Percy Jackson and the Olympians: The Battle of the Labyrinth by Rick Riordan

Percy Jackson and the Olympians: The Battle of the Labyrinth

Penulis: Rick Riordan
Penerbit: Disney Book Group
Tahun terbit: 2009
Tebal: 243 halaman
Seri: Percy Jackson and the Olympians #4
Genre: Fantasi - Mythology - Adventure - Suspense - Romance
Stew score: Almost - Yummy!
Target: Teen (14 tahun ke atas!)

Sececap Percy Jackson and the Olympians: The Battle of the Labyrinth

Dengan semakin kuatnya pasukan Luke, para pekemah mulai cemas Bukit Blasteran akan segera diserang. Apalagi anak-anak blasteran yang ada di Bukit Blasteran adalah lapisan pelindung pertama tempat tinggal para dewa, gunung Olympus.

Bukit Blasteran memang dilindungi, sehingga beberapa makhluk tidak bisa melenggang masuk begitu saja. Tapi bukan berarti mereka tak bisa masuk, sebab ada jalan masuk lain, yakni melalui labirin buatan Daedalus.


Meski kabarnya labirin itu tak stabil, tampaknya Luke yang pintar itu sudah tahu sedikit rahasianya. Pasalnya, dia bisa dengan mudah menemukan jalan masuk ke Bukit Blasteran dan menurut keterangan para saksi, dia sudah menggunakan jalan itu bolak-balik! Bayangkan bila dia tahu seluruh rahasianya? Dia bisa dengan mudah langsung menuju gunung Olympus tanpa harus susah payah menggempur para pengawalnya!

Kabar yang beredar, walau dia hidup ribuan tahun yang lalu, pencipta labirin itu, yakni Daedalus, masih hidup. Dan kabarnya lagi, dia berada di pusat labirin itu.

Tapi tentu saja itu hanya kabar yang kebenarannya dipertanyakan. Namun, meski begitu banyak yang percaya, setidaknya, Daedalus meninggalkan "manual" untuk menjelajah mahakarya itu.

Jadi, itulah misi yang jadi rebutan antara Percy cs dan Luke cs. Mencari manual yang berupa benda ajaib atau Daedalus sendiri.

Siapakah yang pada akhirnya menemukan benda ajaib itu?

Sementara itu, di lokasi lain, Nico di Angelo berpetualangan bersama se... se... sesosok hantu guna mencari cara memanggil orang yang telah meninggal dari Dunia Bawah.

Citarasa Percy Jackson and the Olympians: The Battle of the Labyrinth

Setelah di buku tiga tiada adegan Percy "terpaksa" mengikuti kemauan ibunya untuk bersekolah, kini di buku empat kembali Percy "terpaksa" pergi ke sekolah. Dan ternyata dugaannya benar, lagi, lagi dia bertemu dengan monster. Tapi yang ini, dibanding dengan dua prekuelnya (kecuali buku pertama yang Pencuri Petir itu), adegan sekolah dan ketemu monster ini jauh lebih oke. Tapi tidak menghilangkan kesan kebetulannya.

Dan bukan. Bukan karena ada kemunculan Rachel Elizabeth Dare kenapa aku suka adegan sekolah jadi bencana itu.

Oke, oke. Hal itu menyumbang sedikit. Sedikit banget kok. Cuman 1% doang x))

Kasian sekali, ya, Percy, hidupnya sangat tidak tenang :( #eaak Coba kalau ibunya tidak memaksanya sekolah di sekolah konvensional. Coba ibunya yang manis dan baik hati itu tahu soal home shcooling, pasti Percy tidak perlu dituduh macam-macam sama orang-orang atau pihak sekolah :(

Yang daridulu bikin aku tak terlalu suka dengan serial Percy Jackson ini adalah "kompilasi" mimpinya. Meski di buku The Battle of Labyrinth ini sudah diberi penjelasan kenapa si Percy yang jago bahasa kuda itu bisa mendapatkan mimpi "indah" itu, kehadiran mimpi-mimpi itu masih amat terasa sekali settingannya. Bagaimana bisa Percy nemu jalan langsung untuk menghadiri lokasi musuhnya, padahal saat sebelum tidur, (kebanyakan) dia tak tahu dimana letak pasti para musuh? Dan kenapa intensitas mimpinya lebih banyak dibanding anak blasteran lainnya? Kalau pun karena dia anak dari tiga besar, kenapa Thalia (misalnya) tidak mendapatkan mimpi yang sama?

Kalau kalian bilang, "Thalia tidak ada di buku ini, sob. Jadi ya dia tak bermimpi."

Maka jawabanku, "Itu misalnya saja, sob. Lagipula di buku sebelumnya, sob, Percy jugalah yang banyak mimpinya. Padahal saat itu Thalia juga ada bersamanya. Mengemban misi yang sama pula dengan dirinya."

Dan kalau pun musuh sengaja "mengundangnya", apa mereka sebegitu t*lol-nya sampai membeberkan rahasia mereka? Dan kalau benar mereka mengundang "arwah" Percy untuk bergabung dalam diskusi mereka menggulingkan gunung (?) Olympus, kenapa mereka perlu "berpura-pura" terkejut saat Percy tahu rencana mereka?

Atau jangan-jangan para dewa-lah yang sengaja mengirimnya? Tapi kalau hal itu benar, kenapa mereka memakan umpan yang disodorkan musuh?

Jadi jelas, bagian mimpi ini memang diset om Rick begitu. Membuat beliavibility ceritanya , setidaknya padaku, jadi rontok.

Kebetulan-kebetulan yang lain juga, bagiku, tak terasa mulus. Seperti semisal kebetulan menemukan jalan yang mengarah ke tempat musuh.

Omong-omong soal keterkejutan, The Battle of Labyrinth ini adalah satu-satunya buku dari serial ini (Heroes of Olympus belum disertakan) yang mengejutkanku berulang kali. Hal pertama yang bikin aku terkejut adalah Daedalus. Bukan sosok penyamarannya, karena saat mengikuti kuis di PNFI dulu aku tak sengaja terguyur sop iler [#eeeew] sehingga aku tak terkejut sama sekali—tapi dia bukan sosok yang mudah disukai, tapi caranya dalam bertahan hidup selama lebih dari ribuan tahun! Bisa dibilang bagian ini merupakan satu-satunya hal yang menyentuh ranah fiksi ilmiah.

Tapi bagian dirinya yang menyatu dengan mahakaryanya sama sekali tidak membuatku terkejut. Malah sudah aku duga sejak dia membongkar rahasia identitasnya.

Yang kedua, The Battle of Labyrinth adalah satu-satunya yang punya adegan paling emosional dari keseluruhan buku dalam serial. Adegan ini berlangsung di dalam labirin.

Yang ketiga, Calypso. Kalau Percy nggak mau sama dia, biarkan aku yang jadi penggantinya! XD

Bagi yang suka adegan-adegan "lebih dekat dengan dewa-dewi Olympia", di sini tentunya juga ada. Setelah di The Titan's Curse kita dikenalkan pada dewi tercantik, Aphrodite, dan si kembar: Apollo dan Artemis, di The Battle of Labyrinth ini kita dikenalkan pada suami Aphrodite: Hepaestus dan istri sekaligus saudari Zeus: Hera.

Selain itu ada lagi karakter baru yang memiliki seribu tangan (atau mungkin lebih?) dan berkekuatan maha dahsyat tapi bermental pengecut. Kemunculan tokoh ini hanya sebentar, lebih seperti pengenalan saja.

Secara keseluruhan, The Battle of Labyrinth ini masih sama okenya dengan buku sebelumnya. Tidak lebih baik, mau pun lebih buruk. Bagi yang suka adegan pertarungan, dibanding prekuelnya, The Battle of Labyrinth menjanjikan adegan peperangan yang nyata, di mana beberapa ada yang berakhir layaknya peperangan: jatuh korban di kedua belah pihak—meski penyelesaian salah satu pertarungan ada yang terasa aneh dan, bagiku, memunculkan wajah datar, tapi setidaknya penjelasannya (kenapa penyelesaian aneh dan cepat itu terjadi) cukup lucu juga. Dan omong-omong soal perkembangan karakter, hampir seluruh karakter bisa dibilang berubah. Grover jadi dewasa, Annabeth jadi makin bijak, Clarisse siap jadi wanita dewasa (dan baik dan keren dan seksi #eh ), bahkan Nico yang bau kencur anak kemarin sore baru muncul dari The Titan's Curse saja sudah mengalami perkembangan yang cukup oke. Tapi Percy, kalau bagiku sih nggak berkembang tapi nggak tau deh kata mas Anang. Dia tetap seperti itu. Cukup humoris. Selalu beruntung. Otaknya dipenuhi rumput laut (atau ganggang kalau versi terjemahannya). Tapi, ini menurutku, untuk urusan humor, Blackjack (seekor unicorn berbulu hitam dan muncul pertama kali sejak Sea of Monsters, tapi perannya sebagai cameo itu kemudian jadi penting sejak The Titan's Curse) juaranya!

Satu lagi yang bikin gemas. Ini soal Nico. Tidak seperti Percy yang pada awalnya sulit kusukai, aku tidak ada masalah dengan Nico. Bahkan aku suka sekali dengan kemampuannya! Malah aku pikir kemampuan Nico, dengan umurnya yang masih imut dan kinyis-kinyis segitu, bisa dibilang dia punya kekuatan yang melebihi Percy. Tapi sekali lagi Om Rick mengulang hal yang sama dengan yang dilakukannya pada Thalia: memberi (kesan) citra jelek pada Nico.

Oh dan satu lagi (eaa, ternyata lebih dari satu xP ), mulai dari The Battle of the Labyrinth ini mulai ada cecapan romansanya :3

Posting ini diikutkan dalam Reading Challenge::
| | | read big

2 comments:

  1. Oh oh, pasti keren inih bukunya ya Mas
    Bongkar2 timbunan deh :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yap, buku ini keren (tapi belum pakai banget) :))

      Hapus

 

I'm part of...

Follower

Hey, Jun!