Buku yang masih hangat diperbincangkan, yang memiliki rating tinggi di goodreads, yang adaptasi filmnya ditunggu-tunggu banyak orang, adalah The Fault in Our Stars. Sebuah judul yang terinspirasi dari kalimat dalam play karya Shakesphere.
Melihat ratingnya yang tinggi di goodreads, bahkan mengalahkan rating salah satu buku favoritku, The Book Thief, juga banyaknya review yang mengatakan buku itu bagus, tentu saja aku terjangkiti rasa penasaran. Sebagus apa sih bukunya? Apa benar bakal bikin nangis? Apalagi ada beberapa orang yang mengatakan The Fault in Our Stars itu sama bagusnya dengan The Book Thief.
Tanpa ragu lagi, aku memasukkan buku ini dalam wishlistku. Ditambah lagi salah satu penerbit Indonesia menerjemahkan buku tersebut dengan gambar sampul yang pasti aku sukai.
Aku berusaha mendapatkan versi terjemahannya, terkait sampulnya yang unyu. Tapi karena satu dan lain hal, aku malah mendapatkan versi asli yang berbahasa Inggris. Hal yang tentu saja aku syukuri sekali.
The Fault in Our Stars
rating awal: Yummy!
Selengkapnya tentang rating di sini
Bila kalian membaca review TFiOS-ku di sini, kalian akan mendapati bahwa, bagiku, buku tersebut... Biasa saja. Kisah dan plotnya biasa saja. Tidak ada hal baru dan tipikal karya-karya Sick-Lit. Para tokohnya biasa saja. Romansanya biasa saja. Beberapa hal ada yang bikin jengkel tapi selebihnya semuanya datar. Cuman gaya bercerita penulis dan sarkasme yang diucapkan dua tokoh utamanya yang aku suka.
Kata orang yang sempat membaca reviewku, tapi tidak meninggalkan jejak di sana, aku rasa dia setuju kalau kisah TFiOS memang biasa saja. Tapi mereka kurang setuju dengan pendapatku mengenai para tokohnya. Atau tepatnya kedua tokoh utamanya (aku menyimpulkan begitu karena kecuali Isaac [sahabat tokoh utama pria] dan ibu dan tokoh yang digemari tokoh utama wanita, tokoh lainnya terasa hanya tempelan semata). Ya, yang membuatnya tak biasa adalah tokoh utamanya: Hazel dan Augustus (Gus). Terutama Gus, yang bikin mewek jutaan pembaca TFiOS.
Tapi tidak diriku.
Tindakan Gus bisa dikatakan memang manis. Tapi tidak bagiku. Aku jauh akan lebih menghargai bila dia melakukan tindakan sebaliknya. Hal yang pasti adalah ketidakpastian. Terkadang kita yakin pada apa yang kita rasakan, dan kita merasa apa yang kita rasakan tersebut akan terjadi di masa mendatang, tapi terkadang sering terjadi keajaiban atau hal yang tak disangka-sangka.
Yah, tapi kalau Gus tidak melakukan hal tersebut aku tidak yakin TFiOS bisa menyedot banyak air mata.
Ketidakhadiran air mata di pipiku, dan menemukan kisahnya yang biasa-biasa saja, jelas membuatku bertanya-tanya, mana nih yang katanya mirip The Book Thief? The Book Thief yang, aku tidak malu mengakuinya, bikin aku nangis berkali-kali. Padahal narator The Book Thief, jauh sebelum adegan mewek berjam-jam (oke, ini agak berlebihan, tapi aku memang menangis hingga satu part habis! Btw, The Book Thief terdiri dari sepuluh part ditambah prolog dan epilog), sudah memberitahu bahwa beberapa tokoh akan dijemput olehnya.
Lalu untuk dua tokoh utamanya. Untuk Gus, aku biasa saja. Aku memang tidak setuju dengan pilihannya, tapi itu pilihannya. Dan aku menghormatinya. Lain lagi dengan Hazel. Sama biasanya dengan Gus, cuman kadang aku jengkel dengan tindakannya.
Karena banyak yang mengatakan TFiOS sama bagusnya dengan TBT, dan karena aku sudah terlanjur membandingkannya, maka aku juga akan membandingkan dengan tokoh utama The Book Thief: Liesel. Liesel ini bandel, pernah menghajar teman sekolahnya, dan suka... Emm, meminjam buku orang lain tanpa izin. Tapi meski dia punya kekurangan seperti itu, aku tidak ada kesulitan untuk menyukainya.
Jangan salah mengerti ya, aku sama sekali bukan penyuka tokoh tipe bad. Di THG, aku jauh lebih suka Peeta dibanding Gale.
Tapi Liesel itu... Ah, gimana ya, pokoknya susah untuk membencinya. Dia hanya gadis cilik biasa yang kadang baik, kadang menjengkelkan, tapi di sisi lain dia bisa juga mendendam.
Mungkin ini akan terdengar OOT bagi sebagian kalian, tapi coba baca dulu ya... Pernah baca Supernova: Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh? Kalau belum, tunggu saja adaptasi filmnya keluar, atau bisa juga cari saja bukunya. Kalau sudah, kalian pasti akan menyadari Supernova: KPBJ dan TFiOS ini kurang lebih sama: Romansa dengan bahasa tinggi dan beberapa tokohnya sikapnya sinis pada realita/dunia. Tapi aku lebih suka ke Supernova. Kenapa? Alasan sederhana, umur para tokohnya.
Dua tokoh utama TFiOS, bagiku, seperti orangtua yang terperangkap di dalam tubuh remaja.
Pada akhirnya... Aku masih penasaran kenapa TFiOS dibandingkan/disamakan dengan The Book Thief? Karena jelas itu... Tidak sebanding. Secara materi juga lebih berat The Book Thief. TFiOS ini hanya berat di bahasanya saja (yang merupakan nilai plus).
rating akhir: Sugar-Free !
Selengkapnya tentang rating di sini
Mungkin itulah kenapa aku tidak berjodoh dengan The Fault in Our Stars versi terjemahan. Meski telah berusaha sekuat tenaga mengerahkan seluruh kreatifitas, tapi DIA (huruf besar) tahu mana yang terbaik untukku. Dan aku rasa novel ini bukan salah satunya.
The Fault in Our Stars ini aku rasa bukanlah jenis novel yang pas untuk disajikan di atas piringku.
Jadi apa sih Dare to Say? Lewat Dare to Say ini kak Zellie, mengajak orang untuk berbuat baik, yakni mengatakan kejujuran. Karena konteksnya dunia baca, maka kejujuran itu mengenai buku yang telah kalian baca. Kejujuran itu bisa berbentuk rasa suka kalian (yang tulus) pada buku tersebut—terlepas buku itu terkenal atau dibenci banyak orang, atau... Ini nih yang menantang, mengatakan dengan jujur apa yang membuat kalian tidak menyukai sebuah buku atau hanya bisa memberinya nilai 1 dari 5 bintang (padahal buku tersebut buku terkenal, ditulis penulis kenamaan, mendapat banyak nilai yang bagus, dan hendak/sudah diadaptasi ke layar lebar).
Pengen membagikan kejujuran pada dunia? Berikut caranya::
aku juga ga suka-suka amat sama buku ini. Kurang emosional. Aku malah lebih suka An Abundance of Katherines yang biarin jalan ceritanya aneh tapi fun menurutku.
BalasHapusSetuju kak. Buku ini memang kurang emosional.
BalasHapus