Kalimat pertama Queen of Dreams
Tadi malam si ular datang kepadaku.
Sececap Queen of Dream
Perkenalkan, namanya Rakhi. Dia seorang ibu muda yang berprofesi sebagai seniman dan salah satu pemilik dari kedai teh Cha House. Saat awal perkenalan kami dia tinggal di sebuah apartemen di Berkeley di California. Yang kadang dihuni oleh anak perempuannya, Jona.
Kadang?
Rakhi sudah bercerai dengan suaminya, Sonny. Jadi, Jona sering berpindah-pindah tempat tinggal.
Nama ibu dan anaknya ini sangat India, ya?
Ya, karena mereka keturunan India.
Sejak kecil Rakhi sangat memuja ibunya yang memiliki bakat merasakan dan menafsirkan mimpi-mimpi orang lain, juga untuk membimbing atau memberitahu mereka bagaimana menjalani nasib yang telah digariskan. Namun, gara-gara bakat tersebut Rakhi merasa tersingkir karena ibunya sepertinya lebih mengutamakan mimpi-mimpinya dan bertindak seolah Rakhi tidak boleh mengenalnya tiap kali anak perempuan satu-satunya tersebut bertanya soal masa lalunya di India.
Lalu tiba-tiba saja, maut menjemput ibunya. Kejadian itu menghantam Rakhi dengan sangat keras, bahkan sampai membuatnya tidak bisa melukis. Tapi kematian ibunya itu juga merupakan awal baginya. Awal untuk berdamai dengan masalah-masalah yang menderanya. Awal untuk lebih memahami kehidupan. Awal untuk mengenal ibunya lewat jurnal-jurnal yang sengaja ditinggalkan sang ibu untuk dibaca oleh anak dan suaminya.
Citarasa Queen of Dreams
Sebagai perkenalan dengan buku-buku Chitra Banerjee Divakaruni, Queen of Dreams berhasil memukauku. Membuatku jadi tak sabar membaca bukunya yang lain, The Unknown Error of Our Lives, yang menunggu untuk dibaca—dan kuharapkan sebagus Queen of Dreams ini.
Pada halaman-halaman awal, aku sempat dibuat bingung dengan timeline ceritanya yang tidak terlalu jelas. Rakhi mengatakan, ibunya telah meninggal, tapi hampir seperempat buku yang beralur maju dengan hanya sesekali flashback, ibu Rakhi muncul dalam kondisi sehat dan bugar dan mampu membantu Rakhi di banyak kesempatan. Tapi setelah terbiasa, sekitar 20-30-an halaman, aku tidak mengalami kesulitan itu lagi.
Queen of Dreams ditulis dengan dua teknik penulisan: teknik tulisan pada umumnya dan teknik tulisan yang ditulis dalam bentuk jurnal. Teknik tulisan pada umumnya dibagi lagi dalam dua sudut pandang atau POV: Sudut pandang orang pertama (Rakhi), dan sudut orang ketiga terbatas (hanya menyorot Rakhi, benaknya, dan kondisi sekitarnya). Tapi peralihan ini tidak sampai bikin bingung. Peralihan ini mulus karena selalu urut: Jurnal, POV 1 Rakhi, POV 3 terbatas. Aku tidak tahu mengapa POV-nya hingga dibagi dua (hanya penulisnya yang tahu). Tapi aku rasa hal itu dibikin agar pembaca tidak lelah dan jenuh dengan tingkah Rakhi yang terkadang menyebalkan.
Oke, dia sering sekali menyebalkan. Terlalu keras kepala, padahal orang lain yang dicurigainya belum tentu bersalah.
Tapi harus diakui, karakterisasi Rakhi sangat kuat. Paling kuat di antara yang lain selain, tentu saja, ibunya.
Bagaimana dengan kisahnya sendiri?
Queen of Dreams berkisah mengenai kehidupan Rakhi. Yang berantakan. Mengenai perceraiannya dengan Sonny. Mengenai Jona, anaknya, yang lebih suka menghabiskan waktu dengan Sonny ketimbang dirinya yang super kaku. Mengenai kedai kecilnya yang diambang kebangkrutan karena tak bisa bersaing dengan kedai baru yang lebih mentereng daripada miliknya. Mengenai dirinya yang tak yakin tentang dirinya sendiri: Apakah dia orang Amerika atau orang India? Dan yang terbesar, mengenai dimana posisinya di hati ibunya, Sang Ratu Mimpi.
Pada awalnya, aku mengira Queen of Dreams hanya akan berkisah mengenai upaya sang tokoh utama dengan dirinya sendiri dan tokoh-tokoh lain di sekitarnya. Tapi ternyata yang kudapat lebih dari itu. Krisis identitas Rakhi mengenai siapa dirinya sebetulnya, apakah orang Amerika atau India, berkembang jadi masalah yang cukup besar. Malah kebimbangan itu mewujud nyata lewat tokoh lain. Tapi kalau Rakhi bukan orang Amerika, lantas dia orang mana? Dia lahir di Amerika. Dia tumbuh di Amerika. Dia hanya kenal Amerika. Meski dia tahu soal India, dia tak pernah tahu seperti apa negeri itu, dan hanya sedikit kata yang bisa dia ucapkan dan mengerti dari bahasa tanah kelahiran kedua orangtuanya tersebut.
Secara keseluruhan, aku sangat menikmati Queen of Dreams. Meski beralur lambat, dengan protagonis yang anti-hero dan unlikeable, aku tak mengalami kendala yang berarti dengan kisahnya. Kendalaku hanya di awal ketika diri ini masih menyesuaikan diri dengan waktu yang digunakan oleh sang penulis. Yang aku suka lagi adalah nuansa misteri atau ajaib yang menyelubungi sang tokoh. Ada hal-hal yang tak dijelaskan di sini dan hingga akhir tak pernah benar-benar selesai. Tapi aku tidak gemas untuk mengetahuinya, aku malah merasa hal itu terasa pas dibikin seperti itu. Seperti halnya di dunia nyata yang memiliki misterinya yang sendiri, misteri yang tak akan bisa dijelaskan.
Queen of Dreams
Ratu MimpiPenulis: Chitra Banerjee Divakaruni
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit: 2011
Tebal: 400 halaman
Genre: Fantasi - Magical Realism - Supernatural - Family Fiction - Interpersonal Fiction - Asia-America Literature - Romance
Stew score: Yummy (4/5 bintang!)
Target: Adult (17 tahun ke atas!)
Posting ini diikutkan dalam Reading Challenge::
0 comments:
Posting Komentar