Fleur

Fleur

Penulis: Fenny Wong
Penerbit: Diva Press
Tebal: 324 halaman
Genre: Historical Romance - Fantasy - Fairy Tales
Stew score: Sweet!
Target pembaca: Young Adult (16 tahun ke atas)

Sececap Fleur

Suata masa, hiduplah peri bunga bernama Belibis Belidis. Dia bukanlah peri yang tercantik, bukan pula peri yang berbakat--malahan dia sering sakit-sakitan, tapi dia punya satu kelebihan lain yang mungkin tidak dipunyai peri bunga lain, atau bahkan para dewi. Kelebihan yang kemudian membuat Fermio, Dewa Bumi, dan Helras, Dewa Matahari, jatuh cinta padanya.

Belidis mencintai Fermio. Fermio mencintai Belidis. Helras benci pada Fermio karena dicintai oleh Belidis. Padahal Helras tidak kalah dari Fermio dalam hal mencintai Belidis, bahkan dia yakin cintanya pada Belidis jauh lebih besar dibanding cinta Fermio pada Belidis.

Kearoganan, kebencian, sikap kekanak-kanakan (?) kemudian bermuara pada satu hal: kutukan.

Kutukan cinta di mana kisah mereka bertiga yang tragis akan terulang meski di kehidupan ke-berapa pun!

Baik Belidis telah berenkarnasi menjadi Florence Ackerley, Fermio menjadi George Ackerley, dan Helras sebagai Alford Cromwell... Cinta Belidis dan Fermio tak akan pernah bersatu. Sebab Belidis akan tetap menjadi milik Helras!

Apakah kutukan itu akan terpatahkan? Ataukah Belidis, Fermio dan Helras akan terus mengulang kisah cinta mereka yang tragis hingga dunia berakhir?

Citarasa Fleur

Aku suka sampulnya!

Sejak melihatnya di toko buku, aku sudah suka pada sampulnya yang "beraroma" klasik. Berwarna cokelat dengan gambar buku usang berusia ratusan tahun agak di tengah.

Dari kemasan, kita beralih ke endorsment atau komentar. Endorsment terbaik, versiku, adalah endorsment dari Yuliono. Diikuti oleh Dion Yulianto, Nita Sofiani, F.A. Purawan, Marchel, Truly Rudiono, Bonmedo Tambunan dan terakhir R. D. Villam.

Komentar-komentar mereka, kemungkinan besar akan mendongkrak keinginan calon pembaca yang mudah sekali penasaran.

Ada satu komentar aman. Ada dua komentar yang tidak memuji tapi juga tidak mencela. Lebih ke pertanyaan dan saran--yang saran ini sukses bikin aku tertawa, hahah.

Satu komentar, seandainya sesuai dengan konteks akan jadi komentar terbaik, memberikan konsep kuat kisah di buku ini. Untuk satu komentar lagi, aku bakal menaruhnya di akhir citarasa ini, soalnya mungkin agak beraroma sop iler.

Yang jelas, dari komentar-komentar itu, di benakku--dan mungkin juga benak calon pembaca lainnya--terbentuk pikiran bahwa Fleur ini berkisah tentang "kutukan cinta" dan "cinta terlarang."

Sekarang kita lihat sinopsis (atau blurb?), bisa dilihat disini. Ada tiga nama tokoh dongeng beserta tiga nama tokoh reinkarnasinya. Tapi diantara ketiga nama tokoh reinkarnasi, kenapa hanya George yang nama belakangnya tidak ditulis?

Siapa yang menulis sinopsis di cover? Fenny-kah? Atau tim Divapress?

Apakah penghilangan nama belakangan itu salah satu clue untuk membantu pembaca mengenali sosok George? Atau justru agar tidak mengenali? Padahal, menurutku, kalau nama belakangnya ditulis akan makin memperkuat konsep "cinta terlarang" yang telah dikatakan oleh beberapa komentator.

Atau justru nama itu sengaja tidak dituliskan untuk menyiratkan bahwa beberapa komentarnya... tidak terlalu benar soalnya tidak ada cinta terlarang... di novel Fleur ini.

Tapi judul bab pertamanya... Cinta Terlarang. Jadi siapa yang salah? Mungkin aku yang salah. Sebab tidak bisa menangkap di mana letak cinta terlarangnya.

Masuk ke dalam cerita. Kisahnya dibagi dalam dua bagian, tentu saja. Yang pertama, kisah dongeng yang melibatkan Belidis, Fermio dan Helras. Yang kedua, jelas, kisah reinkarnasi mereka: Florence, George dan Alford, yang hidup di Eropa abad 19.

Meski nggak terlalu detail-detail amat, tapi aku suka dengan nuansa Eropa abad 19 yang digambarkan cukup baik oleh Fenny lewat transportasinya yang berupa kereta kuda dan pakaian yang dikenakan para tokohnya. Sayangnya, Fenny tidak menyebutkan di mana tepatnya setting tempat ini. Maksudku, Fenny tidak menyebutkan kota atau desa tempat tinggal Florence Ackerley itu masuk dalam negara mana.

Tidak apa-apa sih tidak menyebutkan lokasi tepatnya rentetan kejadian di Fleur ini di mana. Tapi penyebutan negara di Fleur menurutku penting. Sebab dapat memperjelas arti kata "Lady" dan "restoran Perancis" bagiku.

Mungkin kata Lady itu alih-alih berarti "gelar" maksud atau arti sebenarnya adalah wanita. Soalnya, di beberapa bagian, entah kenapa aku ngerasa Fleur ini ditulis dalam bahasa Inggris.

Selain penasaran dengan kejelasan dua kata di atas, ada lagi yang membuatku sangat penasaran dan karena kesibukan--

alah, sibuk apa lo, Jun? Paling juga sibuk menjahit dan merenda!

Iya, aku sibuk menjahit dan merenda! Menjahit dan merenda cinta maksudnya, hahah.

Kembali ke citarasa. Karena jadwalku yang padat--

Jadwalmu padat?! Sudah kayak lalu lintas saja, padat merapap.

(Ah, biarkan kucing mengeong, aku akan mendatanginya dan mengelusnya, eh, maksudku aku tetap akan menulis review!)

--aku belum sempat mencari infonya. Beberapa yang membuatku penasaran adalah... Hanya dua sebenarnya, yakni:
- kapan revolver ditemukan?
- kapan teknologi pembuatan es pertama kali ditemukan?

Ya, revolver (sering disebut) dan es (hanya disebut sekali) turut serta memeriahkan novel berjudul Fleur ini. Tapi diantara keduanya yang paling bikin aku penasaran adalah es. Atau mungkin maksud es disini adalah sebutan untuk salju? Mungkin saja. Tapi kalau itu benar, kenapa tidak menyebutnya salju saja? Meski cuman satu kata, kan bisa bikin salah paham :( #eaaa

Atau memang benar-benar es? Ah, jadi bingung. Kapan sih teknologi pembeku air ditemukan?

Soal kisah cintanya... Aku tidak setuju dengan Nita Sofiani. Kisah di Fleur ini mungkin berbeda dengan kisah cinta segitiga yang belakangan ini happening, tapi aku pernah mendapati kisah yang serupa. Di bab pertama aku sempat tersendat ketika adegan masuk ke kehidupan Florence--mungkin karena aku belum terbiasa dengan gaya bercerita Fenny, tapi setelah masuk ke bab dua... Kisahnya mulai mengalir lantjar. Apalagi ketika mulai masuk ke dua bab sebelum epilog, aku tidak bisa berhenti batja! Tiga bab terakhir merupakan bagian terbaik dan ter--seperti kata F.A. Purawan--indah dari Fleur!!

Balik lagi ke satu komentar yang tadi sempat kusinggung. Komentar yang sebenarnya terbagus kedua dan pas dengan gambar cover depan: komentar yang menyebutkan kutukan dan buku. Kenapa aku... Penasaran dengan komentar itu? Bagi yang telah membatja buku ini sampai tuntas, jelas akan membantah komentar itu. Sebab kutukan itu tidak... Untuk mencari tahu kelanjutan kalimatku itu, kalian mesti membatja sendiri buku karya Fenny Wong berjudul Fleur ini, hahah.

Akhir kata, jika kamu suka banget kisah fantasi romantis, atau kisah romantis berbalut dongeng, atau kisah cinta yang endingnya nggak happy-happy amat alias cukup happy--nyaris bisa dipercaya terjadi di dunia nyata, saranku... lewatkan saja untuk membatja Fleur bila kamu ingin merasa rugi! :))

P.S.
[1] Terima kasih pada kak Dion Yulianto yang telah memberiku kesempatan menikmati Fleur yang manis ini :')

[2] Fleur adalah buku pertama terbitan Divapress yang aku batja. Aku cukup terkejut mendapati, aku tidak tahu bagaimana menyebutnya, screenshot atau cuplikan kalimat atau kata-kata seperti yang biasa kutemukan di cerpen di tabloid. Sangat membantu calon pembeli yang skimming alias batja/pindai cepat. Apalagi yang tercetak di situ, di bingkai dengan apik, bagian-bagian terbaik dari novel itu. Tapi... Bagiku kehadirannya agak... Jujur ya, agak mengganggu. Jadi setelah bab 2, aku tak menghiraukan screenshot itu lagi.

Apakah semua novel Divapress diberi screenshot kayak gitu?

[3] Aku sempat berpikir Fleur ini settingnya di Perancis. Hal ini dikarenakan judulnya yang bahasa Perancis.

[4] Fleur itu kalau diterjemahkan ke bahasa Indonesia artinya bunga--nah, kalau yang ini aku sempat mencari tahu, hahah.

Posting ini diikutkan dalam Reading Challenge::
| |

0 comments:

Posting Komentar

 

I'm part of...

Follower

Hey, Jun!