Graceling
Penulis: Kristin Cashore
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: Desember, 2011
Tebal: 496 halaman
Stew Score: 4 of 5 bowls
Icip-icip Graceling
Sejak berusia 8 tahun, Katsa sudah bisa membunuh dengan tangan kosong. Dia termasuk Graceling,
kelompok manusia langka dengan kemampuan (Grace/Bakat) luar biasa. Dan
Bakat Katsa adalah membunuh. Bakat yang menjadikannya algojo Raja Randa,
pamannya.
Suatu hari, ketika Katsa dalam misi
penyelamatan, dia bertemu pemuda Graceling. Sangat mudah membedakan
Graceling dengan manusia pada umumnya: warna bola mata Graceling, antara
kanan dan kiri, berbeda. Dan untuk pertama kalinya, Katsa tidak bisa
menumbangkan seseorang dengan mudah.
Belakangan, dia tahu nama pemuda itu Po.
Po adalah seorang pangeran dari salah satu dari total tujuh kerajaan. Po
memiliki bakat bertarung. Itulah kenapa Katsa butuh waktu yang lama
mengalahkannya di pertemuan pertama mereka (yang jujur saja, kurang
menyenangkan).
Katsa tidak menyangka Po orang baik. Dia juga tidak menyangka bisa menjalin persahabatan dengan pemuda itu. Pemuda tampan itu.
Namun ada fakta baru yang membuat Katsa
lebih dari sekedar terkejut. Fakta baru mengenai bakatnya (apa benar
bakatnya adalah membunuh?) dan rahasia mengerikan yang tersembunyi jauh.
Rahasia yang dapat menghancurkan tujuh kerajaan hanya dengan kata-kata.
Rahasia yang terkait dengan seseorang yang diselamatkannya tempo hari.
Apa bakat Katsa sebenarnya? Siapa seseorang yang diselamatkannya, tepat di malam dia bertemu dengan Po?
Dan, rahasia apa yang bahkan bisa menghancurkan tujuh kerajaan hanya dengan kata-kata?
Citarasa Graceling
Seperti biasanya, rasanya tidak afdol bila tidak menceritakan bagaimana aku mendapatkan buku berjudul Graceling ini–kecuali
bila aku mendapatkannya dengan cara membelinya di toko buku atau
meminjam, hahah. Aku mendapatkan Graceling karena salah satu
review-(resensi)ku, review Mockingjay, menjadi salah satu pemenang dalam
#ResensiPilihan yang diadakan oleh Gramedia melalui twitter.
FYI, #ResensiPilihan merupakan semacam
kontes mingguan yang diadakan oleh @Gramedia. Dan setiap minggu dipilih
resensi terbaik yang selanjutnya pemenang berhak satu buku dengan judul
pilihan sendiri.
Bagi teman-teman yang suka dengan pemandangan sunrise atau sunset, kalian pasti akan suka dengan cover Graceling.
Cover bagian depannya diisi gambar seorang wanita muda, kemungkinan
besar penggambaran sosok Katsa–pisau yang diselipkan pada betis
merupakan salah satu cirinya, yang siap menembakkan anak panahnya. Dia
tampaknya sedang berdiri di bibir pantai, dengan latar belakang sunset
atau sunrise. Air laut menjelma cermin, warnanya senada dengan langit:
oranye.
Ada kejadian lucu–tepatnya
konyol–sehubungan dengan covernya. Sejak tahu warna bola mata Katsa
berbeda, satunya biru satunya lagi hijau, aku… Kalian tahulah, mengecek
ke covernya. Memicingkan mata demi melihat mata wanita gagah di cover
depan. Dan… Aku rasa, aku rasa kalian mesti mencobanya, hahah.
Cover belakangnya menarik. Tapi aku
merasa sinopsisnya kurang enak dibaca. Paragraf pertama, oke. Menjejak
paragraf ketiga… You-know-what. Tapi bukan berarti tidak menimbulkan
tanda tanya besar di benak kita. Apalagi bagian akhir sinopsis.
Ceritanya sendiri lumayan unik. Bila
(beberapa) novel lain tokoh ceweknya galau memilih antara si cowok A dan
si cowok B, di Graceling ini, Katsa mengkhawatirkan mengenai ikatan.
Dia tidak suka terikat. Dia berprinsip tidak mau menikah dan tidak mau
memiliki anak–meski dia sendiri suka dengan anak-anak. Itu sudah jadi
prinsipnya. Lalu apakah pasangannya (kalian pasti bisa menebaknya) mau
menuruti prinsip Katsa tersebut?
Sejak paragraf pertama, Graceling
menyuguhkan ketegangan. Misi penyelamatan, berlari mengejar waktu,
istirahat sejenak: bertemu Raffin (salah satu tokoh favoritku, sayang
dia itu masih keluarganya Katsa–dia anaknya Raja Randa, dan ibu Katsa
adalah adik Randa, jadi ya, tidak ada kemungkinan bersatu dengan Katsa),
mengoper seseorang yang diselamatkannya agar disembunyikan oleh Raffin,
lalu Katsa harus cepat-cepat kembali ke tempat seharusnya dia berada.
Di cover bagian belakang ada kata “mudah
dipahami” dari review School Library Journal. Aku setuju dengan itu.
Bahasanya sangat mudah dipahami. Alurnya mudah dipahami. Penulis tidak
“mempermainkan” pembaca Graceling dengan membuatnya “berjalan”
memutar-mutar.
Pasangan Katsa ya si itu. Konflik cinta
segitiganya cuma sebentar. Penjahatnya juga dibeberkan tanpa
“melempar-lempar” benak pembaca dari satu tokoh ke tokoh yang lain. Tapi
tenang saja, Kristin Cashore masih tidak kehabisan stock kejutan bagi
pembaca Graceling. Salah satunya adalah, ternyata ada seseorang yang
lain, teman Katsa, yang menyembunyikan bakatnya yang sebenarnya.
Siapakah dia?
Eh, beneran jalan cerita Graceling (termasuk tata bahasanya dan cara bertutur Ms. Cashore) mudah dipahami, Jun? Berarti anak kecil sepertiku boleh membacanya dong?
Kecil darimana coba dirimu? ?(_)
Mungkin. Tapi aku tidak menganjurkan. Ada beberapa adegan yang diperuntukkan minimal bagi mereka yang sudah menginjak usia remaja.
Ada typo nggak nih? Dirimu biasanya memiliki hitungan.
Hahah, kebetulan aku kehilangan hitungan
untuk Graceling ini. Yang paling aku ingat adalah typo nama di bab 2.
Yang seharusnya Murgon tertulis Mudgon. Ceritanya sendiri sangat
memukau, jadi aku yakin sedikit sekali yang akan meributkannya.
Aku juga suka dengan konsep mengenai
Graceling, manusia yang memiliki Bakat. Mereka unik, mereka berbeda, dan
karena itulah kebanyakan orang menjauhi mereka–bahkan hingga membenci
mereka. Tidak jauh beda dengan suatu tempat, bukan?
Endingnya, beberapa orang mungkin akan
menyukainya. Tapi aku setengah suka. Aku suka pada kekonsistenan
penulisnya. Dia tidak merubah beberapa hal agar pembaca Graceling…
Senang. Endingnya bahagia kok, tenang saja. Tapi bahagianya konsisten
dan masuk akal, tidak dipaksakan ini harus ini dan itu harus itu.
Yang tidak aku suka adalah sikap Po di
beberapa lembar terakhir. Meski ada penjelasannya. Tidak sepenuhnya
tidak suka, tapi gemas. Kenapa nggak bilang jujur saja? Kenapa harus…
Melakukan hal itu? Apa yang dilakukan Po? Well, aku rasa misteri itu
harus teman-teman cari sendiri di dalam buku Graceling yang tebalnya
nyaris 500 halaman itu.
Yang mengherankan, aku tahu buku ini
berseri, aku melihatnya di goodreads, endingnya menyiratkan seolah semua
masalah telah selesai. Jadi, apa yang akan mengguncang di buku kedua
dan ketiga? Denger-denger sih, di buku 2 tidak ada Katsa-nya, tapi
bagaimana dengan buku 3 dimana salah satu karakter di Graceling muncul
sebagai tokoh utama? Aku jadi tidak sabar kedua buku itu diterjemahkan.
0 comments:
Posting Komentar