Kalimat pertama The War of the Worlds
No one would have believed in the last year of Nineteenth century that this world was being watched keenly and closely by intelligences greater than man's and yet as mortal as his own; that as men busied
themselves about their various concerns they were scrutinised and
studied, perhaps almost as narrowly as a man with a microscope
might scrutinise the transient creatures that swarm and multiply in
a drop of water.
Sececap The War of the Worlds
Bumi didatangi makhluk asing dari luar angkasa!
Dan mereka tidak datang dengan damai!
Mereka datang untuk merebut Bumi!
Seorang lelaki, tokoh utama kita, bisa menduga bahwa silinder yang jatuh dari langit bukanlah meteor. Bentuknya yang presisi yang mungkin membuatnya curiga. Bukankah meteor mestinya tak beraturan bentuknya ketika sampai membentur bumi?
Dan dugaannya benar. Ternyata silinder itu membawa sesuatu di dalamnya. Sesuatu yang lebih cerdas dari manusia: alien dari planet Mars aka martian!
Apa yang akan terjadi selanjutnya? Bisakah Martian mengambil alih bumi?
Citarasa The War of the Worlds
Ketika pertama kali membacanya, atau ketika bab-bab awal baru kelar kulahap, ada satu pertanyaan yang bikin aku sangat penasaran, Darimana si tokoh utama (si aku, yang tak pernah menyebutkan namanya atau memperkenalkan diri) tahu bahwa alien yang datang itu dari Mars? Bukankah kalau dia salah, jatuhnya bisa fitnah? #eh
But seriously, gimana dia bisa menyangka kalau mereka martian? Dengan teknologi manusia zaman itu, dan tampaknya tak ada perbincangan antara manusia dan martian dari hati-hati, kok bisa dia tahu yang datang membunuhi manusia dengan Sinar Panas dan Asap Hitam adalah makhluk penghuni planet merah?
Tapi bila hal itu dikesampingkan, teori-teori yang disampaikan oleh Mr. Wells cukup oke. Teori-teori itu mungkin adalah hasil penelitian di abad itu atau bisa juga hasil imajinasi dari penulisnya sendiri. Aku lebih percaya itu hasil imajinasi penulisnya. Tapi meski begitu, teorinya sangat mudah untuk dipercaya. Atau setidaknya begitulah efeknya padaku. Cara sang narator menjelaskan hal-hal teknis nyaris persis kayak bahasa yang biasa aku temui di buku-buku pelajaran. Dan seolah-olah dia telah melakukan riset yang panjang, atau membaca buku riset orang, secara data dari teori-teori terasa lengkap dan komplit.
Beberapa di antara teori di novel klasik ini adalah Mars itu lebih tua dari Bumi. Maka dari itu martian juga lebih wow ketimbang manusia. Lebih pintar, karena sudah banyak makan asam dan garam (?), dan teknologinya jauh lebih maju dari manusia punya.
Teori kedua, mengenai kenapa Mars berwarna merah. Yang ini sumpah, penjelasannya diluar dugaanku. Sederhana dan bikin aku bilang, "Kok bisa sih Opa Wells kepikiran?" Mars berwarna merah sebab banyak tanaman warna merah di Mars. Sederhana banget, kan? Dan kalau pun teori ini tak mudah dipercaya, tanaman merah punya peran dalam aksi invasi ini.
Teori ketiga, yang paling sering diulang, martian tidak pernah sama sekali terjangkit penyakit. Bahkan penyakit mematikan seperti kanker, martian tidak pernah mengalaminya. Sebab tidak ada virus penyakit di Mars. Ini sangat wow sekali ya. Impian semua manusia. Di antara semua teori, ini yang paling penting karena menyangkut penyelesaian di ending.
Sudah lamaa sekali aku pengen batja The War of the Worlds. Sejak aku nonton adaptasi Spielberg yang bintang utamanya Tom Cruise dan Dakota Fanning. Sebagian orang mungkin mengatakan adaptasinya jelek, dan membosankan. Tapi bagiku filmnya oke. Apalagi mengingat tokoh utamanya yang benar-benar orang biasa (di film, Cruise adalah seorang pekerja forklift besar yang tugas memindah-mindahkan peti kemas) yang karena dia manusia bumi, maka dia mau tak mau mesti ikut menderita dari serangan makhluk asing. Tapi yang terpenting adalah rajutan emosi antara para tokoh utamanya dan tokoh lainnya.
Di film, interaksi para tokohnya juga unik. Terkesan serampangan, tidak rapi. Tapi di mataku justru itu yang membuatnya makin real. Di kehidupan nyata, obrolan yang sebenarnya ya kayak gitu. Tidak beraturan. Nah, apakah di novel klasik ini obrolannya seperti itu? Well, sebenarnya... Novel ini tidak punya banyak percakapan. Jadi ya, percakapannya digunakan untuk membangun suasana yang mencekam.
Yang tidak berhasil padaku, kalau aku boleh menambahkan.
Karena sejak awal terasa datar, dan suara naratornya (si aku) juga datar-datar saja, jadi ya... Datar. Setenang air di danau di hari tak berangin.
Keseramannya, ketegangannya, dan kekhawatiran si aku pada istrinya... Aku tidak ikut merasakannya. Lempeng-lempeng saja.
Aku juga merasa si tokoh Aku ini agak... Kurang bijaksana. Bertanggungjawab, tapi kurang bijaksana. Jadi, saat terjadi serangan di kotanya, si Aku ini meminjam kereta kuda untuk pergi ke rumah saudara istrinya di kota lain. Sesampainya di sana, dan setelah menurunkan istrinya, si Aku ini balikin kereta kudanya. Mungkin karena settingnya zaman dulu, demi agar nama baiknya tidak tercoreng dan tak dituduh mencuri, meski dunia sedang gawat, dia mesti membahayakan nyawanya demi mengembalikan kereta pinjaman yang akhirnya membuatnya berakhir sebagai "tahanan" di rumahnya sendiri.
Endingnya... endingnya agak-agak gimana. Endingnya... membuatku berpikir mengenai judulnya. Yang berperang itu bukan manusia, tapi... dunia yang dihuni oleh si manusia sendiri. Dan apa yang dilakukan si tokoh utama? Duduk diam dan berdoa. Bukan hal buruk memang, tapi..., gimana ya? Dia cuman duduk diam dan tidak melakukan apa-apa kecuali bersembunyi dan tiba-tiba saja... semuanya berakhir karena Bumi... penuh virus! Tidak heran ending di adaptasi film versi Spielberg gunain bakteri.
Secara keseluruhan, The War of the Worlds... aku rasa karena aku terlalu tinggi berekspektasi makanya jadi cukup kecewa. Tapi aku suka dengan idenya, dan tentu saja teori-teori "ilmiah" yang dilontarkan. Aku tidak bisa bersimpati pada si tokoh utama karena, walau konsisten, "suaranya" datar. Endingnya cukup mengejutkan karena... membawa hal religius dan bikin novel ini bak terjadi di semesta-alternatif. Ya ampun, banyak sop iler bertebaran di review ini :))
Jadi, ya begitulah. Cukup mengejutkan karena aku tidak... terlalu menyukai buku klasik ini. Satu-satunya momen menggembirakan adalah... saat aku selesai membatja buku ini #eh
Oh iya, di novel ini, hanya peran yang sekedar lewat yang dapat nama. Salah satu namanya Ogilvy (yak, siapa yang sudah nonton adaptasi film versi Spielberg?). Yang punya peran agak lama tidak punya nama. Tokoh utama: Aku. Tokoh pembantu yang sering muncul: istrinya si Aku, Saudara laki-laki si Aku, dua orang prajurit dari unit berbeda.
The War of the Worlds
Penulis: H.G. Wells
Penerbit: Pocket Books
Tahun terbit: 2006
Tebal: 288 halaman
Genre: Fiksi Ilmiah - Klasik - Filosofi
Stew score: Tasteless (1 of 5 stars)
Target: Adult (17 tahun ke atas!)
Posting ini diikutkan dalam Reading Challenge::
0 comments:
Posting Komentar