) mendapat kesempatan sekali menceritakan isi
kepalanya? Apakah sebagai penegasan saja bahwa Keara dan Panji terlibat
hubungan hanya sebatas… *bip* *sensor*?
Bila benar begitu, maka halaman dimana
isi kepala Panji dibeberkan itu… Maaf, sia-sia. Menurutku, meski bagian
Panji itu dihilangkan, tidak akan berpengaruh sama sekali pada jalan
ceritanya.
Lagi-lagi, ada hal yang menyangkut nama
Panji. Di sebuah adegan, ketika Keara dan Dinda hendak nonton konser
idola mereka di luar negeri (siapa ya nama idola mereka? Oh iya, John
Mayer). Sebelum mereka berdua berangkat yang mengurus sesuatu, sebut
saja beli tiket, disana adalah teman Panca, suami Dinda.
Nah, disinilah kemudian letak (sedikit)
anehnya, kenapa tiba-tiba berganti “teman Panji”? Padahal jelas-jelas
mereka menunggu kedatangan teman Panca. Apa tiketnya dioper dari teman
Panca ke teman Panji? Atau teman Panca adalah teman Panji juga, secara
mereka kakak-adik? (Bagian ini ada di halaman 218-219, jika teman-teman
menanyakannya).
Katamu di awal, kamu tidak sadar bukunya nyaris habis. Kamu sangat terhanyut dengan kisah yang disajikan Ika Natassa di Antologi Rasa berarti?
Kurang lebih. Sejujurnya, aku malah tidak
tahu dimana klimaksnya. Maksudku, mungkin aku melewatinya tanpa
menyadarinya. Tapi bila benar begitu, berarti klimaksnya… Biasa saja,
bagiku.
Aku menduga klimaksnya adalah ketika bibir Keara dicium tiba-tiba oleh seseorang (coba tebak siapa? Ruly-kah? Harris-kah? Atau, Jun-kah
Panji-kah? Awalnya, aku merasa itu istimewa, sebelum membalik lembaran
berikutnya. Tapi penilaianku berubah saat si pencium mengenang lagi
ciuman itu. Katanya, bibir Keara rasa stroberi.
Nah, disinilah letak… Keanehannya.
Kenapa aku bilang aneh? Pada adegan sebelum ciuman mendadak itu terjadi,
Keara dan si pencium menikmati sekotak pizza. Pizza itu kan terbuat
dari… Bermacam-macam bahan. Atau jangan-jangan, pizza yang mereka makan
adalah pizza stroberi?
Bibir, Jun. Bibir. Mereka sangat mungkin sekali tidak berciuman ala “negeri dimana menara Eiffel menjulang.”
Mungkin saja. Tapi, masa ciuman kilat
bisa terbayang-bayang hingga keesokan harinya, bahkan masih terasa lagi
rasa manis stroberinya. Lagipula, lipstick di bibir itu memudar ketika
dilewati makanan. Tidak salah kan bila aku menduga pizza-nya rasa
stroberi?
Meski begitu, Antologi Rasa tetap menarik
untuk dibaca. Selain celotehan duo Dinda dan Keara, kegalauan hati si
Harris Risjad yang mengundang tawa, banyak sekali quote keren bertebaran
di sepanjang buku. Beberapa diambil dari lagu dan quote orang-orang
terkenal.
Oh, satu lagi, ada satu keunikan Antologi
Rasa yang belum kusebutkan. Alih-alih nomor, tiap awal bab diberi judul
dengan bahasa asing. Bukan Inggris. Mungkin Spanyol. Aku lupa (kayaknya
penulisnya pernah menuliskannya di dalam buku), dan virus malas sedang
menjangkitiku, hahah.
0 comments:
Posting Komentar