Pride and Prejudice by Jane Austen

Kalimat pertama Pride and Prejudice
Sudah menjadi rahasia umum bahwa seorang pemuda kaya tentu ingin mencari istri.

Sececap Pride and Prejudice

Sebagai seorang ibu dari lima orang putri (Jane, Elizabeth, Mary, Catherine, Lydia), Mrs. Bennet tentu sangat mendambakan semua putrinya menikah. Jadi, ketika ada seorang pemuda yang dilihat dari berbagai sisi memenuhi syarat untuk menjadi menantu datang ke daerahnya, dia pun membujuk suaminya agar melakukan kunjungan pada sang pemuda yang, menurut kabar burung, memiliki kekayaan yang cukup berlimpah.

Tapi Mr. Bennet menolak permintaan istrinya. Menurutnya, dari sikap yang ditampakkannya, kunjungan itu hanya buang-buang waktu saja.


Tahu bahwa suaminya tidak akan mengabulkan usulan yang dapat membuat anak-anak gadisnya menikah, ditambah lagi Mr. Bennet selalu meyakinkannya bahwa dia tidak akan mengunjungi si pemuda yang ternyata bernama Bingley, Mrs. Bennet hanya bisa pasrah. Dan marah. Juga kesal. Tapi dia tidak tahu bahwa sebenarnya... Mr. Bennet diam-diam telah berkunjung menemui Mr. Bingley!

Beberapa hari kemudian, sebuah pesta dansa diadakan. Mrs. Bennet dan kelima putrinya sebagai warga yang baik tentu saja menghadirinya. Begitu pula Mr. Bingley yang merupakan warga baru di daerah itu. Mr. Bingley mengajak dua saudarinya, kakak iparnya, dan temannya, Mr. Darcy, turut serta.

Di pesta dansa itulah semua kisah berawal.

Bila seluruh warga setuju Mr. Bingley adalah pribadi yang ramah, tidak begitu halnya dengan pendapat mereka akan temannya, Mr. Darcy. Meski memiliki penampilan yang lebih "wah" dari Mr. Bingley, Mr. Darcy tampak sangat angkuh dan sombong. Dia juga menolak mengajak berdansa wanita lain selain Miss Bingley dan Mrs. Hurst, kakak Mr. Bingley. Bahkan dia menghina Elizabeth sebagai wanita berparas biasa-biasa saja, tidak anggun, tidak akan pernah memikatnya, dan dia tidak berminat mengenalnya tepat ketika Eliza berada di dekatnya!

Benih-benih kebencian pun mulai tumbuh di benak Elizabeth. Hal yang lumrah sebenarnya. Siapa yang tidak panas coba dihina seperti itu?

Kehadiran seseorang menambah kebencian Lizzy pada Mr. Darcy. Berbagai prasangka menggelayuti benaknya. Tiap bertemu, mereka tampak menguarkan aura bermusuhan. Bahkan tak jarang mereka berdebat panas mengenai berbagai hal.

Namun, seiring berjalannya waktu, Elizabeth tahu bahwa Mr. Darcy, yang arogan dan tak memiliki rem di mulutnya itu, tak seperti yang disangkanya. Mungkinkah setelah itu benih-benih kebencian yang tumbuh di hatinya digantikan oleh cinta dan rasa kagum yang tak diduganya akan dimilikinya?

Citarasa Pride and Prejudice

Cover Pride and Prejudice terbitan Qanita
Sebelum aku membahas Pride and Prejudice secara mendalam (#tsah) izinkan aku untuk meneriakkan apa yang kurasakan ketika sampai di lembar terakhir: "Eh, sudah tamat aja? Kuraaaaang!!"

Dan izinkan sekali lagi aku meneriakkan apa yang benar-benar kuteriakkan sesaat setelah merobek segelnya, "Nggak ada pembatas bukunya? Novel dengan desain super keren mahadewa ini tidak dilengkapi pembatas buku?!"

Dan, sekali lagi, izinkan aku menjeritkan sesuatu yang membuatku terkejut ketika membatja dua bab pertamanya, "Humornya... Oke pakai dewa! Siapa sangka novel klasik yang biasanya serius bisa begitu lutju?"

Le to the bay banget yak? :))

Siapa yang tidak kenal dengan Pride and Prejudice? Tampaknya nyaris semua orang tahu soal novel klasik yang masih juga dicetak dan dibicarakan hingga ratusan tahun ini. Elizabeth Bennet yang cerdas dan... Tidak sungkan mengutarakan pendapatnya (yang cukup lantjang pada zamannya), serta Mr. Darcy yang tampak sangar dan gahar, bahkan siap menerkam bak raja singa, tapi diam-diam menyimpan segudang kebajikan, adalah dua sosok terkenal di dunia literasi.

Sebelum aku membatja Pride and Prejudice, hanya nonton filmnya, yang sangat oke (ditambah lagi ada Keira Knightley!), dan dimana-mana banyak yang memuja Mr. Darcy, aku sempat penasaran dengan nama depan Mr. Darcy: Apa mungkin dia tidak punya nama depan? Atau mungkinkah nama depannya merupakan sebuah misteri, seperti nama ibu Katniss dari The Hunger Games?

Maksudku, hampir di semua seni buatan para fans tidak mencantumkan nama depan Mr. Darcy, jadi lumrah dong bila aku bertanya-tanya seperti itu? :)))

Percaya atau tidak percaya, aku baru mengetahuinya setelah buku terbitan Qanita ini, bersama Wuthering Heights, mendarat di rumahku. Aku mengetahuinya saat membatja sinopsis yang tercetak di punggung buku.

Ternyata nama depannya Fitzwilliam.

Nama yang oke sebenarnya. Tapi kenapa ya para fans dalam karya seni mereka tidak menyebutnya dengan nama lengkap, atau demi merasa lebih intim, menyebut nama depannya? Apa mungkin karena di novel Pride and Prejudice ini ada tokoh lain bernama Fitzwilliam juga? Ataukah karena Oma Jane (panggilan seenaknya sendiri pada penulisnya) lebih sering menyebutnya Mr. Darcy daripada menyebutkan nama lengkapnya?

Aku rasa lebih karena di zamannya dulu adalah sopan dengan memanggil nama belakang mereka, diikuti dengan gelar atau statusnya masing-masing (Mr., Mrs., Miss, Lady). Mr. dan Mrs. Bennet juga saling memanggil nama pasangannya dengan panggilan seperti itu. Bahkan nyaris semua tokoh dalam novel ini dipanggil dengan nama belakangnya, kecuali kelima gadis Bennet, Lady Catherine (matron bagi Mr. Collins, sepupu Bennet, sekaligus masih punya hubungan keluarga dengan Mr. Darcy), dan Charlotte Lucas (sahabat baik Eliza).

Tidak seperti kebanyakan buku klasik yang sudah kubatja, Pride and Prejudice ini lebih banyak porsi percakapannya. Bahkan termasuk dalam menggambarkan kehidupan keluarga menengah ke atas pada zaman itu (abad 19) Jane Austen juga menggunakan percakapan. Juga sangat sopan karena meski ini novel romansa, seingatku, tidak ada adegan... *sengaja diputus untuk membuat kalian penasaran :))*

Ada empat tokoh dalam Pride and Prejudice ini yang menarik perhatianku.

Pertama, Mrs. Bennet. Wanita lugu yang ingin melihat kelima putrinya menikah. Kadang saking lugunya dia sering membuat malu (dirinya sendiri tanpa sadar dan keluarganya) dan jengkel orang lain. Tapi dia merupakan tokoh yang paling sering mengundang tawaku.

Kedua, Jane Bennet. Dia adalah tokoh paling nyaris sempurna di novel ini. Ada nggak ya orang seperti Jane di dunia nyata?

Ketiga dan keempat, siapa lagi kalau bukan, Elizabeth Bennet dan Mr. Darcy. Kedua karakter utama kita ini memiliki karakter yang kuat. Lizzy yang keras kepala tapi mudah percaya pada penampilan seseorang, dan Mr. Darcy yang tampak angkuh.

Di antara karakter di atas, karakter yang paling bikin terkejut itu Mr. Darcy. Bukan karena dibalik sikapnya yang angkuh hatinya seputih mutiara (?) ya, kalau yang itu sih semua orang yang belum batja Pride and Prejudice pun pasti sudah tahu. Tapi karena dibalik sikapnya yang angkuh itu ternyata dia itu... Tidak pandai bersosialisasi dengan baik, dia tidak jago bersikap manis dan berbasa-basi, dia lebih bagus di bahasa tulis dibanding bahasa oral.

Mengejutkan bukan? Ternyata ada alasan di balik sikapnya yang terkesan sombong itu.

Sekarang kita bitjara mengenai adaptasi filmnya. Yang terbaru, yang dibintangi oleh Keira Knightley.


Seandainya aku membatja bukunya lebih dulu, beuh, aku pasti sangat menyayangkan karena adegan awal antara Mr. dan Mrs. Bennet tidak ada di film. Menit-menit awal langsung digunakan untuk memperkenalkan Elizabeth yang sedang intens sekali membatja—dia sedang membatja sambil berjalan. Saat hendak batja buku Pride and Prejudice, aku sempat mengira Eliza kutu buku lho. Tapi ternyata bukan. Yang kutu buku justru adiknya.

Di film, Bingley digambarkan sesuai dengan di buku. Jane nyaris sama seperti di buku, cuman kurang disorot saja. Catherine/Kitty dan Mary nyaris tidak muntjul. Lidya sekelebatan saja. Charlotte sama okenya dengan di buku (dan sama seperti di buku, dia memanggil Elizabeth dengan Eliza). Collins juga sama seperti di buku menghadirkan dua emosi yang bertolak belakang: sebal tapi sekaligus merasa kasihan. Dan beberapa tokoh lainnya.

Adegan jalan kaki Lizzy ke kediaman Bingley alih-alih memakai kereta juga ada.

Bila di film romansa antara Lizzy dan Mr. Darcy mendapat banyak porsi, di novelnya tidak. Porsi romansa mereka bisa dibilang baru ada banyak di bagian belakang. Di novel, yang banyak disorot adalah kehidupan Elizabeth dan keluarganya dan kondisi sosial di sekitarnya.

Secara keseluruhan, aku sangat menikmati Pride and Prejudice. Baik film dan bukunya. Terutama di bagian interaksi antara Mr. dan Mrs. Bennet yang membuatku tertawa terpingkal-pingkal (hanya ada di buku), dan adu mulut antara Lizzy dan Mr. Darcy. Tapi endingnya... Bikin gemas! Kenapa diputus di saat itu?! Tenang, endingnya oke kok. Sama indahnya dengan ending di dongeng-dongeng tapi sedikit lebih masuk akal. Nyaris happily ever after, tapi masih ada sesuatu yang belum bahagia sebagai penyeimbang.

Bagi romance-haters, mungkin kalian tidak akan suka dengan adaptasi filmnya, tapi aku rasa kalian akan suka dengan bukunya. Lizzy, meskipun sudah berusia 27 tahun, dia tidak galau ataupun gelisah tidak memiliki pasangan. Atau setidaknya, tidak jatuh jadi galau berkepanjangan.

Bahasanya oke, sedikit nyastra tapi tidak berlebihan. Lebih banyak percakapan bagi mereka yang "alergi" paragraf panjang-panjang.

Terakhir, aku suka pakai dewa desain cover Qanita untuk Pride and Prejudice ini! Kesan klasiknya sangat terasa dan sangat cocok dipajang sebagai koleksi. Satu yang bikin aku penasaran, sebagai font-mania, apa nama font yang digunakan di cover yang super indah tersebut?

Pride and Prejudice

Penulis: Jane Austen
Penerbit: Qanita
Tahun terbit: 2014
Tebal: 588 halaman
Genre: Klasik - Romance - Fiksi Sejarah - English Literature
Score: Almost - Yummy (3,5 of 5 stars!)
Target: Young - Adult (16 tahun ke atas!)

P.S: Thanks kak Dyah Agustine!

Posting ini diikutkan dalam Reading Challenge::

Kategori: Genre 101 - Fiksi Sejarah

https://perpuskecil.wordpress.com/2015/01/15/lucky-no-15-reading-challenge/
Kategori: Cover Lust

|

2 comments:

 

I'm part of...

Follower

Hey, Jun!