Gatholoco by Damar Shashangka

Gatholoco: Rahasia Ilmu Sejati dan Asmaragama

Penulis: Damar Shashangka
Penerbit: Dholphin
Tahun terbit: 2013
Tebal: 380 halaman
Genre: Filsafat - Java Literature - Semi fiction
Stew score: Almost Yummy!
Target: Adult (17 tahun ke atas!)

Peringatan: Bagi yang merasa pikirannya belum terbuka (aka belum open-minded), mungkin tulisan ini akan... Intinya tulisan ini mungkin tidak cocok untuk kalian baca.

Sececap Gatholoco

Kafir berarti tertutup. Manusia kafir berarti manusia yang tertutup. Tertutup dari kebenaran. Kebenaran yang bertebaran di alam semesta. Manakala seseorang menolak dan mencampakkan kebenaran yang sampai kepada dirinya, menganggap bahwa kebenaran hanya berada dalam keyakinan yang dipegangnya dan hanya datang dari satu saluran, orang semacam itu sudah tertutup hatinya - diambil "seperlunya" dari tekukan sampul depan.

Gatholoco adalah lambang Lelaki Sejati, ia yang mampu memahami proses penciptaan manusia melalui lingga dan yoni, yang menjadi penyebab turunnya ruh ke bumi. Lelaki sejati adalah ia yang sanggup mengendalikan segala anasir di dalam dirinya. Seolah bicara pada diri sendiri, Gatholoco kemudian membabar rahasia ilmu sejati dan ketuhanan dengan bahasa yang memukau dan sarat akan makna.

Berangkat dari kisah Gatholoco yang legendaris, Damar Shasangka berikhtiar untuk menyuguhkan kembali filsafat Lingga Yoni, ajaran kuno yang nyaris sirna dari bumi Pertiwi. Dengan jernih ia mengulasnya melalui bahasa tiga tradisi spiritual yang berkembang di Nusantara: Tasawuf Islam, Siwa Buddha, dan Kejawen.


Citarasa Gatholoco

Sebenarnya apa sih Gatholoco itu? Kok rasanya sering dengar nama atau kata-kata itu?

Selain kisahnya yang sudah legendaris, sebagian orang mungkin sudah sering mendengar kata-kata gatho (atau juga lebih dikenal dengan gathel yang bermakna: alat kelamin) dan loco (mengocok). Jadi bila digabungkan, gatholoco bisa berarti alat kelamin yang dikocok.

Oke, oke, jangan nyengir atau teriritasi. Karena memang itulah arti sebenarnya.

Pencipta sosok itu, sebelum diceritakan kembali oleh Damar Shasangka, tampaknya memang sengaja menciptakan nama tokoh yang "menantang" untuk menarik perhatian mereka-mereka yang merasa dirinya sudah benar.

Pernah baca serial Robert Langdon: Angel and Demon, The Da Vinci Code, The Lost Symbol, dan yang terbaru, Inferno? Aku sendiri belum sempat membaca yang Inferno, tapi tiga buku lainnya sudah. Bila kalian juga sudah, atau setidaknya melihat adaptasi filmnya, pasti tahu dong salah satu tema dari serial tersebut? Yak, temanya adalah agama. Bila Robert Langdon bersuara melalui petualangan misteri dan karya seni, maka Gatholoco jauh lebih blak-blakan dengan menampilkan adegan bantahan-bantahan antara dirinya dengan tiga kiai dan satu kiai besar yang terkenal.

Sebelum kita bahas lebih lanjut, buku Gatholoco ini dibagi dalam dua bagian. Bagian pertama adalah bagian Gatholoco, sedangkan bagian dua berisi tentang Aji Asmaragama (Asmara dan Sanggama?).

Seperti yang sudah aku singgung sebelumnya, Gatholoco berbantah-bantah dengan orang-orang pintar. Empat diantaranya adalah para kiai. Dan apa yang diperbantahkan? Tentu saja soal agama.

Pernahkah kalian mendengar kalimat ini, "Selain umat Islam, tidak ada yang akan masuk surga" atau "Orang yang memeluk agama selain Islam adalah orang kafir" atau kalimat sejenis bernada sama lainnya?

Aku pernah.

Semenjak kecil, aku selalu menanyakan banyak hal. Bahkan tidak sedikit sanak-saudaraku yang menjulukiku sebagai si cerewet, gara-gara aku sering bertanya (tapi ya, setelah beranjak dewasa, frekuensi bertanya itu sudah berkurang). Aku dibesarkan di keluarga Islam yang sangat kental. Dan tentu saja, ketika menemukan kalimat itu aku mempertanyakannya. Aku pernah menanyakan langsung pada mereka yang mengatakannya, tapi jawaban mereka tidak ada yang memuaskanku. Maksudku, bila itu benar, bila hanya umat Islam saja yang masuk surga, bukankah itu tidak adil? Memang apa kejahatan yang diperbuat umat selain Islam hingga pantas dijebloskan ke neraka? Dan lagi, bila itu benar, kalau begitu masuk surga itu mudah banget dong? Cukup dengan memeluk satu agama sudah pasti akan mengantar kita mengenyam nikmatnya surga.

Gatholoco, nama sang tokoh utama, juga membahas hal itu.

Dulu saat aku masih kecil, saat mesti menghapalkan bacaan shalat, dan saat itu aku kesusahan menghapalkannya, aku sempat melontarkan pertanyaan, "Bolehkah kita sholat menggunakan bahasa Indonesia?" Sebab saat itu, bagiku yang masih kecil, menghapal dalam bahasa Indonesia jauh lebih mudah. Ada dua versi jawaban yang kudapatkan. Jawaban pertama adalah tidak. Jawaban kedua memperbolehkan, asal dengan catatan, sholat itu dilakukan sendirian, lebih baik jangan dilakukan berjamaah, karena bahasa Arab telah menjadi kesepakatan umum.

Gatholoco tidak membahas soal yang aku jabarkan di atas, tapi dia membahas hal yang kurang lebih sama. Malah dia juga membahas soal nabi yang hidup, tinggal, dan tutup usia di tanah Arab. Bahasan yang aku bilang sangat berani dan mungkin bikin kepala beberapa orang cenat-cenut.

Sudah sejak lama aku tahu ajaran-ajaran dari langit (Islam, Nasrani, Yahudi) memiliki banyak persamaan. Jadi aku tidak terlalu heran bila ada yang membahasnya. Tapi Gatholoco sukses membuatku terheran-heran lewat penjelasannya yang menunjukkan persamaan ajaran Islam dengan Hindu dan Buddha. Bahkan Gatholoco juga memperkenalkan konsep reinkarnasi dalam ajaran di luar ajaran Buddha.

Pernah dengar tentang "Bahwa manusia itu bagian dari Tuhan"? Bagian di sini dimaksudkan bahwa kita (tepatnya, roh kita) dan Tuhan tidak ada bedanya. Aku pernah. Tapi belum lama ini. Sekitar kuartal keempat tahun lalu. Lewat seorang, yang kabarnya, mantan atheis.

Entah beliau mendapatkannya dari membaca serat Gatholoco (versi sebelum diceritakan kembali oleh Damar Shasangka ini) atau tidak, yang jelas Gatholoco di buku ini juga menyinggung hal itu. Bahwa kita dan Tuhan itu tidak ada bedanya. Bahwa kita dan Tuhan itu satu kesatuan. Bahwa yang menyembah dan disembah itu sama. Dan... Bahwa manusia itu tidak diciptakan tapi *beep* *untuk mengetahuinya teman-teman bisa mencari tahu sendiri dengan membaca bukunya sendiri, heheh*

Gatholoco memang dikonsep dengan mulut yang lancang. Tapi tidak hanya itu, penulisnya melengkapinya dengan tampilan wajah dan badan yang... Tidak sedap dipandang mata. Tapi meski dikritik, ia dengan sangat piawai menjungkir-balikkan dan bikin pengkritiknya tak berkutik dengan penjelasannya kenapa dia berpenampilan sebegitu buruknya.

Meski masih jauh dari menjawab semua rasa penasaranku akan banyak hal, setidaknya Gatholoco cukup banyak memberiku ilmu atau hal baru yang patut untuk direnungkan. Beberapa diantaranya bisa langsung aku terima dan mudah dicerna, tapi beberapa yang lain perlu dipertanyakan lagi dan dicari padanannya dengan sumber yang lain.

Gatholoco ini ditulis dengan konsep yang berbeda. Di tulis seperti puisi, mungkin bentuk aslinya (serat di mana memiliki butir dalam bahasa jawa), dan dilengkapi terjemahan (/tafsiran) bahasa Indonesia tepat di bawahnya—jadi mungkin bisa juga digunakan sebagai sarana belajar bahasa Jawa. Ditulis juga dalam bentuk karya nonfiksi, di mana satu bab tertulis serat bab setelahnya berisi penjelasan. Hal itu punya kelebihan dan kekurangan tersendiri. Kekurangannya adalah sering terjadi pengulangan yang memungkinkan bikin pembaca bosan. Kelebihannya, sudah pasti, memperjelas apa yang belum jelas.

Bagian saling lempar pertanyaan yang, bagiku terasa, kurang kuat adalah ketika Gatholoco menjawab pertanyaan dari 5 perempuan cantik yang namanya masing-masing tercantum di sinopsis di sampul belakang. Aku merasa bagian itu tidak terasa kuat sebab kebanyakan seperti membaca perulangan dari bab-bab sebelumnya.

Apakah Gatholoco (bagian pertama) hanya berisi acara bantah-bantahan antara Gatholoco dan tokoh-tokoh pintar? Jawabannya, tiga perempatnya, ya. Seperempatnya lagi merupakan... Yah, semacam nasehat.

Masuk bagian dua. Bagian Aji Asmaragama. Sesuai dengan sinopsisnya, Aji Asmaragama adalah pengetahuan olah asmara yang membahas cara mencapai kepuasaan jasmani dan rohani dalam sanggama, yang dibahas dalam metode spiritual tentu saja. Di bagian ini tidak ada "tokoh fiksi"-nya lagi. Bagian ini murni pengetahuan yang diambil dari beberapa kitab. Dari bagian ini, aku tahu fakta baru bahwa "posisi-posisi" sanggama yang biasa dikenal di kamasutra ada padanan nama/sebutan bahasa Jawanya—dilengkapi dengan ilustrasi wayang. Meski tak seseru bagian Gatholoco, bagian Aji Asmaragama ini cukup... menambah pengetahuan juga. Bahkan ada lho pengetahuan (soal asmara) yang bisa dipraktekkan.

Pengetahuan yang lumayan, tapi entah kenapa aku menangkap kesan bagian ini khusus diperuntukkan dibaca oleh kaum pria saja.

Secara keseluruhan, Gatholoco buku yang bagus. Menambah wawasanku dan semacamnya. Wawasan yang, seandainya buku ini booming, mungkin bakal menyulut perdebatan—menurut Damar sendiri, aku tidak tahu sejarah pastinya soalnya, sejak awal kemunculan karya sastra Gatholoco memang mengundang kontroversi. Makanya penulis serat Gatholoco, pada masa itu, bersembunyi dalam keanoniman. Bagian 2 aku anggap sih sebagai bonus saja. Meski bagian itu dihilangkan, sama sekali tak mempengaruhi penilaianku.

P.S.
[1] Apakah kalian percaya takdir? Entah kenapa buku Gatholoco ini memang ditakdirkan untuk kubaca. Aku mendapatkan buku ini karena kesalahan kirim. Sebab, jujur ya, meski tertulis di daftar buku gratis yang bebas dipilih, bila di daftar tersebut tidak ada pilihan lain, aku tidak akan memilihnya. Pada awalnya aku sempat skeptis bakal menyukai buku tapi ternyata... Buku ini memang buku di atas piringku! Tema utamanya adalah salah satu tema bacaan yang aku sukai.

[2] Terima kasih kepada Grandnie aka kak Truly Rudiono yang telah menghadiahkan buku ini padaku. Tanpa "kesalahan" itu, mungkin aku tidak akan membaca buku ini ='D


Posting ini diikutkan dalam Reading Challenge::
| |

0 comments:

Posting Komentar

 

I'm part of...

Follower

Hey, Jun!