1984 (Nineteen - Eighty Four)
Penulis: George Orwell
Penerbit: Bentang Pustaka
Tahun terbit: 2014
Tebal: viii + 392
Genre: Dystopia - Klasik - English Literature - Fantasi - Fiksi Ilmiah
Stew score: Err.. Delicious!
Target: Young - Adult (16 tahun ke atas!)
Sececap 1984
Menjadi warga yang baik, yang taat pada aturan Partai, adalah sebuah keharusan. Tapi jangan sampai terlalu baik, jangan sampai terlampau pintar, jangan sampai kelihatan mengerti dan paham atau ceria atau berbeda, bisa-bisa kalian akan diuapkan—tidak hanya dibunuh secara fisik saja, tapi jejakmu juga akan dihilangkan dari sejarah, tak akan ada lagi satu orang pun yang pernah mengenal atau mengingat dirimu.
Atau bila tidak diuapkan, tapi perbuatan kalian tidak baik, bila kalian membuat onar, bila kalian merencanakan hendak berbuat kejahatan, berhati-hatilah kalian akan diciduk oleh polisi, atau lebih mengerikan lagi ditangkap oleh Polisi Pikiran dan dijebloskan ke Departemen Cinta Kasih.
Apa Polisi Pikiran itu? Hanya sebuah pekerjaan yang mana... Mengawasi pikiran para warga.
Apa Departemen Cinta Kasih itu? Apakah itu lokasi untuk menanamkan cinta kasih pada para penjahat, agar mereka tak lagi mengulangi kejahatannya? Bisa dibilang begitu.
Privasi sudah berupa fantasi di Oceania. Atau bahkan mungkin di seluruh dunia. Polisi Pikiran, telescreen, mikrofon yang diletakkan di sudut-sudut tersembunyi memastikan hal itu.
Sepanjang hidupnya, Winston Smith berusaha menjadi warga negara Oceania yang baik. Dia berusaha tak peduli dengan kondisi sekitar. Dia mengikuti aturan Partai dengan patuh. Dia tidak akrab dengan siapapun seperti yang disarankan Partai secara tersirat. Dia memanggil temannya, sesama anggota partai dengan kamerad. Dia acuh tak acuh saat kebenaran dibelokkan oleh Partai. Dia diam saja dan memasang muka datar ketika terjadi sesuatu yang, menurut hatinya, salah di hadapannya.
Dia berusaha sungguh-sungguh, tapi jauh di kedalaman hatinya dia menyimpan kebenciannya pada Bung Besar, pimpinan Partai. Dia juga berusaha menutupinya sekuat tenaga. Sebab, walau dia benci dia hanya seorang diri. Seorang diri yang melawan kekuasaan besar bukanlah tindakan yang bijaksana.
Citarasa 1984
Akhirnya... Aku tidak penasaran lagi dengan buyutnya novel-novel dystopia ini. Dan seperti kata kebanyakan orang, novel ini keren luar biasa!
Rancang bangun dunianya oke. Karakterisasi tokohnya oke. Plotnya oke. Gaya berceritanya juga oke. Pilihan bahasanya sederhana, mengikuti settingnya yang memang menyederhanakan banyak hal. Yang terutama disederhanakan adalah bahasanya.
Pasti kalian penasaran, apa sih yang bikin 1984 sangat melegenda sekali, hingga banyak orang menganggapnya sebagai sebuah ramalan? Kalau menurutku, menurut yang bisa kutangkap dari novel 1984 ini, adalah karena detailnya.
Akan kucoba menjabarkannya.
Yang pertama, atau bisa dibilang yang paling utama, sebab kalau bukan karena ini maka hal lain bakal terasa tidak masuk akal atau tak mungkin terjadi, adalah rancang bangun dunianya. Begitu detail dan nyaris tanpa lubang plot. Berbagai hal dimasukkan untuk menghilangkan privasi dan kebebasan; peralatan yang digunakan untuk mengawasi, jadwal yang diatur, pernikahan yang diatur dan dengan tujuan yang diatur: hanya untuk menghasilkan keturunan, dan pelakunya sangat dilarang menikmati prosesnya. Dan tentu saja, doktrin-doktrin yang dipaksakan dalam berbagai hal, yang dipercaya oleh hampir seluruh rakyat.
Yang kedua, disertai data-data yang akurat. Di 1984, dunia terbagi 4: Oceania, Eurasia, Eastasia, daerah sengketa tiga negara tersebut. Oceania merupakan yang terbesar, daerah kekuasaannya meliputi Britania Raya, benua Amerika dan pulau-pulau di samudera pasifik. Eurasia meliputi Rusia dan seluruh Eropa. Sementara Eastasia, seluruh asia kecuali Rusia, Asia selatan bagian bawah dan asia tenggara. Daerah sengketa merupakan daerah dengan titik-titik batas 4 kota, satu di Hongkong, satu di ujung utara Australia (Darwin), dua di Afrika (Maroko dan Kongo). Indonesia masuk dalam lahan seketa ini. Dan ya, nama Indonesia sendiri juga disebut dalam novel ini. Cuman sekali dan disebut dengan kepulauan Indonesia (dalam versi bahasa asli, Indonesia Archipelago).
Data-data itu dilengkapi dengan ciri khas masing-masing daerah. Sifat-sifat orangnya. Padahal, pada saat 1984 ini ditulis, belum ada yang namanya internet. Jadi, jangan heran bila spekulasi George Orwell dianggap sebagian orang sebagai ramalan. Tentu tak sedikit waktu yang diluangkannya untuk melakukan riset yang mendalam.
Dalam 1984, rakyat dibagi dalam tiga tingkatan: anggota Partai Dalam, anggota Partai Luar, dan kaum proletar (rakyat yang tak ikut campur dalam urusan politik).
Menurut Winston, harapan untuk keluar dari rezim Bung Besar ada di tangan para proletar. Kenapa begitu? Sebab jumlah mereka banyak, lebih banyak dari para anggota partai luar dan dalam digabung. Dan di rumah-rumah sebagian besar mereka tak terpasang telescreen yang dapat mengawasi mereka selama 24 jam nonstop.
cover 1984 edisi terjemahan versi lama |
1984 dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama bisa dibilang merupakan pengenalan. Kita akan dikenalkan dengan tokoh utama kita, Winston Smith. Bagaimana perawakannya, sejarah kehidupannya, usianya, tempat tinggalnya, kondisi sekitarnya, pekerjaannya, dan tentu saja pemikiran-pemikirannya yang terlarang, termasuk ingatan terlarang mengenai ibu dan adiknya yang diuapkan—sangat berbahaya bagi seseorang untuk mengingat mereka yang telah dihapus dari sejarah. Beberapa teman Winston. Julia, yang akan jadi kekasih ilegalnya (meski Winston sudah lama berpisah dengan sang istri, tapi karena pernikahan diatur, dan menikmati persetubuhan itu dilarang, maka ya hubungan cintanya dengan Julia bisa dibilang melanggar hukum). Dan O'Brien, anggota Partai Dalam, yang mengerti dan paham pemikiran-pemikiran terlarang Winston.
Tapi dia tak melarang Winston. Dia... Malah mengajak kerjasama Winston untuk menggulingkan Bung Besar!
Sudah sejak lama Winston merasa O'Brien ini anggota Partai yang berbeda. Bahkan Winston sering memimpikannya. Dan ternyata feeling-nya benar, O'Brien ada pihaknya, ada di pihak pemberontak yang ingin membantalkan menggulingkan Bung Besar (oh ya, ada desas-desus bahwa ada gerakan bawah tanah yang bergerak untuk mengakhiri kuasa pemimpin yang posternya ada dimana-mana dengan mata yang memiliki efek seperti mengawasi sekitarnya).
Akankah akan terjadi pemberontakan besar nantinya?
Secara keseluruhan, 1984 adalah novel sastra yang luar biasa. Rancang bangunnya sungguh luar biasa, bikin merinding, dystopianya kental sekali, data yang akurat membuatnya seolah ini ramalan di masa depan. Tapi yang cukup mengejutkan adalah untuk ukuran sastra bahasanya amat sangat sederhana. Bukan karena George Orwell tak mau bersusah payah menggunakan bahasa tingkat tinggi, juga tak selamanya dan tak semua karya sastra selalu menggunakan bahasa tinggi, tapi dia bersusah payah untuk membuat jenis bahasa yang sangat-sangat sederhana, disesuaikan dengan setting Oceania yang Partai-nya menyukai kepraktisan. Bahkan untuk hal ini, penulis menambahkan satu bab tersendiri untuk membahas bahasa yang disederhanakan: bahasa yang dikenal dengan Newspeak, yang mana banyak kata telah dihilangkan, lebih singkat lebih baik, tak banyak sinonim lebih baik, tak banyak antonim lebih baik sebab kata "tidak" sudah mewakili.
Contoh: kata baik. Kata buruk dihilangkan, dan untuk menggambarkan keburukan cukup gunakan "tidak baik."
cover 1984 edisi terjemahan terbitan 2014 |
Di edisi terjemahannya, teman-teman akan menemukan kata-kata "ajaib." Ajaib di sini lebih ke aku kurang familiar dengan kata-kata tersebut, hahah. Seperti, jambon, meleter, perot, dedah, lungkrah, menjembanya, cekau, dan masih banyak lagi.
Hal unik lainnya, penerjemahnya juga menggunakan bahasa gaul Indonesia, yang lo-gue itu loh, untuk dipakai sebagai bahasa kaum proletar.
Bagi pembaca yang belum baca tapi sudah terpengaruh oleh kata orang, percayalah buku ini keren banget. Tidak akan menyia-nyiakan waktumu sama sekali.
Bagi pembaca yang sudah baca tapi belum juga kelar part 1-nya, alias masih dalam tahap pengenalan, aku mohon bertahanlah. Hal-hal di part pertama dibikin sekomplit itu supaya kita mudah membayangkan kondisi di dalam novel itu. Dan agar di part 2 kalian sudah familiar dengan dunia bikinan penulisnya, yang juga merupakan spekulasinya.
Bagi pembaca yang doyan politik, 1984 akan jadi "bacaan ringan" yang bakal kalian suka sekali.
Bagi yang tak doyan politik, coba baca 1984. Mngkin kalian akan mengerti ketika politik, yang merupakan salah satu pillar hidup bernegara, diselewengkan secara ekstrim, kalian mungkin akan berharap segera melek politik.
Pokoknya novel ini wajib baca deh!
Tidak heran banyak novel dystopia masa kini berkiblat pada novel yang membesarkan nama penulisnya ini.
Dan bagi penulis dan calon penulis yang ingin bikin novel bergenre dystopia, kalian mesti, kudu, harus baca ini. Karena 1984 memberi gambaran dystopia yang sempurna.
Apa, ending? Oh ya, sebelum mulai membaca 1984, aku tahu akan ada hal buruk yang akan menimpa Winston, tapi aku sama sekali tak menduga kalau buruknya itu... seperti itu. Aku kira dia bakal langsung dieksekusi atau dihukum seberat-beratnya, tapi ternyata...
Akhir kata, berani baca 1984? ;)
P.S.
Thanks pada Nury Anjari dan Earvin Jeremy Komansilan yang mengadakan (dan menyumbangkan hadiah) di acara GA di grup Penggemar Novel Fantasi Indonesia. Berkat kalian berdua, aku bisa membaca buku fantastis, bombastis, luar biasa, dan tak akan pernah ada matinya ini :'D
Posting ini diikutkan dalam Reading Challenge::
Saya termasuk yang tdk bisa bertahan sampai bagian 2, karena selesai bagian 1 saya merasa lamaaaa sekali. Baiklah, setelah membaca resensi ini saya jg semangat lagi untuk lanjut. BERSEMANGAT! thanks
BalasHapusAyo semangat, kak Dion. Keren banget ini bukunya! :D
Hapusaku butuh waktu laaamaaaa buat baca novel ini. bacanya pengen banget jeduk-jedukin kepala. hahah.
BalasHapusHei, maaf sobat Samo (atau siapapun) yang kemarin bertanya soal kediktatoran, maaf komentarmu tak sengaja ke-delete.
BalasHapusSoal kediktatoran itu... hnn, singkatnya, pemerintahan yang mana pemerintah mengendalikan semuanya.
Baru lihat filmnya, tapi belum baca bukunya (waktu masih suka hunting dulu dapatnya malah yang 'Animal Farm'—bagus juga). Setahu saya, dalam versi aslinya buku ini memang punya sekian kata/istilah dengan muatan yang spesifik seperti 'doublespeak' dll (lupa apa saja). Tapi kalau lalu dalam versi Indonesianya ada 'jambon' (Jawa: merah muda) dan dialek Jakarta segala, sepertinya jadi agak aneh juga ya? :D
BalasHapus